Wednesday, May 24, 2017

Drama On My Facebook Timeline

Last night I was wondering. Kira-kira Mark Zuckerberg perasaan nya gimana yah kalau tahu Facebook sekarang banyak dimanfaatin untuk menebar kebencian dan kenyinyiran? Hahaha, imajinasi macam apa itu coba. Nggak enaknya orang pemikir kayak saya adalah, gampang banget wondering hal-hal yang beginian.

Baca: Gesi Yang Melankolis


Mungkin Mark nggak peduli. Tapi, apa iya dia setidak peduli itu, mengingat gimana profile nya yang (portrayed) sungguh humble dan menjunjung tinggi humanity. Minimal, mungkin pernah lah ya kepikiran lalu jadi sedih sebentar. Kali. Ada nggak sih yang ngerasa belakangan ini timeline Facebook panas banget? 😔

Awal banget ada Facebook, rasa nya fun. Hal-hal yang dipost di Facebook juga masih receh-receh sih. Malah banyak banget yang hanya sereceh wall-to-wall ngajak kenalan. Itu saya semangat banget. Apalagi kalau yang nge-wall profile nya ganteng atau keren. Pasti ajakan kenalan nya langsung saya sambut lah. Dulu, pas masih kuliah dan jomblo.


Dulu, fitur status juga cuman dimanfaatin untuk update kita lagi apa, di mana, dan sama siapa deh kayaknya. Jadi status orang-orang juga mostly singkat-singkat dan isinya nggak penting. 

Sekarang, fitur status dimanfaatin untuk share banyak hal yang panjang-panjang. Termasuk saya juga suka bikin status panjang, hehehe.

But, somehow, I miss status-status remeh deh kadang-kadang. Karena status panjang berisi renungan atau apa pun itu, sekarang banyak yang aura nya negatif.

Yang saya tangkap di timeline Facebook saya belakangan ini adalah:


Putriku Dokter

Jadi ceritanya status ini tentang percakapan seorang ibu dan seorang nenek tak dikenal yang dititipi cucu-cucu karena mama dari cucu-cucu nya sedang menyelesaikan pendidikan dokter spesialis. Sang nenek bercerita dengan bangga tentang putri nya yang seorang dokter, apalagi selama ini pendidikan nya gratis dengan beasiswa karena dia cerdas.

Kesimpulan dari status ini bisa dilihat di beberapa paragraf terakhirnya, begini:
Ibu ... ntah kenapa saya lebih bangga jika nanti memiliki putri yg memilih untuk berkarir di rumahnya, memilih mengasuh sendiri anak2nya, tinggal serumah dengan suaminya, 
Lalu,
Ibu ... ntah kenapa saya lebih bangga jika memiliki putra yang berani bicara tegas ke istrinya "urusan nafkah itu urusanku, kamu dirumah saja mengurus harta dan anak2ku, InsyaAlloh kalian akan tercukupi dengan baik
Dan
Ibu ... ntah kenapa saya lebih bangga jika memiliki anak yg tidak mau "menitipkan" cucu kesaya bukan karena saya tidak sanggup atau tidak mau karena mereka akan berdalih "cukuplah dulu ibu merawat kami maka biarkan kami sekarang merawat ibu.

Status ini banyak yang ngeshare di timeline saya karena memang ada cukup banyak teman Facebook saya yang berprofesi sebagai dokter atau tenaga kesehatan dan mereka perempuan. Mostly mereka jadi agak tersentil.

Banyak juga ibu rumah tangga yang ngeshare dengan kalimat-kalimat persetujuan bahwa memang sebaiknya seorang ibu itu karirnya adalah mengurus anak.

Status ini sebenernya nggak mengandung hal baru, ya. Intinya kan ibu rumah tangga vs ibu bekerja. Dan bahasan itu aduh, mulai dari kapan tahun diperdebatkan terus yang entah sampai kapan.


I'm sorry for saying this bluntly, ya. Biasanya (biasanya means tidak semua, ya, tapi saya lihat cukup banyak) kalau ibu rumah tangga yang ngeshare status kayak begitu, caption nya akan mengandung kata-kata yang menunjukkan bahwa pilihan nya, which jadi ibu rumah tangga, adalah keputusan paling benar dan paling mulia. Jadi, kesan nya, opsi ibu bekerja itu, apa pun alasan nya, salah.

