Friday, November 17, 2017

Diari Papi Ubii #25: How to Cope with Love Affair

Awal November kemarin saya publish postingan berjudul Memaafkan Perselingkuhan. Ternyata cukup banyak yang bisa relate sampai akhirnya pada DM saya di Instagram. Nggak sedikit yang request supaya Adit menulis tanggapannya tentang perselingkuhan untuk Diari Papi Ubii.


Buat saya, tema selingkuh setelah menikah, dimaafin nggak, dan lalala nya akan lebih insightful kalau dibahas dari sudut pandang laki-laki juga. Laki-laki (my husband, in this case), yang katanya mengedepankan logika itu, sepemikiran nggak sih sama saya yang emang #TeamPerasaan banget?

Baca: #TeamMelankolis

Adit:
Cheating is a choice. Not a mistake ― Anonymous

Saat Grace nyuruh saya nulis tentang point-of-view subjektif terhadap tulisan doi yang “Memaafkan Perselingkuhan," saya bingung sangat.

Baca: Memaafkan Perselingkuhan

Kenapa? Yang pertama, selingkuh itu apa sih? Benchmark apa yang bisa digunakan untuk menakar suatu perbuatan termasuk dalam kategori perselingkuhan atau tidak. Setiap individu maupun pasangan pasti punya standarnya sendiri-sendiri. Apalagi jaman sekarang yah.

Standar selingkuh saya dengan Grace bisa saja berbeda. Standar kawan-kawan tentu berbeda pula. Ada yang menganggap interaksi minim seperti chatting sama lawan jenis pun sudah dianggap selingkuh. Ada yang bilang, even have sex sama orang lain di luar pasangan asal ngga pake hati, hitungannya belum selingkuh (kemudian biasanya pasangan memilih opsi open relationship/marriage). Ada yang menyikapi dengan statement: pasangan akan dianggap selingkuh jika kamu merahasiakan sesuatu yang dirasa dapat mengancam hubungan. Macem-macem lah dan who am I to judge.

Baca: Berteman dengan Mantan Pacar


Sebelum membahas perkara maaf-maafan, saya mau ngebahas triggernya dulu. Kenapa bisa? Macem-macem sih ya.

Ada yang ngerasa udah ngga cocok sama pasangannya, ada yang only for sex, ada yang cuma sebagai selingan to lit up the spark - ingin ngerasain adrenaline rush masa-masa PDKT, ada pula yang emang ngga bisa monogamis tapi kepentok sama aturan (e.g. di agama Kristen Katholik kan susah sekali untuk bercerai). Ada pula yang selingkuh yang nggak main-main: bener-bener menemukan “the one” setelah mengucap “I do” dengan yang lain. Yah, you name those cheesy reasons- it’s legit in the real world. Sad but true.

Baca: Pernikahan Tidak Semudah Bilang 'I Do'

Setelah hampir dua tahun tinggal di ibukota, saya mendapati berselingkuh adalah hal yang sudah dianggap biasa. Dan, ada fakta menarik:

Dunia perselingkuhan ini surprisingly gender-balance.

At least yang terjadi di sekitar saya. Statement seksis “semua cowok brengsek semua” terpatahkan atas cerita teman cewek yang buka rahasia kalau dia tiap hari hampir selalu pulang telat gara-gara “main kuda-kudaan” sama bosnya dulu sementara suami di rumah. Ada pun yang hamil tapi ngga sama suaminya sendiri.

Yang cowo? Cerita-ceritanya sama menariknya. Ada yang poligami punya istri sampe tiga, tapi masing-masing istri ngga tahu kalau dimadu. Dengan dalih “halal” karena sudah nikah siri - tapi kalo kucing-kucingan gini ya namanya selingkuh, tong!


Intermezzo ya - ini buat siapa aja. Kalau ingin menikah, pencatatan perkawinan sangatlah penting lho. Jangan mau kalau nikah hanya diatas agama. Perkawinan yang sah bukan hanya sah menurut ketentuan agama, tetapi juga harus sesuai dengan hukum negara. Emang bakal kayak gimana sih kalo perkawinan tidak dicatatkan? Welp, meskipun nikah siri menurut agama sah, namun menurut hukum negara dianggap tidak sah. So technically the marriage is kinda fraud (I guess?).

