Showing posts with label Rubella. Show all posts
Showing posts with label Rubella. Show all posts
Thursday, January 24, 2019
Progress Ubii 6 Tahun 8 Bulan (Januari 2019)
Mau bikin new series ah di blog, buat nyeritain update progress Ubii. Hence, labelnya menjadi progress Ubii. Sungguh jauh dari ide kreatif 😂 Makasih yang kemarin pada ngasih ide ini yaaa.
Ini kejadiannya baru bulan ini, related to kognisi / pemahaman.
Wednesday, October 17, 2018
Anak Cacat Yang Dipelihara Negara
Apa iya? IYA kok. Apalagi kalau kebutuhan terkait kecacatannya itu menyangkut kesehatan seperti konsultasi dokter, terapi, dan obat. Dengan BPJS itu semua bisa didapatkan dengan gratis. Cukup bayar iuran BPJS per bulan dan effort jabanin prosedurnya dari awal, on repeat.
... walau ya emang nggak semua alat bantu yang dibutuhkan anak dengan disabilitas bisa dibayarin sama BPJS sih. Dan malah kemarin sempet ada aturan baru terkait terapi. Cuma boleh di RS yang ada dokter spesialis rehab mediknya, yang padahal TIDAK SEMUA rs punya dokter itu.
Thursday, September 6, 2018
"Tante, Ubii Kok Nggak Bisa Jalan Sih?"
Sebelum ada Aiden, rumah saya selalu sepi. Cuman ada saya, Adit, dan Ubii. Nggak pernah ada anak tetangga yang main ke rumah walaupun anak-anak di komplek kami lumayan banyak dan mereka tuh tipe yang suka main ke rumah tetangga lain yang punya anak sepantaran.
Mungkin mereka nggak tahu ya ada anak di rumah saya, atau mungkin ngerti tapi ya mikir mau main apa kalau sama Ubii, kan Ubii belum bisa diajak main bareng.
Monday, August 6, 2018
Diari Rubella #4: Diagnosa
Halo, gengs. Akhirnya saya ngelanjutin Diari Rubella lagi nih. Part 3: Kecurigaan udah publish sejak Maret dan baru sempet lanjutin Agustus wagelaseh, soalnya nyeritain flashback kaya gini tuh cukup draining sebenernya.
Seperti yang sebelumnya, kalau misal kalian baru pertama baca series Diari Rubella ini, saya saranin untuk baca dulu parts sebelumnya ya. Biar urut dan nyambung. Silakeun baca Diari Rubella #1: Kehamilan ― Diari Rubella #2: Persalinan ― Diari Rubella #3: Kecurigaan.
Wednesday, March 14, 2018
Diari Rubella #3: Kecurigaan
Hai hai! Akhirnya bisa update Diari Rubella untuk ngelanjutin yang kemarin. Kali ini di part 3, saya mau cerita tentang kecurigaan-kecurigaan saya ke Ubii dan proses penegakkan diagnosa Congenital Rubella Syndrome yang ternyata draining banget, physically and mentally.
Biar nyambung dan urut, saya saranin kalian baca Part 1: Kehamilan dan Part 2: Persalinan dulu yaa kalau belum baca.
Monday, March 5, 2018
Diari Rubella #2: Persalinan
Halo. Ini lanjutan dari Diari Rubella #1 edisi kehamilan kemarin ya. Buat yang belum tahu, di edisi Diari Rubella ini, saya akan cerita tetek bengek Ubii dan Congenital Rubella Syndrome nya. Mulai dari saat saya hamil, gejalanya, dampak-dampaknya apa ke Ubii, etc.
Kali ini yang akan saya ceritain adalah proses persalinan nya. Tapi, supaya nyambung, saya sarankan kalian baca dulu yang edisi kehamilan, oke oce cus.
Wednesday, February 28, 2018
Diari Rubella #1: Kehamilan
The perks of being health activist on Rubella issue: Sering banget dapet pertanyaan yang ILIL (itu lagi itu lagi ― maap garink): Dulu pas hamil gimana ceritanya kok bisa kena Rubella, kapan tahu Ubii Congenital Rubella Syndrome (CRS), kok awalnya bisa curiga gimana, etc.
Biasanya, saya pakai blog ini sebagai bantuan. Jadi saya tulis selengkap-lengkapnya di blog. Pas ada yang nanya, tinggal kasih link aja dan saya minta baca dari blog dulu. Ternyata saya oon nih. Pertanyaan-pertanyaan yang paling sering dilontarkan malah belum ada ceritanya di blog. Alhasil saya jadi nggak punya bala bantuan praktis.
Tuesday, July 11, 2017
Pesan Dari Ibu Yang Kena Rubella Saat Hamil
19 Mei 2012 adalah hari yang sangat mengubah hidup saya. Hari itu saya resmi jadi seorang ibu dari anak perempuan bernama Aubrey Naiym Kayacinta, yang saya panggil dengan nama mesra Ubii. Saya kira semuanya akan baik-baik saja dan menyenangkan. Ternyata nggak!
Di usia Ubii yang mendekati 6 bulan, baru saya tahu bahwa Ubii terdiagnosa dengan Congenital Rubella Syndrome karena saya kena Rubella saat hamil. Itu membuat Ubii terlahir tuli, punya kebocoran jantung, pengapuran otak, retardasi psikomotorik / cerebral palsy. Pikiran yang pertama muncul adalah, "Anak ku cacat dan Tuhan jahat."
Baca: Tentang Anakku, Ubii
Baca: Tentang Anakku, Ubii
Thursday, July 6, 2017
Shoot Iklan Layanan Masyarakat Imunisasi Measles Rubella
Iklan layanan masyarakat imunisasi MR (Measles Rubella). Iya, saya bakal nongol di iklan hahahahahaha. Nggak tahan banget rasanya kepengin buru-buru ceritain behind the scene nya karena this experience was totally new dan bikin campur aduk banget!
Seperti yang kita tahu, pemerintah akan mulai menjalankan program vaksinasi MR mulai 1 Agustus nanti. Eh, udah tahu kan? Nanti saya jembreng juga deh info nya yah. Nah biar infonya nyebar, banyak media promosi dan informasi nya, one of them is iklan layanan masyarakat di televisi.
Thursday, December 1, 2016
Progress Ubii di Usia 4,5 Tahun
Progress Ubii di Usia 4,5 Tahun. Sebenernya saya seriiingg banget cerita tentang Ubii di media sosial saya. Tapi masih ada aja yang nanya gimana progress Ubii sampai saat ini. Saya anggap itu suatu bentuk cinta dan perhatian untuk Ubii dan ikhtiar kami. Thank you very much, ya :)
Terus saya jadi kepengin menjembreng semua progress Ubii di usia 4,5 tahun jadinya di blog, biar bisa lengkap ceritanya dan nggak terbatas karakter seperti kalau update di Instagram atau Twitter. Tapi kayanya bakalan panjang nih. Semoga nggak bosan ya.
