Thursday, November 2, 2017

Memaafkan Perselingkuhan?


Kalau suami kalian selingkuh, kira-kira kalian akan maafin nggak? Atau akan pilih cerai saja? Itu pertanyaan yang nggak bisa langsung dijawab kayaknya. Eventually, amit-amit kalau ngalamin, kita pasti akan mempertimbangkan banyak faktor sebelum akhirnya memutuskan akan memaafkan atau bercerai.


Bulan ini, saya dapet curhatan dari dua istri yang bimbang mau memaafkan atau mau cerai aja pasca suaminya tercyduk selingkuh. Bukan kali ini aja ada yang curhat begitu. Endingnya pun macem-macem. Ada yang akhirnya cerai. Ada juga yang komit untuk mulai dari awal lagi bersama.

Dulu, ketika saya masih single, alay, dan remeh, saya pikir kalau sudah menikah lalu ada salah satu pihak yang selingkuh, ya cerai lah! Karena selingkuh itu kesalahan maha norak yang nggak pantas untuk dimaafkan. Mau si suami/istri yang selingkuh nyembah-nyembah dan nangis darah minta ampun, pokoknya mending bye!

Baca: What I Recommend You, Single Or Married?

Makin ke sini dan lihat beberapa cases, saya jadi ngeh bahwa keputusan tentang bertahan atau bercerai itu complicated. Ternyata itu mempertimbangkan both keinginan dan kebutuhan. Nggak bisa cuman satu, keinginan doang atau kebutuhan doang.

Btw, sebenernya dulu saya pernah nulis sekilas tentang selingkuh. Cuman yang ini lebih elaborated hehe.

Baca: Pernikahan Tidak Semudah Bilang 'I Do'

Bicara keinginan, mungkin bisa hitam dan putih. Ingin memaafkan atau tidak. Ingin bercerai atau melanjutkan pernikahan. Tentu dengan kesadaran bahwa harus kerja keras membenahi hubungan kalau memang berniat memaafkan.


Bicara kebutuhan, nah ini bener-bener lebih njelimet. Katakan Shizuka diselingkuhi sama Nobita (itu lagi ilustrasi namanya, bosen nggak? hahaha!) dan deep down inside, Shizuka udah muak termuak dan pengin pisah aja. Katakan juga mereka udah punya satu anak usia balita.

Tapi, ndilalah Shizuka selama ini 'hanya' jadi ibu rumah tangga yang nggak punya penghasilan sama sekali. Lalu kalau cerai, bagaimana dia akan hidup? Pasti ada lah pemikiran tentang itu yang lewat. Mau cari kerjaan, kok ijazah udah jadul banget dan come on cari kerjaan yang gajinya bisa untuk menghidupi seorang anak itu bisa challenging. Mau buka usaha mandiri, kok nggak ada modal pun nggak ada skill yang bisa dijual. 

Mungkin akan berani memutuskan cerai kalau keluarga Shizuka ada di level ekonomi yang bisa menopang kehidupan Shizuka dan anaknya selama beberapa waktu. Tapi, kalau ternyata keluarga Shizuka juga pas-pas an dan nggak bisa support financially? 

Talking about kewajiban Nobita memberi dana per bulan sesuai jumlah yang disepakati setelah mereka cerai, ya itu bisa juga sih. Tapi kalau Nobita nya bukan laki-laki yang sadar tanggung jawab, besar kemungkinan juga memberi dana secara berkala itu tidak akan ditepati.


Cari aman. Mungkin akhirnya keputusan berusaha memaafkan (if that's possible), atau at least coba melupakan untuk bertahan jadi solusi yang paling realistis.

Rezeki sudah diatur sama Gusti jadi nggak perlu khawatir. Amin. Saya juga mengimani dan mengamini itu. Kita bisa lebih mudah mengucapkan sugesti itu ketika hidup kita sedang stabil. Tapi, kalau kita ada di posisi Shizuka, yakin masih bisa mengimani itu dengan ringan dengan penuh keyakinan? I don't think so, at least for me.