I mean, WHYYYY?

Seriously, why!


Bahwa kita merasa keputusan kita adalah yang terbaik, itu nggak salah. TAPI, terbaik untuk siapa? Ya untuk kita sendiri yang melakoni dan keluarga kita yang mendampingi, kan? Untuk ibu-ibu lain yang memang butuh bekerja, ya tentu jadi ibu rumah tangga bukan opsi yang terbaik. 

Alasan ibu-ibu bekerja toh bisa macam-macam. Ada yang merasa perlu membantu suami nya menghasilkan rupiah karena kebutuhan membludak. Ada yang kepengin ikut berpartisipasi mencerdaskan generasi penerus bangsa, kalau profesi nya guru. Ada yang kepengin menolong nyawa orang lain, kalau profesi nya dokter. Ada yang memang tipe butuh aktualisasi diri dan kewarasan selain menjadi ibu dengan bekerja di luar rumah. Ada yang memang hobi aja kerja gitu, tipe-tipe workaholic. Ada juga yang merasa masa hasil sekolah sampai tinggi-tinggi nggak dimanfaatkan untuk mencari rupiah. Yang lain lagi, merasa bahwa mereka punya bakat atau jabatan yang sayang kalau nggak dimaksimalkan.

There are so many reasons and why do we have to bother?

Baca: Istri Punya Penghasilan Sendiri, Yay Or Nay?

Baca: Bosan Jadi Ibu Rumah Tangga

And above all, kalau semua pekerja adalah laki-laki karena semua perempuan berkarirnya di rumah menjadi ibu, gimana kalau kelak kita mau lahiran dan kepengin obsgyn nya cewe biar nggak malu atau risih, hayo?

Nggak semua perempuan ingin dan butuh nya berkarir di rumah > undeniable fact. Accept that tanpa harus mengecilkan para perempuan bekerja.



Pandangan Afi tentang Agama

Afi adalah seorang gadis muda yang baru-baru ini cukup menggegerkan jagad timeline di Facebook saya. Banyak banget yang ngeshare atau bikin status menanggapi status nya. Status Afi sendiri, panjang banget, intinya adalah pandangan dia mengenai agama. Ketebak ya, status tentang agama belakangan ini gampang banget jadi ramai. Akhirnya, akun Facebook Afi sampai disuspend loh. Huhuhu.

Inti dari status nya yang cukup panjang, menurut pemahaman saya, adalah:

❤ Agama, seperti halnya ras, kewarganegaraan, warna kulit, dan nama, adalah warisan. Kita kan nggak bisa memilih kita mau lahir di keluarga yang seperti apa. Misalkan kita lahir di keluarga Kristen dan kedua orangtua kita adalah pemeluk agama Kristen, maka kemungkinan besar kita juga akan beragama Kristen. Jika kita lahir di tengah keluarga Muslim, maka kemungkinan besar kita juga akan menganut agama Islam.

❤ Kalau kita yang menganut agama Islam menganggap bahwa Islam adalah agama terbaik, tentu tidak salah. Namun, untuk orang yang beragama lain, Hindu misalnya. Jika mereka menganggap Hindu adalah agama terbaik, ya tidak salah juga.

❤ Jadi, pada intinya, sah-sah saja meyakini agama kita yang paling benar, untuk kita. Namun, tak usah lah kita lantas berlagak menjadi Tuhan. Melabeli orang lain sudah pasti masuk neraka karena tidak menganut agama kita. Melabeli orang lain sudah pasti nggak bisa menikmati surga karena berbeda keyakinan dengan kita.

Itu menurut pemahaman saya ya. Sekali lagi, saya.


Saya pribadi merasa there is nothing wrong sama tulisan Afi. Sedihnya adalah ketika melihat komentar-komentar dan caption teman-teman yang ngeshare status dia. Banyak banget, I mean like a lot, yang jadi saling ngejudge.

Afi dijudge terlalu liberal, menjadi keblinger, dan dianggap kaum munafiqun.

Orang-orang yang sependapat dengan status Afi juga jadi dikata-katain, "Muslim kok kayak gitu, ckckck"

Kalau baca langsung komentar-komentarnya pasti sedih, karena ada yang pakai kata-kata yang sungguh judgmental dan kesannya kasar.