Here goes.
Friday, February 27, 2015
Mengisi Mommies Daily Lunch Bersama Mothercare
Hola! Ini hari ke-dua saya pasca keluar dari rumah sakit dan saya sudah beredar. Hahaha. Yap! Hari ini saya dipercaya mengisi Mommies Daily Lunch, atau singkatnya #MDLunch, bersama Mothercare. Tema besar nya adalah Keeping Your Baby Safe From The Start. #MDLunch ini bertempat di X.O Suki Restaurant Ambarrukmo Plaza.
Acara dibuka oleh Mba Lita dari Mommies Daily. Para mommies sudah ambil makanan masing-masing. Jadi bener-bener nyantai yah, makan sambil nyimak. Mba Lita cerita tentang sejarah singkat *apeu* MDLunch. Ternyata udah satu tahun event ini jalan. Then memperkenalkan diri (berikut social medianya hahaha) dan tema obrolan kali ini. Lalu saya mulai berbagi cerita..
Tuesday, February 17, 2015
Hamil Dengan Riwayat TORCH
Yes, you read it right. Kali ini saya mau cerita ABC nya hamil dengan riwayat TORCH. Ini bukan mau menggurui, tapi sekedar sharing pengalaman saja. Pengalaman siapa? Pengalaman saya sendiri. Pengalaman saya saat hamil Ubii? Of course NOT, karena saat itu saya sama sekali ENGGAK tau kalau saya terinfeksi Rubella yang masuk dalam kelompok TORCH. Lalu? Yes. Ubii mau punya adek. Bahahahahaha. Ini ketawa tengah-tengah. Antara seneng tapi juga galau. LOL.
Pertanyaan pertama: Memangnya kamu sudah berencana kasih Ubii adek?
Jawaban: Belum. Malah lagi sama sekali nggak mikirin itu.
Pertanyaan kedua: Lhah, terus kok bisa hamil?
Jawaban: Iya, kebobolan (Kebobolan atau kesundulan sih istilahnya?)
Pertanyaan ketiga: Lhah, emang nggak KB?
Jawaban: Enggak. KB denk, KB kondom dan tissue -___- (Lhoh itu termasuk KB, kan?)
Pertanyaan keempat: Udah tau belum siap punya anak dan belum pengen, kenapa nggak KB spiral?
Jawaban: Err.. go judge me lah. :D
Sunday, January 11, 2015
Ujian Bernama Implan Koklea
Seorang dosen favorit saya suatu saat pernah bikin status, "If life were easy, what's the point of living?" Setuju, nggak? Saya sih setuju. Ujian dan tantangan dalam kehidupan membuat hidup lebih berwarna. Membuat saya menyadari apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi ujian tersebut dan melakukan usaha semaksimal mungkin untuk bisa lulus dari ujian itu.
Ujian terbesar dalam hidup saya dimulai saat mengetahui bahwa Ubii positif Congenital Rubella Syndrome dengan segala dampak yang mengikuti: kebocoran jantung, retardasi psikomotor, gangguan pendengaran/tuli sangat berat, dan mikrosefali. Tuhan Maha Baik, dalam menghadapi ujian itu, keluarga nggak pernah lepas tangan. Mereka selalu mendukung, baik berupa moril dan materiil. Kalau nggak ada keluarga (orangtua, mertua, nenek, dan lain-lain), entah apa kami masih bisa kuat. Tuhan Maha Menolong. Kebocoran jantung Ubii tipe PDA dan ASD pelan-pelan menutup dengan sendirinya, tanpa butuh treatment berupa operasi apa pun.
Tapi, bukan berarti kami sudah lulus ujian. Ketinggalan motorik dan kognitif Ubii bisa dibilang masih cukup jauh. Di usianya yang hampir 3 tahun (Mei 2015), Ubii masih belum bisa duduk sendiri dari posisi tidur/telentang. Menyeimbangkan badan saat didudukkan - ia sudah bisa. Namun, proses menuju duduk - ia belum bisa. Saya hitung-hitung, ini sudah hampir 20 bulan Ubii menjalani fisioterapi dengan agenda belajar duduk. Masih belum membuahkan hasil. Kata dokter, sebetulnya tangan, kaki, dan punggung Ubii sudah kuat/baik. Masalah utamanya adalah di otak. Otak Ubii, dengan pengapuran dan pembengkakan di beberapa area, ternyata belum bisa memerintahkan anggota tubuhnya untuk duduk. Masalah ada di command center, which is as we know, di otak. Ubii belum bisa mengingat bagaimana proses duduk. Jadi, satu-satunya jalan adalah, jangan berhenti fisioterapi, which we're doing continuously.
Sunday, December 21, 2014
Grace Melia & Rumah Ramah Rubella di Liputan 6 SCTV
Puji syukur, diberi kesempatan sekali lagi untuk memperkenalkan Rumah Ramah Rubella melalui media, tepatnya media tipih. Lagi-lagi, datangnya nggak saya duga. Begini ceritanya. Oktober 2014 lalu, Rumah Ramah Rubella berulangtahun yang pertama. Sebagai bentuk syukuran sederhana, kami mengadakan Toys Charity di mana kami mengumpulkan donasi berupa uang dan mainan bekas layak dimainkan kemudian kami bagikan ke anak-anak difabel di Rumah Ramah Rubella. Saya sebar pamfletnya di mana-mana. Ya di Facebook, Twitter, WhatsApp, dan Path. Rupanya, ada kakak angkatan saya semasa kuliah yang ikut membagikan infonya ke teman-temannya. Ndilalah, salah satu temannya ada yang berprofesi sebagai reporter untuk program Liputan 6 SCTV. Puji syukur, Mas Dika, sang reporter, tertarik untuk mengenal saya lebih lanjut dan juga Rumah Ramah Rubella. Jadilah, saya dikontak sore-sore untuk arrange jadwal taping dan interview. Lesson learned: Tuhan selalu bukakan jalan lewat tangan-tangannya yang nggak pernah kita duga. Thank God.
Saturday, August 30, 2014
Mimpi untuk Kesehatan Indonesia
Puji syukur, tulisan ini diapresiasi sebagai
20 Karya Terbaik - Lomba Blog Mimpi Properti
21 September 2014, Taman Ismail Marzuki, Jakarta
![]() |
Dok. @Eka_Fikry |
***
Mimpi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, adalah angan-angan. Sedangkan mimpian adalah cita-cita yang mustahil atau susah dicapai. Benar, sesuatu tanpa upaya nyata memang hanya akan berakhir menjadi mimpi di siang bolong.
