Monday, July 18, 2016

Our Experience: Hipnoterapi Pasutri

Di beberapa postingan sebelumnya, saya pernah menyinggung tentang hipnoterapi pasutri. Hipnoterapi pasutri tersebut saya ikuti bareng dengan Adit saat hubungan kami sedang blangsak-blangsaknya. Momen kelam deh itu pokoknya. 


Ternyata kemudian ada beberapa teman yang menanyakan tentang hipnoterapi yang kami ikuti ini karena hubungan mereka dan pasangannya masing-masing sedang di ujung tanduk. Daripada dijawab satu-satu tiap ada yang nanya, saya ceritakan di sini ya...

Dulu saya dan Adit memutuskan untuk ikut hipnoterapi pasutri karena kami merasa butuh bantuan orang lain untuk menengahi percekcokan kami. Udah pernah saya ceritain sih dulu.


We felt that what we did had crossed the line. Kami saling memaki dengan kata-kata yang nggak sopan. Kami saling menampar. Kami segitu gampangnya mengucap kata cerai. Yang paling bikin kami sedih dengan semua itu (juga alasan terbesar kami merasa harus berubah dan butuh bantuan) adalah kami ngerasa guilty luar biasa karena Kakak Ubii jadi harus melihat pertengkaran kami. Di saat itu, saya dan Adit jadi justru bersyukur Kakak Ubii tuna rungu sangat berat. Jadi, paling nggak, dia nggak bisa dan nggak harus mendengar segala macam sumpah serapah yang kami lontarkan. But, still, dengan adanya pertengkaran yang berlangsung hampir tiap hari itu, atmosfer di rumah jadi super duper nggak enak. Kami yakin Kakak Ubii bisa merasakan atmosfer setan itu, karena dia jadi rewel dan menangis all the time.

We're so sorry, Ubii.. 

T________T

Long story short, we decided to take the couple hypnotherapy package. Di sini saya berusaha ceritakan sedetil mungkin yah, supaya kalian ada gambaran, kecuali hal-hal yang saya lupa. Bahahaha!

Program yang kami ambil memiliki 5 sesi. Adit punya 2 sesi sendiri, saya juga punya 2 sesi sendiri, dan sisa 1 sesi adalah sesi bersama.

(Note: Sebelumnya saya sempat bilang sesinya ada 8. I was mistaken. Yang benar, sesinya berjumlah 5 sesi).

Berikut saya copy paste dari email preview programnya:

Di program Family Therapy, akan ada beberapa prosedur yang dijalani yaitu:
  1. Penggalian akar permasalahan dari masing-masing (suami istri) secara terpisah.
  2. Terapi dan konseling untuk masing-masing secara terpisah.
  3. Menemukan SOLUSI bersama dengan menyesuaikan dari hasil penggalian masalah yang ada.
Kami tidak menggunakan obat-obatan, murni hanya konseling dan hipnoterapi saja.

.

Di sesi pertama saya, agendanya kurang lebih hanya kenalan dan ngobrol biasa. Terapis menanyakan hal-hal berikut ini, more or less:
  • Apa yang saya suka dari Adit
  • Apa yang saya nggak suka dari Adit
  • Biasanya kami bertengkar karena apa
  • Biasanya saat kami bertengkar, terus kami ngapain
  • Gimana baikannya pasca bertengkar
  • Gimana saya menggambarkan hubungan kami
  • Gimana saya melihat pengorbanan/hal yang sudah dilakukan saya dan Adit untuk mempertahankan hubungan kami
  • Apa yang ingin saya rubah dari diri saya
  • Gimana saya menggambarkan diri saya sendiri
  • Gimana saya dulunya dididik dan dibesarkan
  • Apa ada peristiwa/pengalaman kurang menyenangkan yang pernah saya alami dulu

Pertanyaan terakhir itu artinya bisa luas banget yah, tergantung diri kita masing-masing. Bisa pengalaman nggak enak di masa kanak-kanak, peristiwa yang membekas banget di sekolah, dan lain-lain, pokoknya yang membentuk diri saya saat ini. Yang membentuk sifat, karakter, pola pikir, san attitude saya terhadap semua hal saat ini.

