Friday, April 27, 2018

Diari Papi Ubii #29: When Sex Is Meh

Minggu lalu saya bikin blogpost berjudul Sex Life After Marriage. Terus ternyata ada yang request tema kaya gitu tapi dari sudut pandang laki-laki. Jadi minta Adit nulis itu buat Diari Papi Ubii. Saya sodorin ke Adit, eh dia mau. YEAY!


Baca: Sex Life After Marriage

Okelah pembukaannya nggak usah panjang-panjang lagi yakk. Here we go!

Adit:
Sex is full of lies. The body tries to tell the truth. But, it's usually too battered with rules to be heard, and bound with pretenses so it can hardly move. We cripple ourselves with lies — Jim Morrison
Masih ingatkah kalian (terutama para cowok), dimana nonton bokep adalah sebuah prestasi? Pasti ada salah satu dari kawan kalian yang dijuluki bandar bokep: orang yang punya porn stash nan masif, baik dalam bentuk majalah Penthouse atau Playboy, bunga rampai cerita stensilan, atau mungkin dalam kemasan yang sudah sedikit modern: CD atau DVD kompilasi, atau bahkan external hard-drive yang bisa menampung ratusan judul bokep berkualitas 4K. Mungkin sekarang kedudukan bandar bokep ini sudah tergerus oleh technology disruption dan digantikan dengan situs bokep streaming.

Namun, di jaman saya dulu, si bandar bokep ini punya tempat spesial di piramida pergaulan cowok. Mungkin kebanyakan cewek ngelihatnya agak aneh. Tapi, di mata teman-teman cowok, bandar bokep ini adalah sosok pahlawan dikala Orde Baru berpesta pora paranoia dengan sensor masifnya. Dengan bangganya doi membagi-bagi asupan bokep buat teman-teman. Buat banyak teman-teman saya, si bandar bokep ini juga berperan sebagai guru sex education pertama mereka disaat kurikulum sex ed yang sehat dan progresif tidak pernah ditemui di Indonesia. Seks dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, lalu direpresi sedemikian hebatnya. Inilah sistem yang membidani kenapa banyak bandar bokep bermunculan di circle of friends kita.

Apakah paragraf diatas bisa menyegarkan ingatan kita bagaimana dulu kita bener-bener look up to sex gara-gara dilarang? Lalu bagaimana dengan sekarang? Setelah kita menikah bertahun-tahun? Setelah kita bisa merasakan so-called “sex secara halal”? Sex dengan bermartabat? Apakah kita masih look up to sex seperti dulu?


Saya ingat banget setelah menikahi Grace, ada beberapa temen memberi ucapan selamat yang agak cringeworthy:

“Wah selamat ya, Dit. BPKP odong-odongnya udah keluar.”
“Cieee udah sah boleh tembak dalem!”
“Adit udah punya tunggangan resmi.”

Bahkan dari ucapan-ucapan selamat diatas, masih saja seks di-maha-kan dengan melontarkan ujaran-ujaran yang menjadikan istri saya sebagai sexual objectification. Nggak cuma itu, cewek juga ngga mau kalah. Tren sekarang kan sebelum nikah, mempelai cewek ngadain bridal shower dengan mabu mabu tipis sambil menyantap cake berbentuk tytyd kan?


Well, berarti seks memang sepenting itu ya dalam suatu hubungan pernikahan. Kesannya, nikah untuk bikin anak aja. Ini diafirmasi dengan derasnya tuntutan sosial pascamenikah — dimana ada orang elus-elus perut istri lalu tanya dengan muka anyep, “kapan punya dedek?”

Jesus on a motorbike. I really hate that kind of question.

I tell you what, ada (dan banyak) lho orang menikah dan ngga kepengen punya anak. Dengan mengambil keputusan seperti itu, bukan berarti mereka gagal menjadi bagian dari masyarakat. Mereka hanya memilih untuk bahagia dengan cara tidak seperti orang kebanyakan. Dan saya rasa kita harus menghormatinya.

Baca: Memang Kenapa Kalau Nggak Menikah?

Kembali ke seks dan pernikahan. Banyak pasangan muda yang misled dengan jargon “menikah untuk menghindari zina” — lalu memutuskan untuk menikah muda. Kesannya kok cuma seks aja yang dikejer yak? Okelah nikah muda karena ingin dapet pahala. Yakin dapet pahala tuh kalo punya anak tanpa kesiapan mental maupun material?

Baca: Pernikahan Remaja, Yay Or Nay?