![]() |
Sumber |
Friday, August 29, 2014
Make an Impact, Save a Baby
Cerita ini bermula kira-kira awal Mei lalu (tsaah kayak mau dongeng ajah). Awal Mei kemarin, ada mas-mas yang mengkontak saya via Facebook message. Namanya Mas Cixo dari Siloam Hospitals. Ia bilang kalau Siloam Hospitals pengen mengundang saya menjadi narasumber dalam acara TORCH mereka. Tentu dong saya bersedia. Apa pun acaranya dan siapa pun yang mengundang, asalkan berhubungan dengan TORCH dan bisa bermanfaat, saya pasti mau banget mengusahakan.
Long story short, setelah tim Siloam berembuk, mereka menyepakati kalau acara talkshow akan berupa taping di studio Berita Satu TV dan talkshow itu akan ditayangkan di channel Berita Satu TV. So, saya harus ke Jakarta dong. Dan kebetulan banget ya, saat itu saya memang lagi ada wacana untuk bawa Ubii ke Jakarta karena kami perlu menyervis alat bantu dengar Ubii di hearing centre di bilangan Jakarta Timur. So, yeah, Jakarta, we're coming! :))
Tuesday, January 7, 2014
'Bersyukur Buah Hatiku Masih Bisa Melihat Dunia' di Tabloid Wanita Indonesia
![]() |
Credit |
Blog post kali ini masih berlabel #GraceOnMedia. Ini cerita saya di media yang terakhir sampai saat ini. Tapi semoga suatu saat dapat kesempatan lagi. AMIN. :)
Kemunculan saya di Tabloid Wanita Indonesia ini lagi-lagi diawali dengan hadirnya saya di Press Briefing #TitikBalik Manulife. Puji Tuhan. Event yang menyenangkan tersebut membuka banyak pintu untuk saya; bisa masuk di beberapa media, jalan-jalan di Mall besar Jakarta, dan berkenalan dengan banyak kawan baru yang hebat-hebat. Saya datang ke acara tersebut padahal hanya ingin memenuhi undangan dan ingin menceritakan Rumah Ramah Rubella. Sungguh, ini adalah berkat yang luar biasa besar di tahun 2013. Terimakasih Tuhan.
Mbak Riana, reporter Tabloid Wanita Indonesia yang menulis cerita tentang saya ini, mewawancarai saya via telepon. Pembicaraan kami santai. Banyak tawa dan canda yang menemani perbincangan kami. Mbak Riana juga terbilang well-prepared. Buktinya, ia menyodorkan banyak pertanyaan yang bagus dan informatif. Mbak Riana mengetik jawaban saya sambil berbicara di telepon. She's one multitasking girl, I suppose. :) Mbak Riana juga mengulas cerita saya dengan lengkap; mulai dari awal perjalanan saya, awal penerimaan saya terhadap kondisi Ubii, dan yang terpenting, tentang Rumah Ramah Rubella. Hal terakhir ini lah yang paling saya tunggu-tunggu. Semoga Rumah Ramah Rubella bisa menggandeng lebih banyak lagi orangtua untuk berbagi bersama. Semoga para orangtua yang merasa sendiri dan bingung atas kondisi buah hatinya bisa menemukan komunitas ini karena mereka butuh dukungan. Namun, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi. Di Tabloid Wanita Indonesia disebutkan bahwa saya sudah tahu kondisi Ubii sejak ia masih berada dalam kandungan. Sebenarnya nggak begitu. Saya baru mengetahui dengan pasti bahwa Ubii terkena Congenital Rubella Syndrome saat ia sudah berusia 5 bulan. But it's okay. Humans make mistakes, don't they? :)
Mimpi apa saya melihat cerita tentang saya ditampilkan di dua halaman penuh? Ya Tuhan, rasanya sungguh luar biasa. Bercampur aduk antara senang, nggak percaya, speechless, terharu, dan bangga pada diri sendiri. Bangga yang saya rasakan bukan bermaksud sombong. Sungguh. Saya bangga karena ternyata saya bisa bangkit dari keterpurukan atas kondisi Ubii. Tentunya itu semua nggak lepas dari dukungan banyak pihak; orangtua, mertua, saudara, om, tante, dosen, dan teman-teman, baik secara moril mau pun materiil. Nggak mungkin saya bisa sekuat ini dan dikisahkan dalam rubrik Kisah Sejati di Tabloid Wanita Indonesia tanpa adanya support dari mereka semua.
Saya ingin menuliskan cerita saya dalam rubrik Kisah Sejati di Tabloid Wanita Indonesia yang terbit tanggal 19 Desember 2013 itu di sini. Siapa tau ada yang penasaran dan sudah nggak bisa nemu di agen koran lagi. Hehehe. So, this is it, 'Bersyukur Buah Hatiku Masih Bisa Melihat Dunia' dalam Tabloid Wanita Indonesia.
Note: Nama lengkap saya yang salah, saya betulkan.
***
Kehamilan sering dianggap sebagai momen yang menjadikan seorang wnaita sempurna sebagai wanita. Begitu pun yang dirasakan Grace. Hingga kemudian dia berubah marah pada Tuhan saat buah hatinya divonis mengidap Congenital Rubella Syndrome (CRS) yang membuat putri cantiknya mengalami kebocoran jantung dan terganggu pendengarannya. Namun kemudian ia sadar, Tuhan pasti punya rencana yang indah dibalik setiap musibah. Dengan keyakinan itu ia mendirikan Rumah Ramah Rubella.
Kini, wnaita cantik itu sudah bisa tersenyum tulus menghadapi liku hidupnya. Ia memandang semua dengan kacamata keindahan. Itulah yang terpancar jelas di wajah putihnya saat menjumpai WI awal Desember lalu. Senyum tulusnya terpancar saat menyambut dengan sapaan ramahnya.
Selanjutnya dengan suara lembutnya Grace membagi kisah hidupnya.
MENJALANI BAHTERA RUMAH TANGGA DI USIA BELIA
Perkenalkan, namaku Grace Melia Kristanto, biasa disapa Grace. Usiaku kini 24 tahun. Saat kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, aku sudah sering membayangkan, jika lulus kelak, aku ingin meniti karier di tempat yang keren. Puji syukur setelah lulus aku mendapat pekerjaan yang kuharapkan di Kalimantan.
Namun kemudian aku galau. Kalau aku ambil kesempatan ini berarti aku harus berjauhan dengan kekasihku yang masih menempuh pendidikan di Yogyakarta. Entah kenapa aku agak khawatir menjalani hubungan jarak jauh. Karenanya, saat aku menginjak usia 22 tahun, aku memutuskan untuk melepas masa lajang, bahagia dipersunting kekasih yang kucinta, Aditya Suryaputra.