Ada satu hal yang saya rasakan benar-benar membentuk kepribadian saya sekarang, yaitu pola asuh Mama saya. Mama adalah pribadi yang sangat keras dan tegas. Mama adalah tipe orangtua yang menomersatukan pendidikan akademis sehingga saya terpola harus dapat ranking di kelas. Itu jadi pemahaman saya sampai kuliah. Saya harus punya nilai paling tinggi. Sehingga kalau saya nggak juara kelas atau IP saya lebih rendah dari teman lain, saya bisa stress luar biasa. Saya bisa merasa jadi orang terbodoh sedunia dan jadi bete banget nget nget nget.

Watak Mama yang keras itu sudah ditunjukkan sedari dini, sepanjang saya bisa mengingat beliau. Mama nggak mentolerir kesalahan kecil. Kesalahan sepele semacam saya lupa mematikan lampu kamar mandi, lupa membuang bungkus Milo sachet, dan lain-lain bisa bikin Mama berang dan mengomel panjang lebar. 

Ada banyak momen kurang menyenangkan yang saya ingat tentang hubungan saya dan Mama. Pernah, suatu saat ada teman saya menginap di rumah. Saat itu saya masih SD. Saya melakukan kesalahan sepele yang saking sepelenya saya sampai lupa saya ngapain. Mama langsung mengomeli saya di depan teman saya. Saya malu banget saat itu dan I can still remember the embarrassment up until now.

Momen lain yang saya ternyata masih ingat sampai sekarang adalah saat saya diajari pembagian bersusun sama Mama. Tau kan pembagian bersusun? Maaf ya kalau istilahnya salah, saya sudah lupa hehehe. Itu kelas 3 atau 4 SD kalau nggak salah. Saya nggak bisa-bisa saat diajarin dan Mama marah-marah. Sejak itu saya jadi takut salah.

Mama saya adalah tipikal orang lama yang kolot, jadi beliau sering main tangan saat marah-marah. Pernah suatu kali saya ketahuan bohong, lupa euy bohong apa - tapi yang jelas bohong khas anak-anak, mulut saya dijejelin lombok rawit. Pedes banget euyyyy! Tapi, karena itu, sekarang saya jadi suka pedes. Makanya saya suka banget makan lidi pedas, Maicih, dan sebangsanya. Oke, itu gak penting. Sori.

*____*

The point is, I grew up fearing her. Mama jadi figur yang saya takuti. Saya takut buat salah, saya takut kalau salah ketahuan Mama, saya takut kalau nggak dapat ranking. Pokoknya saya banyak takut di rumah.

Little Gesi - begitu tembam

Alhasil, saat saya sudah SMA, punya motor, dan bisa naik motor sendiri, saya jadi main terus. Saya jarang banget ada di rumah. Tiap pulang sekolah, saya kongkow dulu sama temen-temen di kosan temen atau di angkringan. Setelah itu pulang cuma untuk mandi, lalu saya pergi lagi untuk les. Setelah les, saya juga nggak langsung pulang ke rumah. Saya main-main dulu atau muter-muter sendirian naik motor. Pokoknya saya berusaha pulang sekitar jam 9 malam, saat Mama sudah tidur atau at least masuk kamar supaya kami nggak harus banyak ngobrol. Kadang les-les yang saya ikutin itu memang beneran. Tapi, banyak juga les yang fiktif. Saya ngakunya les Fisika, misalnya. Padahal itu cuma karangan saya supaya saya bisa keluar rumah. Supaya nggak curiga, saya tetap minta uang untuk bayar les Fisika fiktif itu. Lalu uangnya saya buat jajan-jajan sama teman-teman.

I grew up as a rebel.

Beberapa kali saya nggak pulang ke rumah tanpa pamit sehingga Mama dan Papa saya kalang kabut kebingungan dan saya dimarahi habis-habisan. Pernah juga Papa menemukan kosan teman tempat saya kongkow-kongkow dan Papa marah besar di situ di depan teman-teman saya. Malu banget rasanya. 

Back to hipnoterapi.

Setelah mendengar cerita saya tersebut, terapis merasa pola asuh Mama terhadap saya lah yang paling besar berkontribusi dalam pembentukan karakter saya dan akhirnya bikin saya sering bertengkar sama Adit. Begitu terapis bilang gitu, saya emang jadi langsung sadar kalau itu bener dan masuk akal banget. Kenapa? Karena setelah ditilik dan dari cerita Adit ke terapis, ternyata pertengkaran-pertengkaran saya dan Adit penyebabnya remeh banget:
  • Adit lupa mematikan lampu kamar mandi setelah selesai pakai kamar mandi dan saya mengomel sampai lebay.
  • Adit lupa buang sampah.
  • Saya yang lupa, tapi ketika Adit mengingatkan, saya malah marah besar karena nggak mau dan nggak bisa disalahkan.