Anyway, enough with the preach.

Okelah, habis nikah, tinggal sama pasangan. Terus mau ngapain? Having sex endlessly with your spouse?

Enggak juga. Selain denger cerita-cerita, saya juga mengalami hal ini: Awal pernikahan, kami nggak pernah melewatkan hari tanpa bercinta. Kecuali waktu mens. Frekuensinya sering dengan kualitas yang bikin senyum-senyum sendiri di kantor.


On and on and on, sampai pada titik di mana kami melakukannya tidak sesering dulu. Karena terbuai dengan akses ke hubungan seksual yang mudah, saya terbuai, then take it for granted. Sudah tidak ada lagi “serangan fajar”, sudah nggak ada lagi eksplorasi dan geliat menjali. Pun, ada pula masanya dimana kami menganggap seks hanyalah occupational hazard dari pernikahan. Seks hanyalah kewajiban alih-alih kebutuhan dan keinginan. Seks bukan sesuatu yang exciting lagi. Mungkin kondisi tenaga dan pikiran yang tercurahkan ke anak pertama saya menjadi penyebabnya, pikir saya waktu itu. Dan kami melewati hari tanpa seks seperti itu sampai berlarut-larut. It’s funny how one thing that once excited you, now turned into thing that you desired least.

Adding another pounds to the problem, Grace sempet agak insecure dengan dirinya sendiri. Lingkungan kerja saya itu proporsi cewek sama cowoknya nggak seimbang. Cewek jauh lebih banyak. Alhasil, interaksi saya dengan lawan jenis itu intens banget. Walaupun Grace nggak pernah cemburu yang irasional lalu melarang saya bergaul dengan lawan jenis, tapi coba bayangin deh: kamu sering banget kefoto lalu di tag di social media pas kamu ada dinas ke luar negeri. Di foto itu, kamu cowok sorangan, dikelilingi cewek-cewek yang good-looking, bodynya magazine-standard, pinter-pinter pula. Bayangin gimana perasaan istri kamu ngelihat hal itu. And it was true — Grace sempet insecure gara-gara itu. Grace bilang dia udah nggak pede dengan badannya setelah melahirkan dan menyusui dua anak. Walau saya nggak peduli hal ini, but for Grace, it does matter. Akibatnya, beberapa kali dia menolak keras ajakan ena-ena karena doi ngga mau saya ngelihat perutnya yang menggelambir. It was sad, somehow.

Baca: Mengimbangi Suami

Baca: Diari Papi Ubii #19 ― Memangnya Suami Perlu Diimbangi?

Intermezzo: Sejatinya saya adalah seorang sapiosexual (HAHAHA). I really don’t mind kalau physical featurenya Grace berubah karena faktor usia, to be honest. Grace pun sebenernya nggak jelek-jelek amat kan? It’s a bonus then. Tapi, kalo buat Grace hal itu penting, so ya saya harus dukung dong. Dengan apa? Small gesture seperti mengapresiasi Grace kalau habis potong rambut, atau ngecat rambut, it means a lot for her. Cuma sekedar bilang, “Hey you look gorgeous wearing that new blouse,” ke istri, believe me, you will receive tenfold of goodness. Sikap kayak gini bener2 boost self-esteem nya pasangan. Jangan malah marah-marah pas istri ke salon atau beli baju baru. It’ll end up ugly.


Before we knew it, our sex life was pathetic. Kami jadi jarang banget ML, and it felt fine, which was wrong. Seiring jarangnya berhubungan badan, ternyata ngefek juga ke cara berkomunikasi kami. Saya ngerasa jauh dari Grace, kayak berasa ada discontent yang menghantui. Cara menyelesaikan masalah kami juga jadi jelek banget. Asal ngga ribut-ribut then it’s fine. Quoting Jonas Bjerre, I was so alone even with company. Untungnya, saya dan Grace sama-sama nyadar kalo ini nggak bener. Terus, kami sepakat untuk mengupayakan gimana caranya kita balik kayak dulu lagi.