Menghadapi bahtera rumah tangga di usia yang masih cukup muda memaksaku untuk berlatih mandiri. Berbekal pengetahuan dari kedua orangtua, aku menjalani dan menikmati masa-masa indah menjadi seorang istri. Sambil menemani suamiku melanjutkan pendidikan S2 di Yogyakarta, aku sibuk menulis dan mencurahkan hari-hariku dalam blog pribadiku. Oh ya, aku memang hobi menulis.
Tak lama setelah menikah, rupanya Tuhan langsung memberikan kepercayaan padaku untuk mengandung buah hati kami. Trimester pertama kehamilan tidak terlalu menyulitkan. Aku tidak mengalami morning sickness yang berlebihan. Mungkin karena aku juga sangat antusias dengan kehamilan ini.
Namun kondisi sangat berbalik ketika menginjak usia kandungan 5 bulan. Aku stres sekali. Tidak hanya secara emosional, fisikku pun sering mengalami gangguan seperti demam, nyeri, bahkan lemas. Bawaannya nggak pengin ngapa-ngapain, maunya tiduran saja.
Demam menurun, masalah berganti dengan munculnya bintik-bintik merah di sekujur tubuhku. Tak mau tinggal diam, suamiku yang melihat kepanikanku turut khawatir dan mengajakku periksa ke dokter.
Aku makin kebingungan, karena dokter mengatakan aku tidak sakit. Demikian juga dengan bayiku, katanya baik-baik saja. Merasa masih aman, aku sama sekali tidak mengkhawatirkan kondisi bayi dalam kandunganku.
Namun lama-kelamaan aku lebih sering mengalami nyeri dan demam. Akhirnya aku mencari alternatif pendapat dengan berkonsultasi pada dokter kandungan lain. Sampai tiga dokter kandungan yang aku kunjungi, namun hasilnya nihil. Tidak ada yang mengatakan aku sakit.
Akhirnya, aku mulai mencari tahu sendiri dengan melakukan tes darah. Rupanya aku terkena virus TORCH. Dalam pencarian aku menemukan artikel yang mengatakan bahwa virus itu sangat berbahaya bagi bayiku. Di Indonesia belum banyak ibu hamil yang mengetahui virus ini. Jujur, belum pernah aku mendengar tentang virus TORCH.
SEMPAT MARAH SAMA TUHAN
Aku bertahan dan berusaha berpikir positif, menghilangkan kekhawatiran dalam hatiku. Hingga akhirnya usia kandunganku mencapai 9 bulan, waktuku untuk melahirkan. Sebenarnya aku ingin melahirkan secara normal. Namun karena dokter melihat ada pengapuran, akhirnya diputuskan untuk diambil tindakan sesar. Apapun caranya, aku bersyukur bayiku lahir dengan selamat.
Bayi perempuan mungil nan menggemaskan itu kemudian kami beri nama Aubrey Naiym Kayacinta. Nama ini sengaja aku pilih karena memiliki arti yang bagus. Aubrey berarti penuh belas kasih, Naiym kuambil dari bahasa Ibrani yang artinya kesayangan Tuhan. Sedangkan Kayacinta artinya aku berharap anakku dicinta oleh banyak orang.
Bayi mungil itu membuat hari-hariku dan suami lebih berwarna. Sampai akhirnya kami menyadari ada yang aneh padanya. Bayiku terus menerus menangis, hanya terdiam saat tidur. Tubuhnya pun terlihat kurang aktif bergerak seperti kebanyakan bayi lainnya.
Kelahiran Aubrey adalah anugerah, namun arti anugerah itu kemudian sempat bergeser menjadi sebuh musibah karena anakku divonis mengidap Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS berasal dari virus Rubella yang menyerang kehamilanku pada trimester ketiga (harusnya pertama). Rubella adalah virus dalam kelompok TORCH, sungguh virus yang jahat karena menyebabkan anakku terkena kebocoran jantung, gangguan pendengaran sangat berat, retardasi psikomotorik, dan radang otak.
Aku marah sama Tuhan, mugnkin itulah perasaanku saat mendnegar Aubrey harus terkena virus Rubella. Aku bingung, aku marah sama Tuhan, kenapa kok tega ngasih cobaan segitu beratnya. Usiaku masih muda, masih banyak rencana ke depan yang ingin aku jalani bersama dengan anakku.
Kekesalanku tidak berhenti sampai di situ, aku menjadi pribadi yang mudah emosi bahkan suamiku pun kena getahnya. Dari situlah muncul konflik-konflik kecil yang lama kelamaan membuat hubunganku dengan suami merenggang.
Belum hilang rasa lelahku, kedua orangtua ku ikut bingung harus berbuat apa. Virus itu memang belum banyak diketahui sehingga mereka tidak tahu harus bagaimana selain menangis dan meratapi nasib.
Di balik semua keluh kesah dan air mataku, aku masih menyimpan sejuta tanya pada Tuhan. Sepanjang malam aku terus berdoa supaya aku bisa mengatasi ini semua. Karena selain marah, aku yakin Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar batas umatnya.
Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Rubella, aku masih besyukur karena anakku tidak kehilangan indra penglihatannya. Itu artinya, Tuhan masih memebrikan kesempatan padaku untuk bertatapan langsung dengannya. Ah, kalau begini, satu indra saja terasa sangat berarti.
Sebetulnya aku masih menyimpan sedikit rasa kecewa pada para dokter anak yang kala itu menanganiku. Semua sama sekali tidak memebritahukan masalah dan bahaya Rubella. Sudah sekitar 4 hingga 5 dokter yang aku hubungi dan mereka memberikan pernyataan yang sama. "bayinya tidak apa-apa, mungkin belum banyak bergerak karena usianya juga belum aktif untuk melakukan banyak kegiatan. Lagian ibu juga masih muda kan, wajar kalau trauma masalah seperti ini," begitu kata dokter.
RUMAH RAMAH RUBELLA
Rasa putus asa sesekali memang masih menghantui, tapi aku sadar harus segera musnahkannya demi kesembuhan putriku. Bersamma suami, kami mulai rajin membawa Aubrey berobat. Kami mengajaknya melakukan fisioterapi tiga kali seminggu. Tujuh macam obat, empat kali sehari dan konsultasi ke dokter syaraf anak, sudah menjadi makanan harian bagi kami.
Jika awalnya aku sempat marah pada Tuhan, namun akhirnya aku mulai kuat. Aku bisa bangkit dan percaya bahwa dunia itu indah. Aku pun terinspirasi untuk berbagi cerita Aubrey lewat tulisan. Tak ada maksud lain, aku hanya ingin mengingatkan agar orangtua lebih waspada dalam perencanaan kehamilan.