Intinya itu. Hal-hal mendasar dan prinsipil kayak perbedaan agama kami tuh malah nggak pernah membuat kami bertengkar. 


Yang bikin kami sering cekcok, most of the time adalah karena saya marah berlebihan untuk kesalahan sepele dan Adit nggak terima diperlakukan seperti itu.

Perbedaan watak juga bikin kami sering bertengkar. Saya cenderung membuat rencana dan back-up plan, sedangkan Adit spontan. Saya suka ngelist kemungkinan A-Z sebelum ambil keputusan, sementara Adit just goes with the flow. Saya suka kesal saat kenyataan nggak seperti yang saya prediksi sebelumnya, sementara Adit bisa woles kalau ternyata prediksi kami meleset. Saya merasa Adit lamban. Sebaliknya, Adit merasa saya terlalu grasa-grusu.

Di sesi private selanjutnya, saya diperdengarkan musik instrumental yang menenangkan. Mas Eric menyuruh saya untuk relaxed, tenang, memejamkan mata, dan masuk ke pikiran tentang momen yang saya rasakan traumatising bersama Mama. Awalnya memang saya nggak bisa 'menuruti' yang diminta terapis karena saat saya merem, saya malah kepikiran yang lain entah film, Kakak Ubii di rumah lagi ngapain, teman-teman saya sudah pada nikah belum, dan lain-lain. Tapi, lama-lama bisa juga kok ternyata. Eventually, saya bisa memfokuskan pikiran saya ke peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan Mama. Dan akhirnya terapis menyuruh saya berkata dengan lantang, "Mama, aku memaafkanmu." Sumpah, susah banget mengucapkan itu. Mungkin kalian mencibir, "Alah, apa susahnya sih bilang gitu doank?!"

But, the truth was, it was definitely NOT easy. Berat sekali rasanya mau mengucapkan kalimat itu. Makin susah lagi karena saya sudah nangis sesenggukan akibat mengingat-ingat peristiwa masa kecil sama Mama padahal terapis minta saya ngomong keras-keras. But I could finally say it out loud. Dan emang lega banget sih setelah ngomong itu.

Terapis nggak cuman minta saya menceritakan dan mengingat hal yang berhubungan dengan Mama. Ada kalanya juga terapis bercerita tentang Adit. Tentang perasaan Adit saat saya marahi terus-menerus, kesedihan Adit saat apa yang dia lakukan semuanya salah di mata saya, dan isi hati Adit bahwa dia sebetulnya masih ingin mempertahankan pernikahan kami, whatever it takes.

Finally we came to an understanding. Bahwa apa yang lakukan ke Adit itu adalah karena saya terbentuk sedemikian rupa dari masa kecil saya. Bahwa saya harus merubah itu, or else I would grow up as my mom, which I do NOT want.

Terapis juga memberi beberapa nasihat dan saran buat kami:

1) Kami harus mengupayakan waktu untuk pacaran berduaan. Entah dengan menunggu Kakak Ubii tidur atau dengan menitipkan Kakak Ubii ke Eyangnya.


2) Saat salah satu dari kami sudah mulai jenuh dan butek, misalnya saya nih. Saya harus jujur ke Adit dan Adit sebaiknya memberikan kesempatan supaya saya bisa punya me-time. Dan saat saya sedang me-time, saya harus memanfaatkan itu sebaik dan selepas mungkin supaya saya bisa fresh lagi saat kembali ke rumah dan ke rutinitas sebagai ibu dan istri.


3) Saat ada hal yang harus didiskusikan dan hal tersebut berpotensi memicu perdebatan atau beda opini, nggak boleh lewat SMS. Harus ketemu langsung, duduk bareng, baru diskusi sama-sama tatap muka. Hal yang berpotensi bikin berantem ini bisa masalah keuangan, masalah pribadi, curhat pribadi karena penat, kerjaan yang nggak beres, jengkel sama ART, dan lain-lain.


4) Persering ucapkan kata-kata yang manis dan positif macam I love you, makasih sudah beliin aku lauk, makasih sudah mijitin, dan lain-lain. Persering pujian-pujian kecil untuk pasangan. Lakukan hal yang bisa bikin pasangan hepi.


