Thursday, October 19, 2017

Feeling Small Sucks


Note: It's gonna be long. Pernah nggak sih ngerasa kecil? Ngerasa mediocre gitu saat lihat temen-temen kita udah sukses. Atau ngerasa sayang karena kita ngerasa seharusnya kita bisa lebih dari sekarang. Saya rasa most people pernah. Walau kayaknya orang dengan karakter alpha cenderung lebih kaya gitu sih. 


Definisi suksesnya temen yang bisa bikin kita ngerasa kecil itu macem-macem. Tergantung hal apa yang kita jadikan pegangan kesuksesan. Bisa posisi di kerjaan, ketelatenan ngurus anak, social skill, achievement dalam dunia blogging, music skill, etc. Really bisa banyak.

Btw, baca juga cerita punya Windi Teguh yah:


Saya pernah dicurhatin temen yang ngerasa hidupnya mentok. Karir kok biasa-biasa aja. Padahal menurut saya karir dia itu udah wow. Menurut saya yang ibu rumahan. Ternyata wajar juga dia ngerasa kecil, karena temen-temennya ada beberapa yang udah jadi bos, bikin start up company, bisa ketemu orang-orang penting, etc.

Dicurhatin begitu, saya jadi nostalgia ke masa-masa saya ngerasa kecil, mentok, nyesel, bitter, pengin do something more tapi kepentok prioritas lain, dan sedih karena ngerasa nggak punya pilihan.

It happened when I knew I was carrying Ubii, lalu tahu Ubii ternyata berkebutuhan khusus, harus terapi-terapi sehingga saya harus resign dari kerjaan saya.

Saat itu saya ngerasa dedikasi dan usaha saya selama kuliah bener-bener sia-sia. Dulu saya sering banget lembur, bikin kopi bercangkir-cangkir demi belajar biar nilainya bagus, it's all gone. Saya lulus dengan predikat Dengan Pujian dan sebelum lulus udah dapet beberapa tawaran pekerjaan tanpa saya harus susah ngelamar dan berhadapan sama pesaing lain. It's all gone.


Sebenernya saat tahu Ubii special needs, saya nggak serta-merta resign sih. Masih sempet kerja beberapa bulan. Tapi buat saya itu nggak satisfying sama sekali. Posisi saya biasa aja, kantornya juga biasa aja, gaji pun biasa. Mau kerja keras lembur-lembur membuktikan kinerja dan dedikasi biar ada jenjang karir juga susah karena, again, saat itu waktu saya habis untuk Ubii. Ya terapi, ya ngurusin di rumah. Waktu itu belum punya mbak dan simply belum ada duit untuk hire mbak.

Pernah banget ngerasa mentok sementok-mentoknya. And it became worse saat saya melihat update teman saya di media sosial yang lebih dari saya. Yang punya karir bagus atau ambil S2. Something I've always wanted.

Tidak semua perempuan bisa dengan mudahnya bilang, "Ah yaudah, namanya jadi ibu memang beginilah kodratnya. Ngurus anak dan ngurus rumah." No, it's not that easy.
Bisa banget legowo kalau emang passionnya ya jadi istri dan jadi ibu. Tapi untuk tipe perempuan macam saya yang ngerasa excited dan challenged dengan target kerjaan, rutinitas ketemu teman kantor, performa, nyusun to do list, and such, believe me, awal-awal terpaksa harus di rumah is killing. Karena mengurus anak dan rumah seharian itu bukan untuk semua perempuan.

Ada yang lebih tahan menghadapi deadline mepet dalam kerjaan daripada waktu sempit harus nyuapin anak sebelum pergi.


Ada yang lebih antusias lihat tumpukan statistik yang harus dibikin reportnya daripada lihat tumpukan baju yang harus disetrika.

Baca: [PRINTABLE] Main Mencuci, Menjemur, Dan Menyetrika Baju

Rasa kangen pakai outfit kerja yang cardigan lah, blouse lah, rok lah, sepatu, atau tas, itu nggak seberapa. Ya kangennya bikin sebel. But it's not the worst. Yang lebih berat itu berdamai sama realita. Berdamai sekarang saya harus di rumah. Berdamai kalau tahu ada teman yang karirnya udah mumpuni banget padahal saat kuliah saya lebih bright dari dia jauh. Berdamai sama perasaan kecil dan pahit.