Belum lagi kalau ngurus cerai kudu pakai itsbat. Tapi, yang paling kena dampak ya anak. Selain bikin akte lahir bakal dipersulit, anak yang lahir dari nikah siri cuma punya hubungan perdata sama ibu dan keluarganya. Sedangkan hubungan perdata dengan ayahnya ngga ada. Ini artinya anak ngga boleh menuntut hak-haknya dari ayah. Jayalah patriarki. LOL. Nikah siri = another form of oppression towards women, and children.

Baca: Diari Papi Ubii #19 - Memangnya Suami Perlu Diimbangi?

Balik lagi ke intrik perselingkuhan, dan hal menarik yang mengikutinya. Dari beberapa orang baik dari circle pertemanan saya maupun dari cerita-cerita orang yang beririsan dengan selingkuh, ada 3 aliran mayor yang bisa saya highlight:

👫 Ada yang pasangannya selingkuh. Apa yang dia lakukan? Revenge is best served cold, bruv. Doi selingkuh balik. Kalau bisa, sama orang yang deket dengan spouse nya (bos, sahabat) biar impas dari sakit akut yang menahun.

👫 Ada yang pasangannya selingkuh. Apa yang dia lakukan? Cerai atau pisah. Karena dia pikir pernikahan adalah institusi suci dan perselingkuhan merusak segalanya. Tidak bisa dimaafkan. Lo gue end.

👫 Ada yang pasangannya selingkuh, Apa yang dia lakukan? Diam saja. Menikmatinya. Hmmm… untuk memberikan contoh, buat kalian yang nonton Friends, di season 1 yang judulnya “The One with the Boobies”, kalian pasti tahu kan kalau bapaknya Joey Tribbiani itu selingkuh, tapi Ibunya diam saja? Dia ngerasa bapaknya jadi jauh lebih manis ke ibunya habis selingkuh. Well, it’s a guilt-driven act. Tapi as long as ibunya bahagia- you got the point, right?

PS: ada beberapa sikap minor yang lain, tapi kayaknya way too vulgar. Dah fokus ke tiga ini dulu.

Well, as you can see. Ada tiga sikap yang menanggapi perselingkuhan. Satu kasus menggelandang ke tiga kemungkinan. What I am trying to say is, jawaban atas pertanyaan apakah perselingkuhan patut untuk dimaafkan, ngga serta merta bisa dijawab dengan simply yes or no.


Menurut saya, kasus selingkuh itu sangat subjektif, dan case-by-case banget.

Seperti kutipan anonimus di atas. Selingkuh itu pilihan. Tapi kita juga bisa memilih cara kita untuk bahagia.

Buat yang selingkuh: Apakah dengan yang baru ini kamu lebih bahagia? Yakin ini bukan tindakan impulsif?

Buat yang diselingkuhin: Apakah kamu akan lebih bahagia kalau kamu memaafkan dan tetap bersama, regardless rekornya udah ngga bersih? Ever thinking of breaking up/divorce? Sudah pernah bayangin your spouse-less life? Will that make you happier than you are right now?

Cari kemungkinan terbesar untuk memperbesar kemungkinan untuk bahagia. After all, the pursuit of happiness is one that makes us human, right?

Nyari kebahagiaan, tentunya bukan hal yang sepele. Manusia kadang nggak tahu apa yang mereka mau. Dan, menjembatani keinginan dua insan yang sudah berlainan arah akan sangat susah. Hence, kuncinya selain mengutamakan kebahagiaan pribadi, pilihlah jalan yang least damaging. Maksudnya, kalau bisa win-win situation lah.

Let’s say ada suami yang istrinya selingkuh. Lalu mereka tetep mempertahankan rumah tangganya dengan alasan yang menurut saya klise: demi anak-anak. Believe me, anak-anak bisa banget tumbuh sebagai pemuda pemudi harapan bangsa dengan status orangtuanya bercerai. Memang sih presentasenya masih outnumbered.

But the thing is, balik ke pertanyaan tadi: apakah si suami dan istri bahagia kalau mereka tetep keukeuh bersama bukan demi diri masing-masing? Syukur kalo iya. Lah kalo enggak? Adanya juga anak-anak tumbuh di tengah-tengah cekcok bapak ibunya. This is so sad. Kalian masih inget lagunya blink-182 yang “Stay Together for the Kids”? The song criticizes the parents’ choice to stay together only for the kids, not for themselves. Yang kasihan malah anaknya, kan?

“Their anger hurts my ears
Been running strong for seven years
Rather than fix the problems
They never solve them
It makes no sense at all
I see them everyday
We get along, so why can't they?
If this is what he wants
And this is what she wants
Then why is there so much pain?”