Aku dihadapkan pada realita yang mencengangkan. Rupanya sama sepertiku, banyak orangtua yang awam tentang TORCH, baik tentang akibat dan pencegahannya. Banyak yang memilih tidak memproteksi kehamilannya karena biaya screening TORCH dan vaksin MMR dirasa mahal. Tak hanya itu, banyak pula yang terlanjur memiliki anak dengan TORCH tapi tidak tahu harus bagaimana.
Sementara itu minimnya alokasi dana dari dinas kesehatan utnuk anak TORCH kongenital juga menjadi salah satu kendala. Sosialisasi dari narasumber kesehatan serta dinas kesehatan mengenai TORCH pun masih sangat minim. Bahkan biaya untuk mengobati dampak TORCH pun tidak tercover asuransi.
Kenyataan-kenyataan demikian kemudian menggelitik hatiku. Apa yang bisa kulakukan? Membantu dalam segi biaya, tentu tak mungkin karena aku masih membutuhkan banyak biaya untuk Aubrey. "Lalu apa?" tanyaku dalam hati.
Aku kemudian terpikir untuk menghadirkan Rumah Ramah Rubella. Ini adalah salah satu bukti kepedulianku terhadap ibu-ibu hamil yang belum tahu banyak soal TORCH dan bahayanya. Meski baru aku rintis sejak bulan Oktober lalu, namun aku tidak menyangka bahwa jumlah anggotanya sudah mencapai 285 orang. Terdiri dari ibu-ibu muda yang hamil.
Rumah Ramah Rubella adalah komunitas terbuka yang diperuntukkan khususnya bagi para orang tua dengan anak yang terkena Congenital Rubella Syndrome. Orang tua yang sekedar ingin tahu apa itu Congenital Rubella Syndrome dan dampaknya atau ingin tahu tentang fisioterapi, pengasuhan, dll dan ibu dengan anak yang spesial juga boleh bergabung. Di sini kita semua berbagi, belajar, dan berkeluh kesah bersama mereka yang memiliki pengalaman yang sama soal TORCH.
Filosofinya sederhana, Rumah adalah di mana kita memiliki anggota keluarga. Ramah adalah attitude yang kita harapkan antar anggota keluarga. Rubella mengacu pada virus Rubella yang menyatukan perjuangan kami. Harapanku, di rumah ini dapat menyosialisasikan TORCH, berbagi informasi seputar pengobatan dampak TORCH dan membantu mencari donatur untuk meringankan beban biaya yang kurang mampu.
Komunitas ini sebetulnya lahir dari hobiku menulis di blog mengenai bahaya TORCH. Lambat laun, banyak respon masuk dan akhirnya kami semua saling bertukar informasi serta pengalaman kesehatan terutama mengenai TORCH.
SEDIKIT-SEDIKIT LAMA-LAMA JADI BUKIT
Aku belum berbuat sesuatu yang besar. Aku hanya ingin bilang bahwa kita semua punya kuasa penuh untuk membuat musibah apa pun dalam hidup kita bertransformasi menjadi berkat bagi diri sendiri dan orang lain.
Rencananya,, tahun depan Rumah Ramah Rubella akan semakin giat mengampanyekan TORCH. Dengan mengadopsi prinsip komunitas pengumpul koin, Coin A Chance, kami akan membuat celengan Rumah Ramah Rubella dan turun ke jalan.
Harapan kami, tentunya masyarakat tidak merasa terlalu terbeban dengan dimintai donasi berupa koin. Kesempatan ini juga akan digunakan untuk menyosialisasikan TORCH, mulai dari pencegahan, dampak pada janin, hingga penyembuhan dampaknya.
Aku juga mengagendakan untuk mendekati dinas kesehatan dan WHO guna mendukung misi ini. Meski sibuk dengan komunitas ini, aku juga kini tengah mempersiapkan buku yang berisi tentang cerita Aubrey dan Rubella. Sejauh ini prosesnya sudah mencapai 95%. Setelah terbit nanti, rencananya beberapa persen hasil penjualan buku akan disumbangkan pada Rumah Ramah Rubella.
Prinsip sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit aku yakini benar. Marilah kita membuat perubahan mulai dari lingkup terkecil. Walau dimulai dari hal kecil asal ditekuni dengan kesungguhan, niscaya akan bermanfaat. Hidup sungguh terlalu berarti untuk dihabiskan dengan menyenangkan diri sendiri. Mari buat perubahan!
***
Friday, January 3, 2014
'Gigih Membesarkan Anak yang Terpapar Virus Rubella' di Kompasiana[dot]com
![]() |
Credit |
Halo halo halo. Wuih, hari ini saya sedang bersemangat blogging. Hehehe. Blog post kali ini masih bercerita tentang kemunculan saya di media. Huehehe. Semoga belum pada bosan *senyum manis*
Kemunculan di Kompasiana[dot]com ini lagi-lagi dibukakan jalannya oleh event Press Briefing #TitikBalik Manulife yang diselenggarakan di Kota Kasablanka 5 Desember 2013 silam. Berbeda dengan Mbak Anna dari Kompas[dot]com yang mengirimkan beberapa pertanyaan untuk saya jawab via email, penulis artikel ini, Mas Harja Saputra, nggak melakukan itu. Mas Harja menuliskan artikel ini hanya dari cerita saya yang saya ikutkan dalam kampanye #TitikBalik dan dari beberapa jawaban yang saya berikan atas pertanyaan MC acara tersebut, Mbak Desy Novianti.
Meski begitu, saya pribadi menyukai artikel yang ditulis oleh Mas Harja ini. Mas Harja nggak hanya menulis tentang saya dan bagaimana perjuangan kami menghadapi Congenital Rubella Syndrome pada Ubii, tapi juga memberikan fakta mengenai virus Rubella menurut WHO. Tentu ini adalah nilai tambah bagi sebuah artikel, at least for me. Jadi pembaca juga dapat mendapatkan informasi seputar virus Rubella secara objektif dari sudut pandang medis, nggak hanya dari saya sebagai ibu yang bersentuhan langsung dengan Rubella. Selain itu, Mas Harja juga melengkapi artikel ini dengan beberapa foto yang apik. Apik karena saya terlihat nggak gendut-gendut amat. Hahaha. No, that was a joke. Saya suka cara Mas Harja menampilkan foto saya; dari angle maupun dari caranya meng-highlight foto tulisan saya. Saya nggak tahu apa istilahnya dalam fotografi, tapi fotonya bisa dilihat di akhir blog post ini. :)
Dari segi koreksi, Mas Harja juga saya acungi jempol. Awalnya Mas Harja menulis panggilan saya adalah Meli. Saya geli aja sih membacanya. Rasanya aneh membayangkan nama panggilan saya Meli. Hehehe. Kemudian saya iseng memberi komentar di bawah tulisan Mas Harja. Saya bilang kalau panggilan saya adalah Grace. Nggak sampai setengah jam, Mas Harja mention saya di Twitter untuk memberitahukan bahwa nama saya sudah dikoreksi. Padahal saya nggak berharap sampai sejauh itu loh. Sungguh. Thanks anyway, Mas Harja! :)
Ada yang ingin membaca artikel Mas Harja dengan judul 'Gigih Membesarkan Anak yang Terpapar Virus Rubella' itu? Monggo :)
***
"Gusti mboten sare", Tuhan tidak tidur, kasih sayang-Nya senantiasa menaungi seluruh alam semesta ini, tidak terkecuali bagi ciptaan-Nya, manusia.