Saya lupa kapan tepatnya saya mulai bisa menerima realita saya emang nggak bisa punya karir kantoran lagi. But I guess I felt better once I could hire a maid. Dengan ada mbak, lumayan, saya bisa kabur sebentar ngopi-ngopi atau apa. It feels so nice ketika saya punya agenda lain dalam satu hari yang nggak semuanya ngurusin anak 24/7. 

Perasaan berharga itu pelan-pelan mulai kentara saat saya bikin komunitas Rumah Ramah Rubella. Bicara lingkup sosial dan kepentingan orang banyak, memang saya bahagia dan bersyukur sekali bisa berkontribusi meningkatkan awareness tentang Rubella di Indonesia. 


But, I wouldn't lie about this. Dengan punya peran di Rumah Ramah Rubella, saya juga jadi bisa appreciate diri saya sendiri. Saya jadi ngerasa melakukan sesuatu yang nggak 'cuman' ngurus Ubii. Saya butuh peran lain di luar peran menjadi ibu. 

Feeling small sometimes masih ada. Belum lama deh yang tergres. Waktu saya dipanggil meeting sama Facebook team Singapore. Meetingnya pakai Bahasa Inggris dan ya ampun, sekarang saya bener-bener udah plegak-pleguk ngemeng in English. Udah nggak bisa casciscus kayak dulu. Malu banget malu termalu. 

Dan itu kelihatan. Sampai Ms. Sandhya itu bilang gini loh, "Grace, relaxed, your English is good. We understand every word you said" di akhir meeting.

But still, I was embarrassed. Kurang banget untuk saya hanya dapat "We understand you." Kurang. Apalagi mereka tahu saya lulusan Sastra Inggris. Saya bener-bener nggak bisa ngomong tanpa mikir, tanpa diam untuk mencari diksi yang benar. It sucked. 

Adit tahu banget saya pasti ngerasa begitu after meeting. Jadi dia udah siap dengan chat-chat pelega hati macam, "You're doing great" atau "Don't be too hard on yourself, Mi" and stuff. So yaudah I felt better eventually. Hahaha. Lagipula juga saya nggak bisa merubah apa pun kan. Pilihan saya ya cuman let it go udah.

Thank God nya adalah, sekarang blog saya statistiknya lumayan banget. Saya bisa menghasilkan uang dari blog. That made me feel better as hell. But, again, yang namanya alpha person itu butuh pride yah. Jadi saya bilang sama Adit kalau saya aja yang bayar daycare Aiden dan gaji mbak pocokan. Saya bener-bener nggak mau nggak kontribusi apa-apa dalam pembiayaan rumah dan anak. Walau Adit nggak keberatan bayar semuanya, but I insist on paying those things. It maintains my self-worth.


So I guess what I'm trying to say is ... lumrah banget ngerasa kecil ketika lihat pencapaian orang lain yang di atas kita. Lumrah banget banget kalau kita punya trait alpha kemudian kita ngerasa payah saat tahu kita mediocre. But one thing for sure, merasa mediocre itu tidak selalu kaitannya dengan uang. Buat saya sih nggak pas banget kalo lantas dibilang rezeki sudah ada yang ngatur karena perasaan being mediocre itu bisa tentang aktualisasi diri, achievement, pemenuhan eksistensi. Bener-bener nggak melulu uang deh ah.

But, let's find a way out to keep our self-worth. Karena ngerasa kecil dan bitter itu sungguh bikin lelah. It drains us, physically and mentally.

💪 Kalau lagi ngerasa kita kok kayak nothing yah, better stay away dulu dari media sosial. Socmed itu berpotensi loh bikin kita makin ngerasa kecil. Jadi tutup dulu aja.