Baca: Diari Papi Ubii #18 ― Hello Feelings, My Old Friend

Hal pertama yang kami lakukan adalah: ngobrol. Ya. Ngobrol intens tentang do and don’ts, tentang fantasi terliar, tentang kegelisahan, tentang ekspektasi, tentang batasan-batasan, tentang passion, tentang bagaimana kita spice things up, dan masih banyak lagi. Apa yang kami lakukan selanjutnya adalah, to convert the conversation into real action. Kami menitipkan anak-anak ke nanny, sewa hotel, dan boom! Saat itu pula saya sadar, Grace nggak pernah berubah. She’s still amazing, and will always be. Selama ini hal tersebut tertutupi dengan banyak hal, baik rasa bosan, insecurity, maupun anggapan bahwa berhubungan badan dengan pasangan adalah sebuah kewajiban. Lalu, saya baru ngeh juga, ternyata bagi saya dan Grace, seks adalah ekstensi dari sebuah komunikasi.

Baca: Pernikahan Tidak Semudah Berkata "I Do"

Dan melalui seks pun, kita bisa belajar untuk mendengarkan dan mengakomodasi keinginan pasangan. Also, we will learn about selflessness. Jangan mentang-mentang “aku suami, kepala keluarga, harus dituruti maunya gimana”, well, have you ever listened to your spouse’s wish? Saya yakin banyak banget istri-istri yang punya keinginan terpendam, tapi susah mengkomunikasikan ke suami. Ya, kan? Anyway, nggak perlu malu sih buat ngomong keinginan seksual ke pasangan. Kalau suka nonton, ada referensi film seru nih soal fantasi seksual: A Little Death. Tonton deh.

Baca: Diari Papi Ubii #12 ― Jangan Tonton 5 Film Bertema Keluarga Ini Bareng Keluargamu

Saya belajar banyak hal dari Grace tentang hubungan sex pascamenikah: Seks ngga cuma tentang bikin anak; seks bukan kewajiban, tapi kebutuhan dan keinginan; seks pascamenikah harus diusahakan; jangan pernah malu untuk mengutarakan keinginan in regards of sex; kamu harus tahu apa wildest fantasy pasangan kamu, and don’t judge; usahakanlah untuk mewujudkan maunya pasangan, tapi juga perlu mikir safe side; and don’t take sex for granted, even when you’re already married.

Indonesia ini kan sex educationnya parah ya? Terbukti dengan banyaknya praktek sunat wanita yang udah jelas-jelas nirfaedah, eeh tetep aja dilakoni. Terus, banyak sekali kasus penularan penyakit seksual, dan tingkat kehamilan usia dini. Maybe that’s why people think that sex and the conversations that follow should be avoided. Belum lagi stigma tabu yang melekat kuat. Kalau ngomongin seks bukan orang baik-baik lah. Saru lah. Apapun itu. Padahal seks itu kebutuhan primordial manusia, lho. Kenapa harus malu sih ngomonginnya? Apalagi ke pasangan sendiri. They’re your lifetime partner. Life is complicated already. Don’t make it worse by having sexual frustration.

And remember, sex should be fun, right?



Grace:

"Grace pun sebenernya nggak jelek-jelek amat kan"

Diksinya yaaaaa


Okay, so, itulah. Koentji nya adalah komunikasi sama pasangan. Apa-apa dalam pernikahan emang selalu balik ke komunikasi sih ya, gengs.

Have a nice day and have a nice sex life in marriage!

*halah*

Tambahan:

Ngingetin lagi aja, khususnya buat yang belum baca tulisan Sex Life After Marriage saya. Bukan berarti saya dan Adit menganggap aneh pasangan yang memutuskan berhubungan seks itu nggak terlalu penting yaa.

Udah saya state banget di postingan sebelumnya:

Pandangan tentang sex ini juga bisa beda-beda loh. Kalau kamu dan pasangan menganggap ini nggak penting-penting amat sehingga nggak perlu dicari jalan keluarnya karena yang penting satu sama lain menjalankan kewajiban sebagai orangtua dan pencari nafkah atau udah hepi dengan cuddling tanpa seks juga sah-sah aja.

Begicu.




Love,






15 comments:

  1. Banyak pasangan yg memutuskan utk gak punya anak, and that's ok.
    Lalu kalo ada pasangan yg memutuskan bhw hubungan sex ngga terlalu penting, kenapa dianggap aneh ya?
    Mengapa persepsinya selalu: indikasi pernikahan yg sehat adalah frekuensi hubungan seks yg memadai?
    Whyyy? #lebay

    Siapa tahu, seiring waktu memang kedua pihak (suami istri) sama2 merasa nyaman tanpa hub sex? Bhw saling berbagi isi hati sambil berpelukan di kasur itu sudah cukup?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ga kok. Dan itu udah aku state di postinganku yang Sex Life After Marriage:

      "Ini nggak bisa pukul rata sih. Depends on each spouse, komponen apa saja yang menurut kita penting dalam pernikahan."