5) Ketika pasangan sedang menceritakan masalah, jangan disela, biarkan cerita sampai kelar dulu. Terutama saya, karena saya suka banget nggak tahan mau komentar padahal Adit belum selesai cerita. Apalagi kalau pas hari saya sedang berat, saya pasti hobi menyela omongan Adit.


Udah sih, I guess that's pretty much all I can remember. Hehehe.

Kalau ditanya apakah hipnoterapi ini efektif untuk saya dan Adit, atau apakah hipnoterapi ini bener-bener membantu hubungan kami, jawabannya YA. Kami jadi lebih baik setelah mengikuti hipnoterapi ini. Jauh lebih baik.

Tapi, jangan jadikan ini sebagai patokan ya. Karena efeknya untuk masing-masing pasutri kan pasti bisa beda-beda dan macam-macam. Tergantung akar masalah masing-masing, kenginan untuk mempertahankan hubungan masing-masing, dan masih banyak lagi.

Kalau diminta membandingkan hipnoterapi di sini dengan di tempat lain yang sama metodenya, atau di tempat lain yang beda metode (misalnya psikolog, psikiater, dan lain-lain), saya dan Adit nggak akan bisa jawab karena kami BELUM PERNAH cobain yang lain. Kami belum pernah ke psikolog, psikiater, atau ke tempat hipnoterapi lainnya.

Untuk biaya, 5 sesi kami itu dipatok seharga Rp 3.500.000 di tahun 2014. Sekarang, nggak tau deh. Mungkin sudah naik. I don't know for sure.

Itulah cerita tentang hipnoterapi pasutri yang bisa saya bagikan. Semoga bermanfaat untuk teman-teman pasutri yang membutuhkan bantuan dari pihak ketiga. Semoga kalau kalian ada masalah dengan pasangan masing-masing, bisa diselesaikan dengan baik dan atmosfer rumah menjadi hangat lagi, ya for the sake of your kids..

Anyway, in case you're wondering about my relationship with mom nowadays.. We're doing extremely good. Our relationship was getting better since I gave birth. Although she didn't say anything to me (such as sorry, etc), I know that she was trying to change and open up to me. Now we're pretty close. We got better and better ever since Aiden was born. She looks very very happy and glad seeing how Aiden grows up healthily. There's no tension between us anymore.

Besides, kadang-kadang saya merasa bersyukur Mama saya sudah mendidik saya dengan super tegas dan galak. Kalau masa kecil saya nggak rough, mungkin sekarang, hari ini, saya nggak akan berdiri di sini cekakak-cekikik dan tetap alay dalam merawat Ubii with her special needs. She has made me who I am today and I guess I'm eternally grateful for that. Time heals. I love my mom just the way she is. I can't really say nice words to express it, but I do love you, Mom!!!

Ada yang pernah ikut hipnoterapi semacam ini juga? Atau ke psikolog or psikiater, maybe? Please share your stories in the comment section below, siapa tahu cerita kalian bisa bermanfaat juga untuk orang lain.


Sharing is caring... :)


Love,





51 comments:

  1. Wuaaa.. mami ubi
    Makasih sharingnya, mi....

    ReplyDelete
  2. Aku pernah mau hypnotherapy tp gajadi, hehe. Nanti mau coba ah

    ReplyDelete
  3. Amazing story like always. Untuk bisa berani mengaku kalau hubungan kita perlu bantuan itu aja luar biasa, ges.
    Senang akhirnya bisa liat kalian berdua setelah melewati badai, dan kamu murah hati berbagi cerita. Terima kasih yaa..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Awalnya memang malu mau cerita sedetil ini (eh ini aja belum detil banget sih sebenernya) hahaha, but it turned out that some of my blog readers are experiencing the same thing and want to know more about the couple hypnotherapy, so I hope this can enlighten them quite a bit. Amen! Thanks ci Susan :*

      Delete
  4. Belum pernah ikut sebagai pasutri tapi aku pernah ikutan sendiri yang semacam ini. Terlebih krn banyak trauma masa lalu yang berhubungan banyak dengan pengasuhan. Hasilnya? Bisa move on dan bikin aku lebih sabar dalam menghadapi keseharian termasuk berhubungan dgn anak2 dan suami :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata kok banyak ya hal-hal yg diakibatkan oleh trauma pola asuh. Apakah karena ortu zaman dulu memang lebih keras dan tegas daripada ortu zaman sekarang ya? What do you think? Anyway, I'm glad that you've overcome your past :)