Mungkin level iman saya yang emang masih cetek, idk, but for me, kalau saya jadi Shizuka yah, saya pasti mikir seribu kali kalau berniat pisah. Nanti anak saya makan apa, bisa makan rutin nggak 3 kali sehari dengan lauk yang layak. Nanti sekolahnya gimana. Apalagi sekarang TK aja udah mahal kalau mau cari TK dengan program dan fasilitas yang lumayan ke bagus. Belum kalau sakit yang rada serius dan butuh segera ditangani (which means butuh dana karena kadang untuk urusan urgent BPJS kurang bersahabat kan). And etc. Pasti saya bakal mempertimbangkan itu banget.


Nyali. Nggak semua perempuan punya nyali. Kalau pun punya nyali cukup besar, tapi kondisinya seperti Shizuka sih kayaknya nyali lama-lama bisa jadi melempem juga atas dasar being realistic.

Bicara nyali bukan melulu hubungannya dengan uang yang menyokong kelanjutan hidup ke depan, melainkan tentang nyali menghadapi gunjingan orang juga. Ini salah satu keapesan tinggal di Indonesia yang orangnya berbudaya ramah. Soalnya sering ramahnya kebablasan. Dari yang sebenernya menyapa say hello aja cukup dilanjut ke basa-basi dan banyak nanya. Udah gitu, kadang orang nggak peka. Keliatan kita malas ngomongin itu, masih juga ditanya. Atau simply nggak empati aja. Jadi sebenernya tahu kita enggan membahas bilik rumah tangga, tapi masih ditanya juga. Geez.

Baca: Drama On My Facebook Timeline

Apesnya lagi, di Indonesia, status janda cerai itu masih sering dianggap sebagai suatu kegagalan. 

Kita gagal membahagiakan suami lahir batin. Gagal menjadi istri yang accomodating. Gagal membuat suami merasa cukup hanya dengan kita seorang makanya suami selingkuh. And the list could go on and on. Intinya salah perempuan. Laki-laki sering mendapat pemakluman dengan dalih manusia  sebetulnya memang lahir dengan naluri untuk hidup tidak monogamis, makanya harusnya istri itu pandai merawat suami. Ah pretlah. Judgment ke perempuan yang dari sama-sama perempuan juga. Mbelgedhes.

Baca: Diari Papi Ubii #19 - Memangnya Suami Perlu Diimbangi?


So it becomes worse.

Diselingkuhin suami alone aja udah bikin kita sakit dan merasa tidak berharga. Kemudian nggak ada nyali cerai karena nggak punya penghasilan dan skill, bikin kita merasa kecil. Ditambah judgment dan gunjingan society yang membuat kita merasa gagal.

It's sad.

In some cases, on the other hand, perselingkuhan bisa saja dimaafkan karena ingin, bukan karena butuh doang. Lalu pernikahan tetap dilanjutkan dan dibangun dari awal.

Saya pernah mendapat cerita-cerita yang seperti ini, beberapa.

Benang merahnya adalah suami-suami sebagai pihak pelaku perselingkuhan mengakui perbuatan mereka. Mengakui duluan, bukan tercyduk atau ketahuan. Mengakui yang tentu dilanjutkan dengan mohon ampun banget-bangetan.

But that's not enough, ofc.

Setelah itu dilanjutkan dengan heart-to-heart conversation. Diskusi terbuka berdua mencari akar masalah untuk kemudian dicari solusinya. Perselingkuhan bukan penyebab masalah. Perselingkuhan adalah hasil dari masalah yang sudah lebih dulu ada, yang entah disadari atau tidak akarnya apa.