Semudah itu kah kita mengetikkan kata-kata negatif untuk melabeli orang lain ini dan itu?


Berbeda pendapat, ya tentu boleh lah. Toh manusia itu emang pasti beragam pola pikirnya. Tapi, ayok lah kita berlatih menulis komentar yang lebih halus. Nggak perlu pakai kata-kata yang melabeli orang lain, toh kita ini, manusia, juga tempatnya dosa.

Menulis komentar yang menyatakan ketidaksetujuan dengan diksi yang lebih santun manfaatnya bukan hanya untuk si empunya status yang kita komenin saja kok. Manfaatnya juga di kita. Kita jadi latihan mengontrol emosi, memupuk kesabaran, dan menghargai orang lain.

Manfaat untuk image kita di media sosial juga, kita jadi nggak dikenal sebagai orang yang war-wer-wor dan gampang tersulut. Nanti orang pada takut temenan sama kita gimana kalau image kita adalah pengritik pedas? Kan cedih.

Sebenernya masih ada beberapa hal lain yang belakangan ini sliweran dan cukup hot di Facebook timeline saya. Tapi 3 ini aja cukup deh. Saya ambil yang paling ramai, heboh, dan ramai dikomentarin.

Kalau mau dijembreng lain, banyak sih.

★ Gerakan 7 juta status
★ Kabar bahagia pertunangan mba Yaya dan babang Hamish
★ Keputusan Pak Ahok menangguhkan niat untuk banding
★ Daftar seleb yang punya usaha toko kue berjamaah
★ Tanggapan tentang 'penggerebekan' (saya pakai tanda kutip karena sebenernya kurang setuju media pakai diksi penggerebekan) teman-teman gay di sebuah fitness center yang kemudian mereka ditelanjangi dan difoto-foto oleh pihak kepolisian, cmiiw
★ Endebre-endebre

If there are things I can learn from this recently happening updates, they would be:

💪 Kalau liat status yang bikin tangan gatel untuk komen pedes, langsung tutup Facebook aja biar nggak nurutin hawa nafsu mau komen nyinyir.

💪 Kalau pun saat buka Facebook lagi, masih tetep kepengin komen, at least udah lebih nggak pakai amarah dan lebih woles. Jadi kata-kata nya bisa lebih terkontrol biar nggak judgmental.

💪 Kalau emosi banget baca sebuah status dan nggak tahan banget banget mau komenin, lebih aman bahas bareng temen deket kita di japri atau WA group yang isinya sahabat-sahabat kita.

💪 Setuju atau tidak setuju dengan sebuah status itu wajar dan nggak bisa dihindari karena kita dikasih akal budi dan hati buat berpikir dan merasa. Yang bisa dihindari adalah membalas/menanggapi status-status tersebut dengan bahasa judes.

💪 Kalau kayaknya meragukan kemampuan diri sendiri untuk self-control, ingat ada tombol unfollow dan unfriend, lol.

💪 Agama saat ini gampang bikin orang-orang tersulut, jadi kalau pun mau ngomongin agama, pilih diksi yang paling membumi dan nggak terkesan menyalahkan kepercayaan orang lain.

Baca: Cinta Yang Kuterima dari Mereka Yang Berbeda Agama

💪 Untuk saya yang cari makan dari blog dan media sosial, makin harus belajar ngerem karena media sosial ibarat portfolio saya. Kan sayang kalau saya bikin status panas terus ndilalah ada agency atau brand lihat lalu mereka mengurungkan niat kerjasama dengan saya.

Baca: Media Kit untuk Blogger


Kalau ditanya pernah nggak sih saya menanggapi status-status atau situasi yang ramai di Facebook timeline saya, jawaban nya ... pernah.

Saya juga manusia biasa doang yang bisa ngerasa nggak tahan banget kepengin komen. Tapi (menurut saya) nggak sering dan kata-kata nya nggak sepedes Maicih level 10. But anyway kalau ada temen-temen yang pernah ngerasa tersinggung sama tulisan saya, I humbly aplogize yah.