      Delete
  5. Baca cerita ini kok kayaknya mama ubi lebih galak dari aku nih hihihi... *peace (takut diomelin juga :D). Memang perbedaan karakter suami istri itu berat dihadapi, salah satu penyebabnya pola asuh ya. Semoga pola asuh yg salah dari ortu bisa kita jauhi, jadi ga terulang ke anak2 kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiinnn, Mak Ella. Setuju banget tuh. But, sadly, kadang kita tau utk tidak mengulang but tanpa disadari kita jadi seperti ortu kita. In most cases including mine, tapi berusaha aku kurangi bangettt.

      Delete
  6. Mami Gesi, i feel like you
    Berasa ditampar bgt dr kata kata Adit lupa matiin lampu, buang sampah lalu marah marah
    Itu aku banget, aku sering marah pdhl sepele dan suamiku gak terima :'(
    Masa kecilku, samaaa bgt kaya mami Gesi, sejak SMP aku jarang dirumah,males ketemu mama, sekolah selalu masuk peringkat 3 besar biar gak di marahin
    Aku tau tekanannya itu gak enak bgt
    Aku pernah ditendang mama grgr gak hafal perkalian pas kelas 2 SD
    Aku pernah ngobrol sama psikolog, katanya suruh memaafkan mamaku, but its still impossible :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Peluuukkkk! Oh God, I know exactly how it feels. Syukurlah mba Ayu sudah pernah ke psikolog, semoga sedikit banyak bisa kasih pencerahan. Let's forgive her, Mba. I think it is the only thing yg bisa bikin kita move on dan bahagia dengan diri dan kehidupan kita saat ini. Peluk peluk peluk :)

      Delete
    2. Same with mee������������hubungan yg tdk pernah baik dg ibu,gak pernah di rumah,selalu di omelin...di marahin..di cubit krn kesalahan sepele..di beda2kan dg saudara yg lain.dan selalu menunjukkan prestasi akademik,tp semuanya nothing..tdk mengubah hubungan menjadi baik..dan ssya merasakan apa yg mb rasakan jg...memarahi anak..suami krn hal2 sepele..rasanya saya butuh hypnotherapy jugaa����������������������������saya baca tulisan mb pas bagian membayangkan masa lalu rasanya sudah pengen nangis��������������

      Delete
  7. Mami Gesi, i feel like you
    Berasa ditampar bgt dr kata kata Adit lupa matiin lampu, buang sampah lalu marah marah
    Itu aku banget, aku sering marah pdhl sepele dan suamiku gak terima :'(
    Masa kecilku, samaaa bgt kaya mami Gesi, sejak SMP aku jarang dirumah,males ketemu mama, sekolah selalu masuk peringkat 3 besar biar gak di marahin
    Aku tau tekanannya itu gak enak bgt
    Aku pernah ditendang mama grgr gak hafal perkalian pas kelas 2 SD
    Aku pernah ngobrol sama psikolog, katanya suruh memaafkan mamaku, but its still impossible :'(

    ReplyDelete
  8. Peluk Gesi....
    Aku belum pernah hypnotherapy perkawinan, pernahnya kehamilan. Hehe..
    Tapi momen curhat ttg masalah perkawinan yang kulakukan adalah sm pemuka agama, sm Romo. Saat di pengakuan dosa. Curhat semua kesalahanku sm anak dan suami. Gimana aku kalo marah kayak singa. Abis itu mohon pengampunan dan berdoa bareng. Lega rasanya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya, kalau di agama Katholik memang bisa ya curhat/cerita dengan Romo saat di pengakuan dosa. I think it's helpful too since romo bisa jadi pihak ketiga yang netral dan menenangkan kita. Glad that you did that, Mak Noni. Peluk baliikkk :)

      Delete
  9. Wah Mami Gesi, harganya lumayan ya ternyata, hoho. Tapi mirip aq nih, soalnya saya dan suami memang beda banget juga, dan ternyata pola asuh kami juga beda.. Pgn coba euy, tapi nabung dulu nh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Idk kalo seperti ini kenapa dihargai dengan cukup mahal. Tapi kalau mau coba cerita dg pihak ketiga, maybe bisa coba ke spikolog-psikolog yg praktik di RS aja, Mak Dian. Pasti harga lebih bersahabat. Aku ada rekomendasi psikolog oke di RS pemerintah di Jogja, japri aja kalau mau :)