Mengakui, meminta maaf, dan mencari akar masalah tidak berakhir di mencari jalan tengah. Kedua belah pihak, suami dan istri, perlu komit bahwa mereka SAMA-SAMA ingin mengusahakan kembali. Harus berdua SAMA-SAMA. Nggak bisa kalau hanya satu pihak saja. Dan ini perlu distate dengan jelas, harus sama-sama mengucapkan dengan lantang:

"I still wanna try."


Beberapa teman saya memilih untuk kembali mencoba sama-sama setelah menemukan faktor yang melahirkan perselingkuhan. Ternyata bisa. Maka dari mereka, saya juga jadi menarik pelajaran. Oh, tentu butuh waktu dan perjuangan, which isn't easy. Oh, tentu ada waktu-waktu di mana mereka mengungkit perselingkuhan dan saling menyalahkan lagi. Tapi kembali pada keputusan berdua ingin mengupayakan bersama, bisa.

Jadi, ketika ada yang curhat sama saya dan minta pendapat tentang sebaiknya memaafkan perselingkuhan atau tidak, mungkin sudah bisa ditebak ya saya bakal jawab apa.

Saya akan tanya apakah kedua belah pihak masih SAMA-SAMA ingin bertahan dengan mencari akar masalah dan solusi bersama lalu mulai dari titik awal lagi dengan komitmen yang kuat?

Atau, cuman si istri aja yang masih pengin stay in the marriage tapi suami sebenernya pengin cerai dan ngebet ngawinin selingkuhannya?

Kalau yang pertama, then you still stand a chance. Saya adalah orang yang percaya bahwa manusia selalu bisa menjadi lebih baik asal ada niat dan komitmen.


So, yeah, I wish the best!

Another lesson learned as well, though.

Bahwa penting untuk istri tetap pegang uang sendiri. Even better kalau istri punya tabungan pribadi yang tidak diutak-atik suami dan kebutuhan rumah tangga. Penting untuk memiliki kemampuan berdaya menghasilkan uang sendiri, sedikit-sedikit tidak papa, kalau rutin ditabung kan lama-lama lumayan juga. Karena ya, hari esok kita mana tahu.

Baca: Istri Punya Penghasilan Sendiri, Yay Or Nay?

Bukan njagani kalau suami selingkuh belaka, tapi mempersiapkan kemampuan bertahan untuk situasi apa pun. Siapa tahu suami nanti duluan berpulang, itu juga kemungkinan yang bisa saja terjadi, bukan? Dan karena kita hidup di dunia realistis yang apa-apa memang perlu uang.

Baca: If Death Do Us Apart

So to sum up.

Dulu saya pikir perselingkuhan tidak boleh dan tidak layak dimaafkan. Tapi, pandangan hidup seseorang bisa saja berubah ya. Sekarang, buat saya, wajar dan masuk akal aja memaafkan perselingkuhan dan melanjutkan pernikahan, entah karena memang ingin dan butuh. Atau karena ingin saja atau butuh saja.

Case Shizuka itu cuman contoh yang paling sering saya temui aja. Tapi saya tahu, kebutuhan untuk melanjutkan pernikahan itu tidak selamanya hanya tentang uang. Kadang tentu ada pertimbangan lain, seperti ingin anak tetap punya ayah dan ibu lengkap, menjaga perasaan dan nama baik keluarga besar, and etc. Pertimbangan untuk bercerai pun juga nggak karena selingkuh aja ya. Masih banyak yang lain kayak KDRT, suami nggak pernah menafkahi, berantem gede terus, beda agama, dan, yang klasik namun bikin drained, beda prinsip yang nggak bisa disatukan lagi.


Baca: Bertengkar Karena Capek

Belakangan ada yang curhat tentang ini di DM Instagram dan bener-bener bikin saya kepikiran. If you're reading this, semoga solusi yang akan kamu ambil, apapun itu, dilancarkan dan kamu kuat ya.

Dulu saya pernah cerita tentang pengalaman saya dan Adit ikut hipnoterapi pasutri saat hubungan kami sedang blangsak-blangsaknya.