Sekarang kalau nggak tahan banget nget nget kepengin komen, saya lebih prefer merong-merong di WhatsApp group yang isinya temen deket saya karena mau bahas apa pun sama mereka mah aman. Saya dan mereka nggak selalu berpendapat sama. Banyak beda pendapat nya. Tapi nggak pernah jadi ribut.

Kalau timeline Facebook kamu, gimana? Ada drama apa belakangan ini? Semoga drama segera berlalu, yah!



Love,





22 comments:

  1. Hahahaha... ya begitulah. Beberapa temenku juga bilang FB udah nggak fun lagi karena ya itu tadi. Kebanyakan penebar kebencian & kenyinyiran.

    ReplyDelete
  2. Saya malah udah lama hapus applikasi facebook dari handphone. Karena yaa begitu, gak nahan baca status-status aneh. Dan juga saya punya pengalaman disindir-sindir di facebook hahhahaa.

    Saya mah lebih kuat menghadapi kenyataan pahit hidup tapi real dibandingin saya harus baca wall facebook yang isinya nyindir saya semua.

    ReplyDelete
  3. Mami sayang, ikut menghela nafas bacanya. Yap begitulah. Facebook yg dulu adem ayem tentrem skrg memang jadi panggung sandiwara. Istiqomah aja mami, menjadikan facebook adalah face kita di dunia maya. Menjadi diri sendiri yg kita anggap baik dan sesuai dgn diri kita. Setiap keputusan yg kita ambil pasti dgn bnyak pertimbangan A-Z, dan setiap org atau keluarga mempunyai prioritas yg berbeda. Semakin berwarna facebook ya, semakin menjadikan kita banyak belajar tentang keberagaman manusia dan pola pikirnya. Yg baik, ayuk kita noted. Yang tidak sesuai, mari kita abaikan. Pelukksss buat mamiii. You're so inspiring mami.

    ReplyDelete
  4. Iya, perkembangan facebook pesat banget. Isinya model gitu2 deh.
    Pdhl dlu aku bikin facebook buat ngintipin status yg skrng udah jd mantan plus lost contact gegara aku nikah sm suami hahaha
    Sekarang rada malas updte status pling buat share link blog

    ReplyDelete
  5. Aku merasa hampir smua sosmed banyak bernada nyinyir. Facebook lebih2 buat share hal2 geje. Di instagram pun orang ga malu berantem kata dg orang lain yg ga dikenal hanya demi "membela" artis kesukaannya. Apalaaah ini. Rasa2nya sekarang hak demokratis sudah hilang. Suara2 baik kalah sama org2 yg mau menjatuhkan. Yg baik dibilang buruk, di komentari negatif. Mgkin seharusnya bs memandang segala sesuatu dr sisi positif, krn pikiran negatif bikin omongan juga lebih pedes.

    ReplyDelete
  6. Aku sering jadi silent reader aja Mb Ges, kadang status yang panjaaaang gitu juga ga aku baca sih. Kalo sampai ada yang bikin kepikiran biasanya aku langsung ngoceh ke suami aja hehe, biasanya lanjut diskusi berdua sama suami. Kalo disuruh komen aku ga kuat haha apalagi ada orang yg ga bisa menerima masukan, kita uda komen dg bahasa yang sopan dan halus pun mereka nuduh macem-macem, ngilu perasaanku digituin ������

    ReplyDelete
  7. Yang putriku dokter di timeline saya gak ada. Emang sih ngeselin ya kalau baca yang menebar kebencian. Tapi biasanya orangnya itu-itu aja. Unfollow deh.

    ReplyDelete
  8. Why?
    Saya rasa jawabannya sama kayak tulisan ini..
    Karena tiap orang memiliki pemikirannya masing - masing, dan tiap orang punya hak untuk menulisnya.
    Selain itu, ada kalaunya maksud mereka tidak menebar kebencian, hanya saja mereka menyuarakan hal yang tidak sejalan dengan kita.
    So, akan lebih bijak dengan unfollow or unfriend :)

    ReplyDelete
  9. Beberapa waktu ini juga lagi ngetrend gerakan bersih2 akun. :'D

    Kalau lihat status2 seperti itu emang bikin tangan gatel, Mbak Gesi. Cuma saya mengalihkannya dengan lihat meme meme lucu. :'D Ya, dari pada emosi juga kan, Mbak? Tapi emang prihatin banget sama keadaan fb sekarang.