      Delete
    2. Mom..mau dong d japriin..hihi..kadang pengen bisa curhat k psikolog tp g tau yg recommended, :)

      Delete
  10. ntahlah, apa suamiku mau ya ngikutin sesi seperti ini.. bukan berarti hubungan kami bermasalah, tapi ada kalanya, kita srg ga sekata, dan ujung2nya aku bad mood, dan kmudian ngerasa hubungan makin hambar.. apalagi stlh punya anak, kyknya wkt berduaan jd kurang.. seringnya ya selalu rame2 ama anak..

    enak sih kalo pasangan juga ga keberatan ikut konseling begini ya mbak.. kalo cuma salah satu yg mau, ya percuma sih ya :(..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Fanny, hugs. The good thing is, mungkin suami mba merasa belum perlu, which means hubungan mba dan suami masih dirasa baik2 saja, which is good, right? Kalau aku dan Adit dulu kan udah amit-amit banget, mba.. Udah saling tonjok segala macem bahahaha. Jadi opsi ikut hipno ini udah terasa sebagai keharusan, bukan pilihan lagi, karena udah membahayakan hubungan kami banget. Apapun itu, saling mendoakan ya mba ^^

      Delete
  11. Aku pernah kayak gt juga, tapi namanya bukan hypnoterapi. Hanya waktu itu ada saudara yang bisa liat klo ada masalah besar yang dipendam sama aku. Jadi dia bilang klo aku harus ikhlasin. Dan pas peluk bapak gitu langsung nangis kejer kedengeran sampe luar rumah. Dan masalahnya hampir sama dengan mami ubii. Pengaruh ortu di pola asuh sehari2. Solusinya sebelum tidur diminta doain ortu dan usap2 dada sambil bilang saya ikhlasin semuanya. Selepas itu tidurnya jadi enakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, makasih mba Ila ceritanya. Mungkin cara itu juga bisa aku cobain supaya lebih legowo lagi. Thank you very much mbaaa :)

      Delete
  12. waaah, it's enlighten my perspective. Makasi mami ubi :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama, Mba Alma. Glad it can be enlightening :**

      Delete
  13. Baca ceritamu jadi kaya ngaca aku. Sama Ges, aku juga suka ngomel ke suami untuk sesuatu yang sebenarnya remeh. Terus aku juga nganggap dia lamban, dan aku grasa-grusu sehingga seringkali yang kulakuin krn pengen cepet malah kacau semua hihihi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin emang bawaan emak-emak ya, rata-rata pada suka ngomel, hihihi. Peluk mak Irits :*

      Delete
  14. Kayaknya memang kebanyakan pihak istri tuh terstruktur dan grusa grusu ya :D aku juga gitu dan kayaknya ini juga yg bikin aku sering bertengkar dengannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi bisa jadi. Soalnya kalo emak-emak liat yg gak sreg dikit emang bawaannya ngomel yak. LOL. Peluk... Semangat maakk ^^

      Delete
  15. Ci Paula, aku juga pernah dengar katanya masa pernikahan paling riskan itu kelipatan 5, emang kenapa sih? Penasaran euy.

    ReplyDelete
  16. mamanya Grace persis dengan Ibu saya. dulu setiap belajar matematika dengan Ibu, boro2 pelajarannya nyantol di otak. yang ada ketakutan mulu karena pasti dimarah2in kalo gak bisa ngerjain soalnya. makanya sekarang saya woles aja kalo anak saya kurang jago matematika. gak mau anak saya mengalami hal yg sama seperti saya dulu :D dalam hal2 sepele lain juga sama. ketika saya memencet tube pasta gigi dengan tidak diurut dari bawah (langsung dipencet di tengah2) itu juga cukup membuat Ibu mengomel :D atau ketika saya membantu beliau memasak, dan saya mengiris wortel terlalu tebal, pasti akan kena omel juga. tapi syukurlah saya gak sampai mengalami trauma. hanya saja hubungan saya sampai saat ini masih kurang dekat dengan ortu. saya, dan ortu juga, saat ini sedang berusaha untuk memperbaiki hubungan untuk menjadi lebih baik ^_^