Hal ini yang dirasakan seorang Gracie Melia Christanto (Grace), baginya hidup berjalan begitu sempurna mengalir tanpa halangan yang berarti. Mimpi untuk menjadi seseorang yang bisa berguna bagi banyak orang telah terwujud, menjadi english trainer untuk pekerja tambang pada sebuah perusahaan besar, juga impian tentang cinta, mencintai dan dicintai, kemudian membentuk sebuah keluarga yang bahagia telah ada dalam genggamannya. Lalu selesai?
Ternyata semua itu belum selesai. "Berguna bagi banyak orang" ia temukan bukan ketika dia bekerja pada perusahaan besar, bukan juga ketika dia mengabdi mengajarkan bahasa Inggris kepada para pekerja tambang. "Berguna" itu ketika hidup mengantarkannya pada sebuah titik-balik, buah cintanya terkasih, Aubrey Naiym Kayacinta (Ubii) didiagnosa mengidap penyakit Congenital Rubella Syndrome (CRS).
Jika sebuah titik balik pada banyak kisah-kisah inspiratif yang terjadi di seluruh dunia ini acapkali berujung manis, bagi seorang Gracie Melia Christanto semuanya terbalik 180 derajat. Buah hatinya Ubii, mengalami penyakit jantung bawaan, kehilangan pendengaran, dan gangguan sistem motorik baik yang halus maupun kasar, hingga masalah berat badan. Semua penyakit ini akibat terpapar virus rubella.
Virus rubella, menurut WHO dalam Fact sheet N°367 bukanlah sebuah virus yang berbahaya jika menyerang, virus ini hanya menyebabkan demam pada bayi dan anak-anak, namun lain halnya jika virus ini menyerang ibu hamil muda, "When a woman is infected with the rubella virus early in pregnancy, she has a 90% chance of passing the virus on to her fetus. This can cause miscarriage, stillbirth or severe birth defects known as CRS (congenital rubella syndrome). Children with CRS can suffer hearing impairments, eye and heart defects and other lifelong disabilities, including autism, diabetes mellitus and thyroid dysfunction."
Kondisi yang sangat berat dan mengguncang bagi siapapun yang mengalami, sebuah titik balik yang tidak akan dipilih oleh siapapun juga jika bisa memilih.
Namun inilah hidup, dan seorang Gracie Melia Christanto sudah ditetapkan untuk menjalaninya. Tuhan tahu ia pasti bisa serta mampu menjalankannya.
Adilkah Semua Ini?
Mengundurkan diri dari pekerjaan adalah suatu hal yang pertama diambilnya, fokus akan pengobatan sang buah hati menjadi sebuah prioritas utama. Ketika ia mengalami itu, satu kata yang terlontar bernada protes "Kenapa Tuhan begitu jahat pada saya??"
Sedih dan juga frustasi, sedih menghadapi semua ini, dan frustasi tidak terbiasa diam di rumah. Namun tanpa dia sadari alam ini begitu bijak menyapanya dalam kesedihan, perlahan pikirannya mulai terbuka.
"Kalau saya lemah siapa lagi yang mampu menahan beban semua ini", ujar Grace.
Menulis adalah senjata utama dalam mengusir semua rasa emosi-emosi yang mengendap, dari sini barulah dia sadari ternyata banyak sekali kondisi-kondisi persis seperti yang dia alami. Semangat berbagi, semangat saling menguatkan, semangat saling membantu telah hidup dalam dirinya. Hingga sampai tulisan-tulisan itu dibaca oleh produser TV nasional dan mengundangnya untuk menjadi narasumber, hanya satu tujuannya sekarang yaitu, keinginan untuk memberikan sebuah kesadaran akan bahaya CRS bagi banyak orang, apa yang harus dilakukan para wanita sebelum hamil.
Rumah Ramah Rubella kemudian berdiri berdasarkan sebuah gagasan dia bersama dua orang temannya, sebuah komunitas yang saling berbagi informasi tentang dampak dan cara-cara menghadapi penyakit CRS ini, dan tentu saja menggerakkan donator bagi para penderita CRS yang kurang mampu, mengingat biaya pengobatan masih tergolong mahal.
Inilah kisah titik balik bagi seorang Gracie Melia Christanto, ketika impiannya "berguna bagi banyak orang" telah menetapkan dia berada pada jalan ini. Ia juga dinobatkan sebagai salah seorang Pemenang "Kisah Titik Balik Terinspiratif" yang diadakan oleh Manulife bersama 2 orang lainnya yang mempunyai cerita tak kalah menarik, Kamis (5/12), di Mall Kota Casablanca.
Kampanye Titik-Balik
Kampanye kisah inspiratif yang bertema titik-balik (turning point) ini merupakan program edukasi dari dan untuk masyarakat yang diadakan oleh Manulife sejak bulan September 2013. Ada 1.118 kisah titik-balik yang merupakan kisah nyata masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.
Melalui kampanye Titik Balik, Manulife Indonesia menemukan dua hal utama yang paling diperjuangkan oleh masyarakat:
"Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang paling diyakini dapat meningkatkan taraf hidup di masa depan," ujar Nelly Husnayati, Vice President Director & Chief Agency, Employee Benefits & Sharia Officer, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.
"Itu sebabnya, pendidikan dan kesehatan menjadi sumber inspirasi luar biasa bagi masyarakat untuk bangkit dari apapun tantangan dan rintangan hidup yang dihadapi".
Menurut Alexander Sriewijono, psikolog UI yang ikut berpatisipasi dalam kampanye, ia menuturkan pada saat talkshow bahwa kisah titik-balik adalah cerita yang memberikan semangat saat semuanya berbalik arah. Lebih dari 1.000 kisah Titik Balik yang terkumpul merefleksikan semangat masyarakat yang luar biasa untuk maju.
"Kumpulan kisah Titik Balik ini sangat powerful untuk menyemangati kita. Belajar dari kisah-kisah nyata ini, kita harus yakin bahwa apapun tantangan yang dihadapi, tiap orang mampu meraih masa depan yang lebih baik asalkan disertai niat yang lurus, kesungguhan dan perjuangan yang konsisten", ujar Alex.