Baca: Drama On My Facebook Timeline

💪 Punyalah juga circle yang macam-macam. Circle yang berisi orang-orang yang pencapaiannya di atas kita bagus untuk melecut semangat dan motivasi. But also have circle yang isinya orang-orang yang pencapaiannya masih di bawah kita supaya kita lebih menghargai diri sendiri dan nggak ngerasa kecil terus.

💪 Bukan untuk bahan cibir-cibiran atau nyek-nyekan of course. Tapi beneran, capek kalau circle kita isinya orang hebat yang nggak bisa kita 'kejar' semuanya.

💪 Dan ini yang selalu saya coba bilang ke diri saya sendiri, "It's okay to be mediocre. It's okay not to be on top of everyone else. It's OKAY!" Karena ya memang tidak papa sebenernya jadi biasa aja kadang-kadang. Saya makin berumur dan udah punya tanggungan 2 anak, yang satunya special needs, saya harus sadar bahwa itu berarti saya harus menyesuaikan target, rencana, dan ekspektasi saya ke depan dengan realistis. Nggak masuk akal banget kalau saat ini saya masih bermimpi bisa kerja kantoran dan bisa di posisi Manager. Doesn't make any sense at all.

💪 Maka selanjutnya ya sah-sah aja saya mengubah target ke hal-hal yang lebih doable. Misalnya targetin next month pageviews blog harus 300.000 atau targetin seminggu ada minimal 4 tulisan, etc. Itu lebih masuk akal dan jauh lebih memungkinkan.

Baca: Tips Menjaga Traffic Blog Ala Mami Ubii

💪 Untuk ibu-ibu yang setipe dengan saya, butuh peran lain selain jadi ibu tapi sekarang kondisi mengharuskan kalian di rumah terus, chill. I get it if you feel small. I've been there. Mungkin bisa coba cari hal-hal atau rutinitas lain yang bisa kalian lakuin dari rumah. I've found mine, blogging. Find yours.

💪 Beberapa teman saya mensiasati ini dengan macam-macam cara. Ada yang emang dasarnya suka masak jadi rutin upload foto-foto MPASI atau bento sambil bagiin resepnya. Ada yang getol bikin kegiatan dan mainan DIY. Ada yang suka upload video-video work out. Ada juga yang ikut group upload kompakan dan semacamnya yang tiap hari ada tema harus upload apa. Intinya, coba deh temukan passion dan hobi kalian di mana. Lakukan dengan konsisten.

Baca: 8 Aplikasi Edit Foto Gratis Favorit Mami Ubii

💪 Melakukan itu dengan konsisten sebenernya lebih untuk kepuasan batin diri kita sendiri. Kita jadi dapet sense bahwa kita punya rutinitas lain selain mengurus anak dan rumah. Jadi ngerasa ada 'target' dan 'deadline' and stuff. Otak jadi mikir besok mau upload apa enaknya, nggak cuman mikir hari ini anak mau disuapin apa. It's a release! Kalau kemudian postingan kita banyak yang suka dan followers jadi banyak, ya itu bonusnya.

💪 Dan ini juga berarti chill out ketika melihat teman sesama buibu bisa sangat rajin upload hal-hal yang jadi minat dan niche nya dengan konsisten. Mungkin mereka sedang butuh sarana aktualisasi diri which they need so bad.

💪 Kalau perasaan jenuh di rumah terus udah membuncah banget, komunikasikan sama suami. Biar suami tahu there's something wrong with us. Lebih baiknya lagi kalau suami mau mendengarkan dan nggak judge bahwa kita ini ibu yang payah. Itulah pentingnya punya suami yang prinsipnya 11-12 sama kita.

Baca: What I Recommend You, Single Or Married

💪 And last but not least, ini beneran saya terapkan: kemauan dan kemampuan untuk mudah excited dan mensyukuri hal-hal kecil. I know ini kedengeran gombal dan bullshit. Tapi kalau kalian udah pernah ketemu dan jalan sama saya, you'll see. Saya yang gampang banget happy cuman karena hal sepele. Makan Sour Sally aja happy, makan di Remboelan aja seneng, etc.