    ReplyDelete
  17. aku terharu bacanya, salut makss dan papi ubiii gigih berusaha, rukun terus yah :)

    ReplyDelete
  18. Aku punya teman yg hyperapist malah tp di Jkt. Aku ngrasa kok jadi macam kombinasi antara mamahmu & kamu? Aku keras banget soal akademis & planning for everything & stress kalau ada interupsi. Bedanya cuma nggak terlalu riwil soal rumah. Jadi terbuka pikiranku, mungkin itu juga anak2 lebih happy kalau bapaknya pulang krn beliau orangnya santai, anak2 makan lebih byk & belajar lebih enjoy tanpa les sekalipun. Kudu banyak kontemplasi nih. Gak mau anak2 cuma jadi fotokopiku.

    ReplyDelete
  19. Ges kamu sm adit kok bit similar kyk aku sm ricko hahahaha...
    Btw aku pingin hypno sekeluarga sm krucils jg...krn aku mrs suka "galak" sm mrk klo aku lg lelah bgt pdhal aku tuh syg bgt sm mrk

    ReplyDelete
  20. Waw mama km galak jg ya Gess sampai dijejelin cabe rawit.
    Baru tahu ternyata Gessi pernah les fiktif wahahahaha
    Alhamdulillah kalau makin membaik, semoga langgeng trs ya meski tanpa hypnoterapi sekalipun

    ReplyDelete
  21. Waaah Mami Ubi bersyukur banget pasti ya karena Papi Ubi mau berusaha untuk mencari jalan keluar dari pertengkaran-pertengkaran itu dengan hipnoterapi ini. Aku juga dulu sempet berantem hebat sama suami, aku nyaranin kita nyari orang ketiga aja diluar keluarga untuk ngebantuin kita nyelesein masalah, tapi suami nggak mau. Alhamdulillah masalahnya masih bisa diselesaikan berdua siiihh. Hehehee. Makasi sharingnya mami Ubiii, semoga akur-akur terus dan makin mesra ya sama papi ubiii :D

    ReplyDelete
  22. Mami ubi, nangis deh bacanya. Padahal ga mengalami kejadian yang sama. Tapi rasanya... (ga bisa diungkapkan dengan kata2). Allah memang ga akan memberi cobaan di luar kemampuan hambanya.
    Anyway, ceritanya inspiratif banget. Cocok dibikin film. Hehe

    ReplyDelete
  23. nice sharing ;)
    kepikir galak sama anak, pdhal anak masih kecil dan kesalahan2nya masih wajar... dan kemajuan2 dia justru lbh bnyk
    baca ini bikin saya mikir2, hehehe.

    ReplyDelete
  24. Sekali lagi makasih udah sharing, kok kayaknya semua istri gitu ya sama suami hi3. Mereka suka mempermasalahkan hal-hal remeh sampai debat kusir, padahal kan tinggal bantu matiin aja kenapa.
    Kini saya jadi tau akar masalahnya, jadi pengin nyoba juga terapinya ini.

    ReplyDelete
  25. Tau nggak sih Mbak, karakter Mbak Gesi dan Mas Adit itu kayak aku dan suami. Jadi pas baca bagian,

    "Saya cenderung membuat rencana dan back-up plan, sedangkan Adit spontan. Saya suka ngelist kemungkinan A-Z sebelum ambil keputusan, sementara Adit just goes with the flow. Saya suka kesal saat kenyataan nggak seperti yang saya prediksi sebelumnya, sementara Adit bisa woles kalau ternyata prediksi kami meleset. Saya merasa Adit lamban. Sebaliknya, Adit merasa saya terlalu grasa-grusu."

    ... rasanya kayak ketampar. :v

    Dan emang, pola asuh orangtua yang paling berperan besar dalam membentuk karakterku. Trus hubungan kami jauh lebih baik sejak aku menikah. :')

    ReplyDelete
  26. Mom,,, bgm hubungan rumah tangga setelah terapi?