Kisah-kisah ini bukan sekedar penghias memori, bernostalgia dengannya, atau hanya sarana untuk mengeluh, dan mengasihani diri sendiri. Kisah inspiratif adalah kisah yang dapat lebih menggugah rasa empati, kita seperti mendengarnya dari seorang kawan kita sendiri yang sedang "curhat". Kita bisa merasakan atmosfir kesedihan, kita bisa merasakan emosi dan kegalauan yang mendalam.
"Bahkan saya mungkin tidak akan kuat. Air mata saya ini menetes kalau mbak Grace meneruskan ceritanya. Hati saya begitu nelangsa begitu mendengar kalimat, "Kenapa Tuhan jahat sama saya?", tambah Alex.**
***
Thursday, January 2, 2014
'Melepaskan Mimpi demi Kesehatan Si Buah Hati' di Kompas[dot]com
![]() |
Credit |
Sebenarnya Mbak Anna ingin bertanya-jawab sedikit dengan saya di acara Press Briefing #TitikBalik Manulife seusai acara. Apa daya, saya terburu-buru karena ada 2 teman saya yang menunggui. Akhirnya kami bertukar email saja.
Untung hari itu saya mengecek folder Spam, ternyata email Mbak Anna masuk di folder tersebut. Hihihi. Segera saya balas. Esoknya Mbak Anna mengirimkan permintaan untuk berteman di jejaring Facebook dan meminta izin untuk menyimpan beberapa foto saya untuk artikelnya. Boleh dong pastinya. :)
Besoknya, tepat tanggal 13 Desember, bertepatan dengan tanggal hari pernikahan saya, artikel tentang saya yang ditulis oleh Mbak Anna sudah muncul di website Kompas[dot]com. I personally love what she wrote. Ternyata Mbak Anna menyempatkan mengunjungi blog Letters to Aubrey saya dan menuliskan beberapa baris kalimat yang saya tulis dalam blog. Terasa sekali Mbak Anna benar-benar berusaha untuk menulis artikel yang bagus dan lengkap. Mbak Anna juga tak lupa menceritakan tentang Rumah Ramah Rubella, komunitas yang saya bentuk untuk mewadahi para orangtua dengan anak yang terinfeksi TORCH. Lengkap lah sudah artikel tersebut. Two thumbs up for Mbak Anna! :)
Artikel yang memuat cerita saya ini diletakkan dalam rubril Female dengan judul 'Melepaskan Mimpi demi Kesehatan Si Buah Hati'
***
Dari posisi kecewa dan marah kepada Tuhan, Gracie Melia Christanto berubah menjadi ibu yang kuat dan mensyukuri kehadiran Aubrey, putri pertamanya yang mengidap cacat bawaan akibat virus Congenital Rubella Syndrome. Ia juga mendirikan komunitas orangtua yang memiliki anak dengan kelainan yang sama.
Perasaan bahagia dan bersyukur akan kehadiran Aubrey Naiym Kayacinta pada 19 Mei 2012 dirasakan Gracie dan sang suami Aditya Saputra. Namun, ketika Aubrey menginjak usia 6 bulan, Gracie merasa curiga dengan banyaknya gangguan kesehatan yang dialami putri pertamanya.
Pada awalnya, Gracie tak memahami penyakit apa yang diderita buah hatinya. Baru ketika ia memeriksakan putrinya ke rumah sakit, dokter menanyakan mengenai pemeriksaan Torch ketika hamil. "Saya memang tidak melakukan pemeriksaan itu saat hamil," kata wanita berusia 24 tahun ini.
Infeksi Torch, yakni toksoplasmosis, rubela, cytomegalovirus, dan herpes simplex, sebenarnya bisa dideteksi dengan melakukan penapisan Torch pada trimester pertama kehamilan atau sebelum hamil sehingga jika ada infeksi bisa diobati.
Ubii, panggilan sayang untuk Aubrey, mengalami kebocoran jantung, gangguan pendengaran berat, retardasi psikomotorik, mikrosefali, gangguan berat badan, dan encephalitis (pengapuran otak). Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan kemampuan motorik Ubii sangat terlambat. Pada usianya yang sekarang sudah masuk 19 bulan, Ubii baru bisa tengkurap sendiri. Berat badannya juga baru 8 kilogram.
Kemudian, setelah dilakukan pemeriksaan darah, ternyata Ubii positif mengidap virus Rubella, bahkan jumlahnya cukup banyak. Sejumlah pemeriksaan lain pun dilakukan pada hari itu, antara lain USG kepala.
"Semua hasilnya tidak bagus. Saya sangat sedih pada hari itu dan menangis di depan dokter dan sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit. Saya masih muda, mengapa saya diberi cobaan ini, bagaimana jika saya tidak kuat," demikian pikirnya.
Bila boleh memilih, tentu Gracie akan meminta kondisi yang berbeda dari yang saat ini. Ia masih ingin aktif bekerja dan mengambil gelar master. Bersama sang suami ia juga masih mengumpulkan uang demi keluarga kecil mereka. Tetapi, tampaknya Tuhan sudah memilihkan jalan ini untuknya.
Gracie kemudian mencoba mengingat-ngingat dari mana Ubii mendapatkan virus tersebut. Ternyata di kehamilan trimester pertama, Gracie pernah jatuh sakit. Gejalanya mirip dengan gejala flu; mata berair, lemas, nyeri pada otot, dan rasa mengantuk terus-menerus. Beberapa hari kemudian muncul bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya.
"Saya tidak tahu kalau itu adalah Rubella atau cacar Jerman. Ketika itu dokter bilang kalau itu gatal biasa dan orang Jawa biasa menyebutnya gabagan. Saya baru tahu kalau itu Rubella setelah mencocokkan apa yang saya alami dengan artikel kesehatan tentang dampak Rubella pada ibu hamil," katanya.
Virus Rubella sebenarnya tidak berbahaya jika diidap anak-anak. Tetapi, virus ini sangat berbahaya jika diidap ibu hamil karena akan ditularkan pada janinnya.
Motorik Ubii yang terlambat membuat putri kecilnya ini harus digendong ke mana-mana. Padahal, sebagai ibu, Gracie sudah memimpikan bisa berjalan bergandeng tangan dan berkejar-kejaran dengan putri kecilnya ini.
Terapi
Meski mengaku sempat menyangkal kondisi buah hatinya, berkat dukungan suami dan keluarga besar, Gracie mulai bangkit dan bersemangat untuk mengobati Ubii. Gracie yang awalnya berprofesi sebagai guru bahasa Inggris untuk para pekerja tambang ini kemudian memilih meninggalkan pekerjaannya demi total mengurus Ubii.
Ubii melakukan fisioterapi di rumah sakit tiga kali seminggu, masing-masing selama satu jam. Putri kecil ini juga mengonsumsi obat-obatan untuk menurunkan kekakuan tubuhnya dan meningkatkan kerja sarafnya. Di usianya yang belum genap setahun, Aubrey harus mengonsumsi 7 obat dalam sehari.