      "Frekuensi ini nggak bisa sama juga untuk tiap pasangan. Ada yang ngerasa udah cukup dengan sebulan sekali, ya udah berarti nggak usah khawatir. Tapi kalau cuman sebulan sekali lalu dalam hati penginnya seminggu sekali, misal, ya komunikasikan sama pasangan."

      "Pandangan tentang sex ini juga bisa beda-beda loh. Kalau kamu dan pasangan menganggap ini nggak penting-penting amat sehingga nggak perlu dicari jalan keluarnya karena yang penting satu sama lain menjalankan kewajiban sebagai orangtua dan pencari nafkah atau udah hepi dengan cuddling tanpa seks juga sah-sah aja."

      Tapi thank you komen nya. Mungkin perlu aku masukkin juga tentang itu biar orang yang belum baca tulisan sebelumnya nggak salah tangkap seperti kamu :)

      Delete
    2. Thank you buat infonya.
      Soalnya di postingan Adit tulisannya begini:
      "Kami jadi jarang banget ML, and it felt fine, which was wrong."

      Kesannya adalah: "pasangan yang jarang ML dan merasa hal itu fine2 aja, pasangan itu salah."

      Delete
    3. It was wrong indeed, but for us, bukan maksudnya wrong untuk semua spouse. Wrong buat kami karena, dijelasin sama Adit di next sentences nya:

      "Seiring jarangnya berhubungan badan, ternyata ngefek juga ke cara berkomunikasi kami. Saya ngerasa jauh dari Grace, kayak berasa ada discontent yang menghantui. Cara menyelesaikan masalah kami juga jadi jelek banget."

      Jadi pas aku sama Adit sex life nya lagi anyep, kami jadi gampang berantem. Makanya kami took it seriously, begicu :)

      Delete
  2. Ku pun ketawa abis baca kalimat "Grace pun sebenernya nggak jelek-jelek amat kan" ������ tapi beruntunglah Mba Gesi punya suami yang sungguh open minded seperti Mas Adit. Langgeng selalu yaa ❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngeselin yaa hahahaha. Aminn, thank youuu, Mba Kikka :)

      Delete
  3. Wuah, 2 org ini keliatan bgt smartnya.. Seneng deh baca2 blognya. Btw mba gesi tanyain mas adit itu film A lil Death bisa didpatkan dimana? Wkwkwk

    ReplyDelete
  4. Mba Gesi Cantiiik kok :)
    bingung mau komen apa, wkwkwk

    ReplyDelete
  5. Wah sama banget. Pesen hotel kalau suami pas pulang. Kekekekwkwkw

    ReplyDelete
  6. Mbk gesi itu unyu banget mas adit. Berharap bisa tetap waras, cantik, sabar seperti mbk gesi dama, e, punya anak 2 💪

    ReplyDelete
  7. "Mari kita menghormati org yg tidak ingin punya anak". Oke... Gmn klo kita jg menghormati org yg memutuskan utk menikah muda krn takut berzina? BTW menurut pemahaman sebagian org menghindari zina jg bukan sekedar 'hanya'.
    Ah well, sy memilih menghormati mas adit Yg memiliki pendapat pribadi ��

    ReplyDelete
  8. Sbenarnya saya tidak mau koment dan cuma baca2 saja terutama saat membaca artikel Sex Life After Marriage, tapi hasrat koment saya muncul setelah judul artikel ini saya temukan.

    ceritanya seru dan membutuhkan keberanian, hahahah....sip..sip..sip. :)

    ReplyDelete
  9. Mas Adit, sungguh daku selalu kagum sama dikau wkwk. Seru banget tulisannya! Aku mau request topik boleh ya?

    Sebenarnya aku selalu penasaran pandangan orang lain, khususnya cowok, terhadap teman cowoknya yg sudah lama menikah tp belom punya anak. Aku selalu dengernya dari sisi cewek, biasya kan gocip gocip gicu... Kalo boleh aku mau denger opini mas adit :) makaci

    ReplyDelete
  10. Superbly written article, if only all bloggers offered the same content as you, the internet would be a far better place.. free porn tube

    ReplyDelete
  11. Does thinking about having "virtual" sex, online sound irresistible to you? The opportunity to anonymously (for by far the most part) gather and share a sexual encounter online, with minimal real life hang-ups, may seem to fascinate a great many internet users. That is were virtual worlds, like Second Life... Visit Here

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^