Baca: Our Experience, Hipnoterapi Pasutri

Lalu banyak yang DM, kalau Di Depok ada nggak, di Kalimantan ada nggak, etc. Jawabannya: I DON'T KNOW, I'm sorry. Jadi, manfaatkan internet ya. Coba digoogle hipnoterapi ... (nama daerah kamu), semoga menemukan.

Tentang judgment dan gunjingan orang, kalau misal kamu mengalami... Well, akhirnya pilihan terbaik adalah sebodo amat orang mau bilang apa. It's our own happiness that matters, not theirs. Jadi sesekali ketusin aja mereka-mereka yang keponya amit-amit. And who the hell cares if you hurt their feelings. Toh mereka juga tidak menjaga perasaan kamu dengan ngejudge dan nyinyir.


And as for other women reading this, stop judging janda perceraian. Sebenernya diksi janda itu baik-baik saja. Judgment kalian-kalian yang kurang berempati ini loh yang bikin diksi janda jadi terdengar negatif. You're not in their shoes, so stop acting like you know everything. Kurang-kurangin kepo dan komentar nyinyirnya, kecuali nyinyir bisa bikin kualitas hidup kita lebih baik atau nambah pahala.

Tapi kan nggak! LOL.




Love,






19 comments:

  1. suka sama postingannya,,,
    ya bener banget selingkuh itu penyebabnya macem-macem
    temen ku suami nnya selingkuh dengan alasan
    istrinya gak pernah bikinin dia kopi di pagi hari ,,,
    padahal hal ini terjadi karena pagi pagi istrinya udah rempong ngurus anak -sarapan- harus ke kantor - dan suami jadi prioritas ke dua..

    semoga kita dijauhkan dari masalah maslah perselingkuhan

    ReplyDelete
  2. kalau ngomongin selingkuh emang rasanya ngeri. Pernah diceritain ada suami selingkuh karena dia ngerasa gak nyambung kalau bicara sama istri, hiks

    ReplyDelete
  3. Mksih udh ngibgetin miubi.
    Smoga terhindar dr konflik rmh tangga sprti ini. Amin.
    Slm support bwt yg curhat soal ini ke miubi. Smoga mnjadi solusi terbaik appun keputusannya. Amin

    ReplyDelete
  4. Huftt... Aku pernah ngalamin, diselingkuhi, dan keputusanku cerai waktu itu. G ada kata maaf, harus cerai. Untungnya g ada anak dipernikahn pertama. Tapiiii ges, seandainya ada anakpun, aku g akan bisa maafin selingkuh. Jd kemungkinan aku pasti ttp memilih cerai. Bersyukurnya, krn aku toh kerja, jd ga semata2 tergantung suami utk uang. Krn itu aku ttp bisa memaklumi kalo ada wanita yg mungkin memilih bertahan krn alasan tidak bekerja :(

    ReplyDelete
  5. This is one of the subject that we discussed before marriage. Ayah mertua saya praktisi poligami, while I have highest regards to MaMer saya tidak mau dan tidak bisa mengikuti jejaknya.

    Sehingga, jika saya (amit-amit) ada di posisi MaMer, udahlah yuk dadah bye bye aja. But I have no judgment at all untuk istri atau pasangan manapun yang memilih untuk stay atau berpisah. To each their own.

    ReplyDelete
  6. Aq juga dulu mikirnya kalo suami selingkuh ya udahlah cerai, tapi ternyata kalo sekarang aq lebih mikir kembali kepada suami dan istri itu untuk sama2 mau mulai lagi hubungannya atau mengakhiri, nggak yang hanya suami aja atau istri aja ingin tetap sama-sama.