Di rumah, Gracie dengan telaten melatih motorik dan pendengaran Ubii melalui modul yang ia dapatkan di internet. "Baru-baru ini saya mewarnai beras untuk melatih motorik halus pada tangan Ubii dan juga untuk mengenalkan warna," kata wanita yang berdomisili di Yogyakarta ini.
Informasi yang ia dapatkan dari internet kemudian ditulis ulang di buku latihan, termasuk latihan untuk merangsang pendengaran Aubrey.
Perlahan tetapi pasti banyak kemajuan yang dialami Aubrey, antara lain Aubrey sudah mulai berlatih duduk dari yang awalnya hanya bisa berbaring kaku. "Buat saya kemajuan ini sudah sangat luar biasa," kata wanita yang tampak selalu ceria ini.
Meski sempat kesulitan membiayai terapi Aubrey, ia merasa ada banyak pertolongan dari orang-orang di sekitarnya. "Pernah juga saya iseng mengikuti kuis dan ternyata mendapat hadiah yang lumayan, pokoknya ada saja rezeki Ubii," katanya.
Komunitas
Karena cukup aktif menulis tentang keadaan Aubrey di blog letters-to-aubrey-with-rubella.blogspot.com atau situs komunitas ibu dan anak, cukup banyak ibu-ibu yang memiliki anak dengan gangguan yang sama menghubunginya. "Kebanyakan dari mereka curhat kalau mereka merasa sendirian sehingga mereka merasa minder," ujarnya.
Kondisi itu membuat Gracie terpicu untuk membuat komunitas bagi para orangtua yang memiliki anak luar biasa seperti Ubii. Ia juga makin menyadari kurangnya perhatian para calon orangtua terhadap pentingnya pemeriksaan Torch dan vaksin MMR. "Salah satu misi kami di komunitas ini adalah menyosialisasikan pentingnya Torch," katanya.
Komunitas Rumah Ramah Rubella yang didirikannya memang kebanyakan berkomunikasi dengan para anggota melalui Facebook. "Kami belum sempat melakukan gathering karena anggotanya hampir dari seluruh Indonesia, termasuk dari Papua," katanya.
Ia juga rutin menerjemahkan materi latihan fisioterapi yang kebanyakan berbahasa Inggris. Belakangan, ia mulai diundang untuk mengisi sesi sharing di seminar ataupun talk show. Kisah Ubii yang ditulisnya juga memenangkan kisah terbaik dalam kampanye Titik Balik yang diadakan oleh perusahaan asuransi Manulife.
Untuk mengisi waktunya, Gracie kini membuat bando (headbands) bayi kreasinya sendiri. "Awalnya saya membuat hanya untuk Ubii, ternyata banyak yang pesan. Sekarang saya memiliki online shop sendiri. Hasilnya memang tidak banyak, tapi lumayan untuk membeli susu dan fisioterapi," katanya.
Kini Gracie merasa tak pernah lagi merasakan sesal, sedih, atau kecewa. Yang ada hanyalah perasaan bersyukur dan semangat untuk mendorong tumbuh kembang Ubii setiap harinya.
"Keinginan saya tidak muluk-muluk. Saya nggak berharap Aubrey bisa berprestasi di bidang ini atau itu, menjadi dokter atau apalah. Saya hanya berharap Aubrey bisa mencintai dirinya sendiri apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Saya berharap Aubrey juga bisa mencintai saya seperti saya mencintainya," ujarnya.
Dalam salah satu suratnya ketika Ubii berulang tahun ke-18 bulan, di blognya Gracie menulis:Mami harap Ubii diberi kemampuan untuk melihat setiap cobaan menjadi tantangan, setiap kesulitan menjadi perjuangan yang harus diselesaikan, dan setiap ejekan menjadi motivasi untuk bertahan. Tidak mudah, memang. Tapi yakinlah, Ubii bisa. Pasti bisa.
***
Tuesday, December 31, 2013
'Aubrey Tidak Akan Minder' di Media Indonesia
![]() |
credit |
Ini nih penampakan atap dapur saya yang ambrol. Anyway, ambrol itu Bahasa Indonesia bukan sih? *misfokus*
Sebelum menata piring dan keroco-keroconya ke rak, saya ingin mengalasi permukaan rak dengan kertas koran. Mulai lah saya mengubek-ubek tumpukan koran bekas. Eh, nggak sengaja nemu harian Media Indonesia yang memuat saya, Ubii, dan suami. I want to remember this thing. Tulis di blog ah. :'))
Cerita tentang saya ini dimuat bersama cerita dua keluarga lain yang juga menjadi narasumber di Kick Andy untuk episode 'Aku Ingin Terus Hidup' yang ditayangkan tanggal 13 September 2013 lalu. Judul cerita keluarga saya adalah 'Aubrey Tidak Akan Minder'
***
PERJUANGAN tak kalah panjang juga dialami Aditya dan Grace Melia. Mereka memiliki seorang putri yang saat dalam kandungan terinfeksi virus rubella atau campak jerman. Aubrey, putri sulung mereka, mengalami gangguan pendengaran, kebocoran jantung, serta kerusakan syaraf otak.
Aubrey lahir pada 19 Mei 2012 melalui proses operasi sesar. Ketika dilahirkan, Aubrey tak menangis layaknya bayi pada umumnya.
Kondisinya sangat lemah sehingga harus dimasukkan ke inkubator. "Jadi harus dicubit dulu sama suster, baru menangis," ujarnya.
Ternyata, Aubrey tertular virus Rubella dari sang ibu. Kata Grace, ketika mengandung, tubuhnya mengalami gejala munculnya bintik-bintik merah di sekujur kulit.
Akibat virus itu, pertumbuhan Aubrey tak normal. Berat badannya kurang, sulit berbicara dan bergerak.
Sejak usia enam bulan, Aubrey menjalani fisioterapi di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, tiga kali seminggu.
Setelah selama delapan bulan menjalani fisioterapi, Aubrey berangsur membaik. "Sudah bisa bergerak, tengkurap, angkat kepala. Sekarang sudah bisa makan, kalau dulu sulit karena lidahnya sering keluar," kata Grace.
Grace dan Adit tak pernah menyesal memiliki Aubrey. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, bagi mereka, Aubrey adalah anugerah dan berkat Tuhan.
"Meski penyakit ini sulit disembuhkan, Aubrey kami harapkan bisa tumbuh normal, tidak minder. Kami yakin dia bisa karena Aubrey sudah kami persiapkan dari sekarang," ujar Grace. (Pol/M-3)
***
And, yes, Ubii is a miracle from God! :)
Subscribe to:
Posts (Atom)