Bahkan temen deket saya aja kadang mencibir, "Dih gitu doang ah!" Dan mungkin kalian juga ada yang mencibir #CeritaBahagiaku yang sering saya share di IG karena bahannya cuman hal-hal kecil keseharian. But I don't really care. Ternyata saya lebih bahagia dengan mudah excited begini. Saya jadi lebih nggak ngoyo harus mencapai ini itu lagi. Pelan-pelan saya belajar untuk not being too hard on myself lagi.

💪 Kadang kalau udah ngerasa kecil lagi yang sampai overwhelmed, saya suka mikir, "Aduh yasudah lah. I have to learn to be happy with what I have. Aku sehat, keluarga sehat. Aku sama Adit rukun. Anak-anak hepi di rumah. Aku punya nanny yang sayang anak-anak dan sangat helpful di rumah. For now, it's enough." Lalu akan lebih lega.

Baca: Bahagia Bisa Saja Sederhana

💪 Mengatasi perasaan kecil dan bitter itu emang nggak semudah membalikkan telapak tangan sih. Saya ngerasain banget pergolakannya. Tapi yang susah itu bukan berarti nggak mungkin dilakukan kok. So let's just keep learning aja dan pupuk rasa syukur dan rasa excited jalanin hidup.

Otak-atik mimpi, punya mimpi baru yang lebih realistis juga nggak masalah. Satu mimpi nggak tercapai, jangan jadi takut punya mimpi dan cita-cita yah.

Baca: 9 Things To Do Before Turning 30

Semangat yah kita semua!

Anyway, puji syukur saya udah keluar dari rumah sakit. Thanks for all the kind prayers. Tulisan ini udah saya draft hari Jumat kayaknya, sebelum saya opname. Ini tinggal kelarin dikit. Next kayaknya saya bakal banyak istirahat dulu, sekalian ngurusin Aiden yang juga lagi sakit. Doain cepet sembuh ya Aiden nya. Semoga kalian sehat-sehat selalu!




Love,






21 comments:

  1. makasih mami ubi untuk tips-nya, smg mami ubi dan aiden cpt sehat yah..

    ReplyDelete
  2. Habis sakit apa Mbak Gesi? Semoga Aiden juga lekas sembuh. :)

    Aku juga pernah ngerasa sangat kecil. Iri kalau lihat teman-teman udah pada sukses, sampai aku malu buat ikut reunian. :D Hahahaha .... Tapi lama-lama aku sadar, ketika ada teman yang justru iri sama aku, aku ngerasa, yaaa emang rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. :)

    ReplyDelete
  3. Kebanyakan orang pernah mengalaminya, termasuk aku. :'D Bahkan sampai sekarang, kadang perasaan itu masih muncul. :)

    ReplyDelete
  4. Ketika rasa kecil muncul, aku mengalihkannya dengan melakukan hal-hal kesukaanku. :) Rasanya jadi lebih lega,

    ReplyDelete
  5. Mba Grace I feel you! Waktu pas jd IRT aku bner2 minder, mau buka sosmed aja takut, takut kufur nikmat. Hehehe. Takut jd marah2 krn merasa 'kecil'. Cemen ya. Hahaha. Tp skrg udh kerja lg sih, jd lumayan ngga separah dulu. Anyway, sama aku jg menemukan bahagiaku di hal2 kecil, ketemu Cheetos rasa Cheddar Cheese Puff di supermarket aja udah happy. Terus ga mau bagi sama suami atau anakku, makan aja sendiri diem2. LOL.

    ReplyDelete
  6. Gesii.. Merinding bacanya.. Sambil mantuk2 mengiyakan dan merenung mau ngapain lg ya aku.. Thanks sudah mengingatkan bahwa selalu ada hal kecil apapun yg harus disyukuri.. Krn kdg aku liatnya ke atas mulu atau membandingkan dg orla.. Habis baca ini lgs ngerasa lebih baik :)
    Btw, cepet pulih untuk gesi dan aiden yaaa biar lasak lagi😘

    ReplyDelete
  7. Wah.. sering banget ngerasa gini. Btw jadi pengen tau apa itu alpa trait mii? Ada penjelasannya macam2 trait yg lain ga?uda pernah dibahas di blog mami ubii belon? Jd penasaran what kind of trait i am. Hihihi... keep inspiring y mi. Ikut nitip doa dr jauh smoga aiden segera sembuh. Aammiinn

    ReplyDelete
  8. Puji Tuhan udah di rumah lagi, yaa. Speed recovery, Mamii Gesi. Jangan capek2 dulu. Cepet sembuh juga ya buat Aiden!