    jadi ingat quote yg baru kemarin di baca"akhiri masalahnya bukan hubungannya"

    makasih sharingnya mami ubi

    ReplyDelete
  7. aku kok malah jadi kepikiran, gimana kalau istri (yg gak kerja) terus ditinggal mati sama suaminya, yg notabenne masuknya uang ya hanya dari suami itu, alias ngandelin gaji tok. kayaknya emang gak ada piliha lain ya selain mulai dari awal, cari kerja.. hmm, tp kalau ditinggal suami karena pelakor sih aku gemassss!!! gak melulu salah suami sih bener juga, bisa jd istrinya terlalu sibuk nhurus rumah dan anak, jd suaminya agak sedikit terlupakan dan dapet perhatian lebih dari peremluan lain diluar sana.. ahhhh self reminder banget ini buat aku yg sering cuekin suami karena terlalu lelah ngurus anak dan rumah ����

    ReplyDelete
  8. ini terjadi sama yang depan mataku mba Gesi dan istrinya memilih memaafkan wlw suaminya udah tercyduq berapa kali alasannya memang istri ga punya penghasilan sementara 2 anaknya butuh biaya sedih banget aku tapi karma berlaku mb ges sejak istrinya meninggal perlahan dia merasakan kepedihan dengan apa yang telah ia tanam dulu. kalau aku makanya sebisa mungkin untuk selalu putar otak kalaupun nanti ga kerja aku masih punya skill untuk ngasilin uang.

    ReplyDelete
  9. TVery thoughtful post Ges. Akhir-akhir ini lagi mikir banyak tentang ini krn tante sendiri baru mengalami. Ikut sedih melihat keluarganya tercerai berai sejak suaminya ketahuan punya keluarga yg lain.

    Meski tidak berkerja dan anaknya 3, Tante tetap memilih pisah krn Alhamdulillah masih punya tabungan dan skill yang bisa dijadikan harapan masa depan.

    ReplyDelete
  10. Sensitif ya ini... Semoga gak terjadi sama kita :)

    ReplyDelete
  11. Tulisan yg bagus banget mba Ges ��

    Setelah nikah beberapa kali kepikiran topik ini. Kepikiran aja sih, karna cewek centil (ups) di luar sana juga banyak, huhu :( Naudzubillah saya ngga mau pokoknya, karena gimana2 saya cinta sama suami saya dan juga sudah ada anak..
    Untuk siapa pun yg sedang mengalaminya, my deep support untuk anda semua. Tuhan memberikan cobaan agar umatnya lebih kuat. Semangat!

    ReplyDelete
  12. Sedih,,. Kdng kalau danger kyk gitu, hnya krn hal sepele trus selngkuh hiks,hiks,, apapun kekurangan pasangan hendakny d terima krn klo sdh selingkuh it's not reason for loving again.

    ReplyDelete
  13. Pilih cerai dong. Karena selingkuh itu penyakit, dan obat dari selingkuh itu cuma satu: Mati.

    Jadi maksudnya, sekali orang berselingkuh, baik laki2 maupun perempuan, maka kesempatan untuk mengulanginya lagi itu besar (waluapun sudah tobat, dll). So selingkuh emang gak ada obatnya mami ubi....

    ReplyDelete
  14. Sedih ya, apakah benar-benar kekurangan dari pasangan ini nggak bisa lagi dirundingkan sehingga memilih nyaman bersama yang lain? sehingga nggak perlu ada selingkh-selingkuh ini. nyebelin loh ngeliatnya di sekitarku banyak

    ReplyDelete
  15. Selingkuh ? No way!
    Cuma diagamaku nggak bisa cerai, ��
    Semoga permasalahan bisa diselesaikan dengan baik tapi tetep perselingkuhan ttp meninggalkan luka yg dalam, semoga kita selalu rukun sama pasangan ya mak Ges

    ReplyDelete
  16. pernah juga lihat langsung kejadian do temanku. atau ada yang ngasih nasehat ke aq kalo ldr ati2 suami selingkuh apalagi di jakarta ceweknya cantik dan modis blablabla. hmm, ngeri sih memang, pinter2nya istri buat mencari solusi agar tidak terjadi perselingkuhan

    ReplyDelete
  17. Hai mbak ges..postingannya menohok sekali :(

    Dulu sebelum menikah, saya berprinsip kalau salah satu pasangan selingkuh setelah menikah itu solusinya hanya satu : cerai..