Jadi ingat kata temen deket saya:
When divorce is the only option, so it is indeed the only option. It’s inevitable.
“Caranya untuk tidak selingkuh gimana?”

Lha embuh. Balik ke individu masing-masing. Selingkuh itu mungkin banget terjadi. Mungkin juga buat dihindari sedari dini. Mungkin dengan menikah di usia yang sudah matang dan sudah tahu apa yang kita mau akan membantu mengurangi presentase kemungkinan selingkuh.

Baca: Pernikahan Remaja, Yay Or Nay?

Jangan termakan dengan jargon #lifegoal nikah muda, soalnya itu cringeworthy. For your situational awareness, nikah ngga segampang bilang “I DO”, dan ketidaktahuan atas konsekuensi yang mengikuti institusi pernikahanlah yang biasanya yang jadi landasan perselingkuhan.

Baca: Ekspektasi VS Realita Pernikahan

So, apakah perselingkuhan layak untuk dimaafkan: it depends.

Tabik!

***

Grace:

Everything Adit wrote is more or less seprinsip sama saya. The bottom line of our thoughts is ... pasangan yang berselingkuh layak dimaafkan atau tidak, bener-bener perlu mempertimbangkan beberapa aspek dan melihat apakah kedua belah pihak masih sama-sama memilih untuk mempertahankan (dan berusaha!)

Baca: Falling In Love with You A Thousand More Times!

What do you think?

Btw, ada request nggak untuk next Diari Papi Ubii? Kasih ide-ide dong, soalnya kami belakangan ini sering nggak ada ide makanya Adit seringnya jadi nggak nulis apa-apa. Huhuhu.

Thank youuu!



Love,






19 comments:

  1. Selalu suka tulisan nya Adit. Tapi tulisannya kali ini bikin saya harus baca berulang-ulang karena banyak bahasa Inggrisnya ������

    Kalau boleh rikues, film2 apa yg menurut adit cocok ditonton bareng sama pasangan. Secara kan biasanya cewek sama cowok suka beda selera kalau mau nonton film. Makasih

    ReplyDelete
  2. Kalian 1 pikiranlah berarti ttg selingkuh ini yaa :) . Baguslah.. Kayak yg udh aku tulis di tulisannya Gesi, mas.. Aku jelas memilih cerai pas tau ex suami salah kirim sms utk ntah siapalah itu ke aku, dan menurut temen2ku yg sekota ama dia, si ex ini memang deket ama wanita lain selama aku kuliah di negara tetangga. Memang ga ada bukti.. Tp jujur sih mas, denger itu aja, ditambah sms slah kirim ke aku yg dia lakuin, itu udah ngerusak rasa percayaku ke dia. Yg buatku, kalo percaya udh ga ada, ngapain hubungan dilanjutin.. Percuma, ga bakal bahagia.. Itu sih yg bikin aku lgs putusin cerai, ga peduli dia mibta maaf bla bla bla... Ttp hrs cerai. Skr sih hubungan kita udh biasa yaa.. Dia masih follow semua medsosku, walopun aku emoh follow balik wkwkwkwkw.. Toh masing2 kita udh ada pasangan lain skr.. Jd ga usahlah terlalu deket lagi. Yg aku syukurin dr perceraian pertama, ga ada anak saat itu. Tapi trust me, kalopun ada anak, aku ttp ga akan segan utk putusin cerai. Buatku, pernikahan itu bukan cm mikirin kebahagiaan anak, tp jg kebahagiaanku sendiri :)

    ReplyDelete
  3. setuju dengan tulisan mbak Gesi dan mas Adit tentang hal ini.
    saya pun berada di situasi si anak yang ortu masih serumah tapi sudah tidak sehati.

    btw, mau kasih saran dong buat tulisan jumat depan.
    apa yang bakal mas Adit lakukan jika punya waktu 3 hari aja untuk dihabiskan bersama Ubii.
    just the two of you.

    ReplyDelete
  4. bagus sekali,persoaan selingkuh dari perspektif laki-laki karena kalau dari perpespektif cewek biasanya lebih pake perasaan

    ReplyDelete
  5. selingkuh memang persoalan yang tidak mudah, jadi memaafkan atau tidak urusannya bisa panjang

    ReplyDelete
  6. Nah bener, dimaafkan atau tidak itu tergantung kondisinya. Tapi kalau aku yang ditanya rasanya jujur ... Berat untuk memaafkan. Nyeseggggggg 😭

    Membayangkan pun aku susah 😭

    ReplyDelete
  7. aku pun kalau diselingkunghin juga rasanya pengen pergi jauh banget, nggak pengen ditemuin lagi. Karena selingkuh itu nggak cuman ngerusak percaya, tapi juga harga diri.