    Duh, lagi-lagi baca ini kayak bercermin sama pemikiran sendiri belakangan ini (tapi udah clear sih, nggak dijadiin beban lagi). Aku nyebutnya kondisiku yang waktu itu sempet bosen jadi IRT, underrated. Jadi IRT emang pilihan pribadiku, cuma pastilah pernah di kondisi yang liat temen2 seumuran sukses di karirnya masing-masing, jadi merasa kecil. Aku curhat ke salah satu sahabat yang menurutku sukses ini, dia bilang, "You can't win anything, you win some, you lose some." Maksudnya, ya aku milih jadi IRT berarti aku harus ngalah untuk hal-hal lain. Ngerasa underrated sebenarnya karena diri sendiri lagi jenuh aja. Aku bisa 'bangkit' lagi setelah menemukan yang kayak Mami Gesi bilang, hal-hal di luar peran sebagai ibu.

    Hari gini sosmed berperan penting di kehidupan pribadi, jadi aku jaga jarak dengan dunia sosmed supaya nggak mengambil alih hidup aku *eaaah*.

    Thank you bangettt untuk tulisan ini, ya! Stay healthy you guys!

    ReplyDelete
  9. Sama mba gesi...Beberapa waktu lalu merasakan hal yg sama..sebelum memutuskan jd IRT dulu sy wanita karier.pas dipuncak2nya karier sy hamil dan suami menyuruh brhenti kerja..temen2 pada bilang ayg bgt..kuliah sampe S2 dan menguasai 3 bahasa hanya jd IRT..puncaknya waktu dapat beasiswa S3 di australia dan tawaran kerja disana..suami melarang..sedih..dan my baby menyadarkan sy bahwa kehadiran sy dan melihat tumbuh kembangmya adalah hal yg tak ternilai..puji tuhan..lebih byk brsyukur aj...IRT kan jg karier..right mom...tuhan memberkati mom and fam..big hug...

    ReplyDelete
  10. Aaaa..baru 2 minggu resign dan sekarang jadi ibu rumah tangga..sedang belajar berdamai with that feeling..huhuu.. #Kupastibisa.
    Memang terkadang sosmed itu bisa menjadi racun buat aku jadi kufur ni'mat atas apa yang ku miliki..
    Jadi sekarang mulai dikurangi buka sosmes..iritkuota juga..hahaha
    Thanks mba gesi sharing nya.. Aku jadi merasa ada teman nya..😄😄

    Btw semoga lekas sehat ya mba gesi sama aiden.. Biar bisa share the happiness
    lagi ke kita yaaah lewat tulisan2nya..💓💚

    ReplyDelete
  11. Love the article, mbak. Salam kenal ya. Saya baru relate bgt pas ngomongin alpha person karena saya gitu bgt sebelum nikah. Banyak ambisi deh and must be on top of things. Now saya ibu rumah tangga dan spt mbak Gesi saya akhirnya menemukan something I really like doing. Saya nulis blog tentang teen health dan ngasi health sessions ke murid SD, SMP. Jadi pjg komennya tapi saya sndiri jarang blog walking dan am a silent stalker blog mbak Gesi. Semoga cpt sehat ya dan sukses selalu ��

    ReplyDelete
  12. Gesi dan Aiden cepattttt sembuh ya 😇 Supaya kami ng kehilangan tulisannya yang ditunggu2 😁😃 Kalo dulu saya ng terlalu memikirkannya.Sekarang baru ada pemikiran kayak gitu.Betul kata Gesi sosmed berpengaruh besar sama perasaan kita.Kita yang cuma ibu rt biasa liat ibu yang masih kerja merasa kok dia lebih keren,lebih modis dari kita yang tiap hari pake baju tidur,apalagi di sosmed dapat kita liat postingan mereka 😧 Kalo ada rencana reuni ng semangat pula mau ikutan 😕 Ng pede bila liat yang lain sudah sukses gitu.Betul kata Gesi kita perlu bersyukur. Stuju sama komen yang lain'ada yang didapat ada yang hilang' Kita tidak bisa mendapat semuanya 😀😄 Ayo semangatttt 😆

    ReplyDelete
  13. Aku liatnya Mami Gesi itu Mami sempurna lah buat Ubii Aiden dan papi Adit.