    Tapi ternyata di tahun ke 3 pernikahan, suami saya ketahuan selingkuh dengan rekan kerjanya saat saya hamil anak kedua. Dan dengan berbagai pertimbangan, saya memilih memaafkan dan berjuang bersama dari awal lagi . Sayangnya yang saya tidak tahu adalah memaafkan itu memang mudah, tapi yang sulit adalah melupakan rasa sakitnya...istilah kerennya " Forgive, but not forgotten "
    Jadilah hampir 2 tahun saya galau, masih sakit saat ingat bahwa pernikahan saya sudah "ternoda" hehe.... dan sampai detik ini masih berharap ini adalah pilihan terbaik bagi kami.

    eh udah kepanjangan ah komen berbau curcolnya hihihi

    ReplyDelete
  18. sandungan setelah menikah bagi pasutri hanya ada 2 aspek saja,bersumber dari mantan yang dibuka kembali hubungannya oleh mereka yg telah menikah,atau dari rekan kerja/kenalan dunia maya lawan jenis yang dikhususkan oleh salah satu pasangan bisa istri,bisa suami.
    tidak dibahas disini adalah yang terkait selingkuh terhadap muhrimnya,bisa ipar,sepupu,ibu mertua,karena ini bejatnya luar biasa,bahkan Rasulullah yang tahu hal ini langsung memerintahkan untuk memenggal kepala kedua pelaku zina di lingkungan muhrimnya.
    Coba pahami surat Al Isro : janganlah kamu mendekati zina,dst dst
    mengapa Allah ayatkan seperti itu,bukannya :jauhilah zina?
    ini pemahaman sederhana karena zina kelamin terjadi melalui proses,semuanya adalah PENDEKATAN,bayangkan mulai tertarik lawan jenis selain istri/suami,tukar no hp,curhat,saling rayu meningkat ketemu diam2 langsung,sekali,dua kali,tiga kalinya check ini karena berahi haram yang tidak tertahankan,jadilah zina kelamin.
    apakah itu perlu seminggu dua minggu? lebih tentunya,jika terjadi proses yang makan waktu,mengapa pasangan sahnya tidak menyadari PERUBAHAN pada pasangannya dan mencoba menyelidiki? umumnya ketahuan setelah zina kelamin terjadi,ribut lalu cerai.
    artinya ada komunikasi intern yg gagal,tidak adanya koordinasi pasutri,sehingga PERUBAHAN itu alpa diperhatikan.
    bahwa lingkungan kerja ikhtilat,campur baur laki wanita,berpotensi membuat kortsleting lalu keduanya sepakat membuka restleting.
    masa kumpul lawan jenis dalam kerja sehari hari itu lebih lama dari masa kumpul pasutri dalam pengertian quality time lho,akibatnya berpotensi terjadi lagi kortsleting lantas sama2 sepakat buka retsleting
    apa inti semua ini?
    jika pasutri dari jenis yang suka eksperimen,suka menjajal yang lain,ini watak,sulit diperbaiki,yang seperti ini umumnya berakhir dengan cerai.
    jika karena terkena rayuan lantas selingkuh,ini sarat dengan masalah internal komunikasi-koordinasi pasutri,masih bisa diperbaiki ketika keduanya punya tekad mempertahankan keutuhan rumahtangga,jika salah satu tidak minat lanjut,cerai juga akhirnya.
    terakhir adalah pemahaman naik turunnya iman,waspadai ketika hubungan pasutri krisis,iman juga sedang grafik bottom,mudah sekali digiring masuk lembah perselingkuhan,sehingga menjaga iman yang cuma setipis kertas karbon tapi tidak setiap orang boleh merobek-robeknya adalah penting.

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^