    ReplyDelete
  8. Kalau saya sudah jelas, perselingkuhan perlu dimaafkan tidak? Tidak.
    Karena pilihan itu sudah diangggap duri bagi kebahagiaan.
    Prinsip saya dalam pernikahan No KDRT dan Perselingkuhan.
    Diselingkuhi dan jd selingkuhan jyga sama2 gak enak. Sangsi sosial zaman now kejaam :D

    ReplyDelete
  9. sama aja ternyata.... selingkuh udah dianggap hal biasa banget, makin banyak yang melakukan tanpa tedeng aling-aling. Naudzubillahimindzalik...
    Kalo aku ga bakalan bisa maafin perselingkuhan... semoga jangan sampai terjadi lah ya...

    ReplyDelete
  10. Berat ini materinya
    Dan agak ngeri-ngeri miris kalau dibahas
    Balik lagi sih, setiap orang punya sisi pemaaf dan sisi kecewa
    Mana yang dominan, kelak akan menentukan bagaimana dia mengambil sikap dalam menghadapu perselingkuhan

    ReplyDelete
  11. hmm, susah komennya nih, hhehe. tapi overall setuju sama pemikiran adit

    ReplyDelete
  12. pemikiran yang menarik dari adit tentang perselingkuhan.

    ReplyDelete
  13. Males mikirin yang ginian. Wkwkwk
    Bahas pendapat suami tentang istri yang ga jago dandan n ga jago masak dong. *Istri siapa ini ��

    ReplyDelete
  14. “Stay Together for the Kids?"

    Aku pernah lihat itu pada suami yang abis ketauan selingkuh oleh istrinya dan kemudian milih tetap sama istrinya karena ssmata alasan anak saja. Semacam nggak peduli lagi soal rasa yg sudah tidak ada lagi sama istrinya. Kalau seperti itu, kebersamaannya dengan istri masih ada arti?

    ReplyDelete
  15. "Tergantung aspek" hmmm :D BTW Bener tidak sih kalau cowok, istrinya selingkuh lbh susah memaafkan? Tapi kalau cewek sebaliknya, lbh mudah memaafkan? Atau aku hanya terllau sering liat drama di tipi hehehehe :P

    ReplyDelete
  16. Kalo aku sih simply no. Karena rasa insecurity gara2 pernah diselingkuhin bakal memakan semuaaa energi seumur hidup. Nanti kalau pergi lama diit curiga. Hp di lock dicuriga. Seperti pepatah forgiven but not forgotten. Daripada stress jadi kanker mending berpisah baik2 . Bertahan demi anak kalau anak masih piyik masih bisa dipahami. Tp kl uda lmyn gede dan ngerti, mereka juga bisa ngerasa unhealthy relationship yg mana ga mungkin bikin mereka bahagia juga.
    Buat diari papi ubi berikutnya bisa sharing kira2 cara didik papi ubi ke Aiden bakal gimana sih. Apa papi ubi termasuk org yg say no never hit a child, atau termasuk yes buat bentuk disiplin.

    ReplyDelete
  17. Ide utk tulisan Adit berikutnya:
    1. Apa sih tujuan hidupmu?
    2. Gimana cara bantu anak utk setting tujuan hidup
    3. Skill apa yg penting dimiliki buat survive

    Udah itu dulu. Hihi

    ReplyDelete
  18. Ide utk tulisan Adit berikutnya:
    1. Apa sih tujuan hidupmu?
    2. Gimana cara bantu anak utk setting tujuan hidup
    3. Skill apa yg penting dimiliki buat survive

    Udah itu dulu. Hihi

    ReplyDelete
  19. Fair enough, it depends ��

    Duluuu, saya juga pernah bilang, bahwa saya tidak akan pernah mentolerir perselingkuhan.
    Namun saat benar2 terjadi, saya diberi kekuatan untuk melewatinya.

    Dari situ, saya bisa belajar untuk lebih mempelajari bahasa cintanya pasangan (yang ternyata berbeda dgn bahasa cinta saya).

    Selalu ada berkah dalam setiap tantangan.

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^