    Sehat2 terus ya,dan buat Aiden semoga cepet sembuh :)

    ReplyDelete
  14. Aku pernah nGrasain ini...ketika tmn2 kuliah di.WA grup pada ngomongin S2 mereka..ato krjaan kantor mereka yang begitu nyamBung dengan matakuliah... Di situlah sering merasa terasing

    ReplyDelete
  15. Media sosial ditambah dengan munculnya story di instagram. Rasanya tuh kayak...semua orang berlomba-lomba buat menunjukkan siapa dirinya tanpa sadar. Jadi kadang bikin inferior juga. Tapi aku sendiri selalu inget kata Diana Rikasari sih, don't be inferior nor superior. Dibatas normal ajah :"")

    ReplyDelete
  16. Dari atas sampai bawah...
    Hm..
    KOK GUE BANGET?
    LOL.

    Tapi alhamdulillahnya saya juga sudah menemukan hal lain yang membuat saya waras, happy, dan nggak mudah iri sama orang lain.

    Senang mami ubii dah sembuh, gantian get well soon cimolman tergemash. Aiden. Luvvv.

    ReplyDelete
  17. Makasih Mami, aku pernah banget ngrasain kayak gini. Dan prosesnya bangkit itu memang nggak mudah, butuh waktu dan usaha. Biasanya pun aku ngilang dari socmed, untuk menikmati duniaku sendiri.

    ReplyDelete
  18. OMG mbak gesi ini saya bangeetttssss
    hahaha
    merasa saya bisa karir lebih baik dari sekarang, dan merasa kecil karena harus punya varel diusia emas saya ini #tssahh, harus dirumah terus, yang liat dunia luar cuma seminggu sekali atau dua minggu sekali bahkan merasa gak berguna banget, dari yang tadinya kerja terus tiap hari, punya temen ngobrol, dan lain sebagainya harus berubah drastis, dan itu sangat sangat gak enak banget huhuhu
    tapi puji tuhan sekarang udah bisa kerja lagi dan nggak jadi full time mom lagi, walaupun harus bangun karir dari bawah lagi, tapi udah bersyukur banget bisa punya kesibukan di passion saya sendiri :)

    ReplyDelete
  19. Keren banget, mba, terima kasih atas sarannya.. Berguna bgt

    ReplyDelete
  20. Sehat-sehaaaat terus ya Mba Ges, Aiden.. :) Iyaah, pasti banyak makemak yang ngerasa kayak gitu ya, aku puuunn.. Apalagi aku baru aja resign dari kantor.. Padahal kerja kantoran itu aku banget, gak kebayang mesti jadi full irt.. Tapi betul mba meski gak kerja kantoran tetep pingin punya kontribusi juga buat keluarga. Dan syukurlah masih ada art.. hihi :D

    ReplyDelete
  21. Sama ...
    Apalagi setelah nikah,
    Semua harus izin suami

    Meskipun masalah yg sepele
    Ex : keluar ke warung,
    Beli sesuatu dll
    Apalagi satu atap sama bapa dan mama mertua
    Double baby blouse..

    Tapi ya itu , kata mama ubii
    Ngeluh pun ga simsalabim merubaah keadaan,
    So ..
    "Mencari jalan syukur"

    Udah asik kerja, begitu dilarang suami untuk kerja dan mengubah status jadi IRT full itu..beneran gado gado rasanya..
    Hmm..

    Semoga lebih semangat lagi kedepaaaan ^^


    Semangat !! Semangatt

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^