    ReplyDelete
  10. Sekarang banyak status sok bertebaran. Bikin risih. :'D

    ReplyDelete
  11. Facebook ku udah less drama sejak pilkada DKI putaran pertama dong! #bangga #padahalorangsalatiga #thepowerofinternet
    I don't need negativity in my feed 0:)

    Eh mbagesi, bahas fenomena seleb jualan kue di satu blogpost tersendiri kayaknya boleh juga lhoo :))

    ReplyDelete
  12. Akuuuu rindu jaman Friendster hahahaha. Sudah gitu aja! Gak ada drama cuma testimoni doang. Hihihi..

    ReplyDelete
  13. Yah samalah mbak, timeline begitu2 juga. Aku cuekin aja sih biasanya. Kalo soal agama, kita yakin bahwa agama kita adalah yang paling benar. Tapi aku ga suka ngomongin itu di tempat umum sementara ada bnyk orang dengan agama berbeda. Ya jaga etika ajalah.

    Aku lebih keganggu malahan kalo ada ibu2 yg lg hamil tapi bnyk mengeluh di fb. Ya pusing lah, mual muntah lah. Aduuh namanya juga hamil ya begitu laaah, ga bisa milih mau hamil yang enak2 aja bawaannya hahahaaa.

    ReplyDelete
  14. sekarang tuh dramanya di Line, mi. itu banyak banget beneran dari iklan biskuat sampe macem2 lol

    ReplyDelete
  15. Waah baru tau tentang putri dokter. Timelineku isinya resep-resep takjil :D tangan suka gatel unfoll orang sih, jadi gak apdet tentang kehebohan FB :p

    ReplyDelete
  16. Akun FB ku diblokir FB, antara sedih dan senang. Senangnya karena kok hidup terasa jadi lebih tentram :D

    Aku kudet soal Afi. Duh...aku kurang kelayapan di FB Kayaknya ya

    ReplyDelete
  17. Aku buka fb kalau ada pengumuman atau dicolek aja ahahhaa. Males isinya orang2 dewasa yg gontok2an

    ReplyDelete
  18. kalau bunda Ges gerah sama facebook yang kebanyakan status negatif, aku justru gerah krn sering banget diteror di facebook and finally, facebookku sudah kudelete permanen, pikirku, percuma buang2 energi utk membaca atau meladeni orang2 negatif. ga ada manfaatnya sama sekali. yaa orang emang gitu, paling gampang cari kesalahan daripada liat sisi positifnya cmiiw ^^

    ReplyDelete
  19. Udah ada beberapa temenku yang tutup facebook mungkin mereka udah fed up lalu. Enough is enough. Suamiku juga mengeluhkan timeline fb kok isinya beginian aja yang ga berkenan untuk dilihat dimute, unfollow atau block oleh suami. Soalnya fbki juga buat opa dan omanya Kalki kalo mau lihat foto aktivitas cucu-cucunya :)

    ReplyDelete
  20. blakngan aku prhatikan emang FB skrang mnjadi tempat saling menyebar fitnah antar satu golongan dgn golongan yg lain

    ReplyDelete
  21. Emang bener bgt, hidup lebih tenang tanpa Facebook. Skr mah blogwalking aja, lebih seru!

    ReplyDelete
  22. Setuju sama pemikiranmu Ges.Yg w tau si pas hebohnya Afi.Wa pernah baca komen tulisanAfi.Benar,ada yang komennya dgn bahasa yang gimanaaaaaa gtu.Saya yg hanya membaca saja kepikiran bagaimana pula dg Afi nya.Sekarang saya jadi malas membaca komen2 org.Biasanya saya baca status org saja.Kalo positif saya like kalo ng heboh2an ttg org lain ato mendiskreditkan org saya biarin saja.😁😂 Kalo sampai menutup akun blm terpikirkan sih.Soalnya masi ktemu yg suka share yg positif things 😆Apalgi baca status Gesi soalnya ng punya IG 😣😧Adanya ini doang sosmed nya.Dulu awal kenal fb memang heboh senang banget bisa ktemu lagi sama teman2 skolah yg pada bubar 😀 Skr spt yg Gesi tulis jadi sarana penyebaran yg "nggak2".Sedih juga..#Just my opini#peace

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^