    ReplyDelete
  27. pas kuliah dulu pernah ngerasa pengen ke psikolog atau psikiater karena merasa hidup ini bikin saya gila dan merasa suicidal tapi takut matinya menyakitkan hahahaa... ah masa-masa galau.. yang mana gak jadi juga karena ga tau mesti ke psikolog yang mana :P

    ReplyDelete
  28. Hai Miss Ges, salam kenal. Saya baru bgd nih ikutin blog n IGmu. Makasih udah banyak sharing ttg Ubii dan banyak hal��Meskipun saya belum punya anak tapi jadi bekal banget postingan2 kamu��
    Btw pas nemu tulisan ini, ko saya ngerasa sprt lg ngaca ya. Perbedaannya :
    1. Saya sudah menyadari sikap buruk saya dalam menjalani RT adalah krn keadaan RT ortu (RT ortu sangat bermasalah sejak dulu hingga kini, mrk pernah mau berpisah meskipun balik lagi). Hal ini saya sadari ketika saya membaca buku 'Menikah Untuk Bahagia' by Indra Noveldy dan saya belum pernah ikut konseling utk penghilang trauma masa lalu
    2. Pola asuh orangtua berakibat buruk pada pribadi saya, saya merasa sulit untuk bersikap dewasa dan berhubungan dengan orang lain atau berbicara dengan orang lain krn setelah saya sadari ada beberapa cara asuh ortu yg membuat saya jd ga PD dan ga berkembang menjadi dewasa
    3. Meskipun begitu, saya dekat dg Mama saya krn kondisinya mama saya bukan tipikal yg galak justru cenderung memanjakan saya. Yang membuat trauma perjalanan RT ortu saya sehingga seperti saya bawa ke dalam RT saya sekarang (begitulah kata buku MUB-Indra Noveldy)

    Sayangnya.. suami saya adalah tipikal orang yang anti menyalahkan ortu krn rasa sayang n hormat beliau ke ortunya dan suami saya kurang terbuka dg pengetahuan2 seperti ini plus sikap suami yg jarang terbuka dg banyak hal. Awal pernikahan menjadi mimpi buruk utk saya, satu2nya jalan, saya cuma berusaha selalu mendekat kepada Allah. Kalau saya down, ga karuan, saya merasa sering ga berguna, cuma itu cara saya. Menyadari bahwa semua jalan cerita adalah yg terbaik dari Allah, perlahan saya memaafkan kesalahan cerminan RT ortu, memaafkan diri sendiri yang pernah berlaku buruk dalam RT tapi teteuuup cerminan itu belum hilang, sering terulang lagi dan lagi����

    ReplyDelete
  29. pengalaman yang sangat menarik....hipnoterapi pasutri....bisa saya terapkan di BANJARMASIN....terima kasih sharingnya

    ReplyDelete
  30. Wah...saya ikut senang mendengar kabar dan tulisan yang Mba Grace buat di web pribadinya ini, saya baru browsing dan menemukan tulisan ini barusan. Intinya mengapa program ini bisa berhasil karena mba dan suami punya kemauan yang kuat, karena keberhasilan program hypnotherapy & konseling yang kami berikan takkan berhasil jika tidak ada kerjasama dari klien kami.

    Salam
    Eric Siregar

    ReplyDelete
  31. kak ada informasi psikolog atau konselor hipnoterapi jogja yg bagus? soalnya masih awam dan takut kalo kesana sendiri

    ReplyDelete
  32. Sy br skg liat tulisan mb..
    Thx sdh mnginspirasi..
    Sy dan suami prnh hipnotherapy skitar staun lalu.
    Didnt work at all mnrt sy, entah salahnya dmana��
    Tp sy koq jd pgn coba lg ya, stlh mmbaca tulisan mb ini. Skali lg, thx

    ReplyDelete
  33. Hai mbak, salam kenal. Saya nangis lo baca artikelnya mbak yg ini, bukan di sesi problemnya mbak dg suami, tp di sesi masalah dg mama dn pola asuhnya. Aku tau bgt gimana rasanya karena aku juga ngalamin, dan masih ngalamin smpe sekarang. Aku malah masih suka kabur2an dari rumah kalo lagi drop bgt (aku tinggal di kost btw, tempat kerjaku jauh dr rumah). Bentar lagi aku nikah, dan semoga semuanya berjalan lancar, semoga pola asuh ala mamaku nggak terulang pd anakku nanti. ���� Thanks for sharing mbak

    ReplyDelete
  34. Saya nangis baca post ini di sesi pola asuhnya karena saya jg ngerasa byk trauma dlm diri saya terkait masa kecil, mbak saya boleh tau dmn tempat hypnonya? Sepertinya saya butuh juga :' salam kenal mbak gesi saya reader baru

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^