Monday, February 11, 2019

Rasanya Kuliah Lagi


... CAMPUR ADUK! Hahaha. Kayaknya term itu yang paling menggambarkan perasaan saya deh karena emang bener-bener mixed feelings. Kuliah saya udah dimulai per 31 Januari 2019 kemarin selama 3 hari untuk blok pertama. Dari jam 9 sampai jam 5 sore dengan beberapa kali break.


Ketemu pertama sebelum mulai kelas, puji Tuhan langsung pada bisa ngobrol. Saling memperkenalkan diri gitu, standard ya kayak nama, asal dari mana, kesibukannya ngapain aja, and such. Di situ langsung CIUT BOK.

Btw, yang pada nanya gimana ceritanya kok tiba-tiba bisa kuliah, udah pernah saya ceritain di blog. Baca di sini aja ya: Kegalauanqu Tentang Quliah, terus lanjutan nya Life Updates & Plans for 2019.

Susah sekali untuk nggak ngerasa kecil karena beberapa temen saya punya background psikologi dan/atau pendidikan anak. Ada yang sempet kuliah di luar negeri, ada yang udah sampai S3 pula. Karir mereka juga related banget. Punya klinik dan/atau sekolah, praktik di klinik, praktik di rumah sakit. Ada yang senior banget seusia Mama saya. Pada keren-keren amat.

Saya langsung ngerasa gila aku nggak ada apa-apanya banget ini mah. Diksi butiran debu jadi terasa sangat masuk akal behhh.

Btw, sekelas ada 10 orang termasuk saya, dan kebetulan pas perempuan semua. Setelah ngobrol, jadi tahu, ternyata ada 2 orang lain yang bukan dari lulusan psikologi. Di situ sempet ngerasa ayem dikit hahaha.

Kegiatan kuliahnya sangat amat menyenangkan. Langsung coba, langsung praktik. Bener-bener experience based. Ada sih teori-teori, pastinya. Tapi porsinya nggak banyak. Teori nanti dibaca dipelajarin sendiri pas udah di rumah.

Begitu masuk ke ruang kelas, saya langsung excited dan seger. Why? Soalnya ada banyak mainan dan DIY supplies. Aduh seperti surga, betah amat saya ngeliatin mainan-mainan kecil begini. Berasa pengen ngembat aja. Ternyata mainan figurine kecil ini jadi materi pertama: Metaphor.


Ini cuman seperempat nya doang kali yang bisa kefoto. Aslinya masih lebih banyak daripada ini karena dari ujung meja panjang ke ujung satu nya full, bahkan masih pakai tambahan meja lain. Masih ada kategori lain kayak manusia, monster, tokoh fantasy, kendaraan, etc.

Kami diminta mengambil dua mainan, lalu introducing ourselves using those toys that we picked. Sesi perkenalan jadi ngalir dan smooth banget. Nggak terpaku pada pakem hal-hal permukaan doang, but much deeper. Jadi bisa ngerti value apa sih yang dihold sama seseorang dari sesi perkenalan itu tadi.

Anyway, sebelum masuk sesi belajar, Miss Alice, guru kami jembrengin dulu beberapa rule. Beberapa di antaranya adalah harus punctual, respect others, and no gadget kecuali saat dipersilakan barangkali kami mau fotoin material.

Respect others ini maksudnya, ketika kami mau upload hasil karya bersama, itu harus izin dulu satu sama lain. Karena di dalam hasil karya kami ada proses dan insights yang personal. Sekedar mau upload wefie aja disuggest untuk saling izin dulu. Bener-bener diajarin untuk sangat menghormati pribadi lain, I laff.

Ini juga berarti kami harus saling menjaga, termasuk di dalamnya personal stories. Jadi di kelas itu isinya banyak sharing. Kadang ada yang personal banget karena nyeritain masa lalu, challenge, struggle, dll. Nah rule nya adalah what's shared in the class stays in the class. Kasarnya, gaboleh ngumbar seenaknya.

Being on time adalah rule general, tapi sering saya langgar sehari-hari. Saya itu manusia yang sering telat sampai ngos-ngosan. But magically, kemarin 3 hari kelas blas saya nggak pernah terlambat. Malah setengah jam sebelum gitu saya pasti udah sampai. Ngena banget saat Miss Alice bilang bahwa kami as future therapist itu harus punya boundaries. Waktu adalah salah satu boundary. Kami nggak bisa dong jadi terapis yang melayani orang lain dengan maksimal kalau telatan. She's very serious and strict about punctuality.

Banyak sesi yang bikin saya ngerasa amazed. Bahwasanya saya nggak cuman diajarin untuk jadi terapis, tapi didorong untuk berproses menyembuhkan diri dari luka batin, masa lalu, atau hal-hal yang belum saya tuntaskan. Ada sesi Reconnecting with Inner Child. Nggak sedikit yang jadi melankolis dan menangis.

Read this: Battling Depression ― And also this: Lyfe

Saat saling sharing, ada energi yang nggak bisa saya jelaskan, yang bikin kami semua ngerasa connected. Saya sering menggunakan kata empati saat menulis. Tapi baru saat itulah saya bener-bener bisa merasakan wujud energi dalam empati itu seperti apa. Nggak bisa dideskripsiin. But we know it's there. We just know.

Ada hal yang membuka mata saya juga bahwa satu hal yang saya kira sudah selesai, ternyata masih ada di alam unconsciousness saya dan masih terasa sakit. Thus, it made me realize that for ME, mungkin ada satu dua hal yang nggak akan pernah bisa didefinisikan selesai. Tapi saya sudah lebih ngerti sekarang harus apa dan bagaimana. Bukan denial dengan mengaku-aku itu kelar, bukan. Melainkan accepting and embracing that it's part of me. It may never heal entirely because the scars are still there, but it is okay.

Plis baca ini: Berdamai Dengan Masa Lalu

Tentang alam bawah sadar atau unconsciousness, saya dulunya rada mencibir. Well, sebenernya mencibir is not the right word sih. Mungkin lebih mendekati kalau saya bilang mempertanyakan kali yah. Di sesi-sesi kuliah, akhirnya saya berkesempatan ngalamin sendiri that it does exist. Kami sering dikasih waktu untuk memejamkan mata, dikasih creative visualisation, terus dikasih task menggambar atau bikin sesuatu dengan DIY supplies. It's amazing that WITHOUT thinking mau gambar or bikin apa, kami bisa automatically gerak membuat sesuatu yang mewakili perasaan, harapan, atau hambatan yang kami alami dalam hidup.


Makanya kemarin banyak ooo moment atau wow moment, di mana kami dapet realisation atau insight about something, about our lives.

Two words to describe are: DEEP dan LIBERATING. Selain sesi Metaphor dan Reconnecting to Inner Child tadi, sesi-sesi lain yang buat saya rasanya dalem banget adalah sesi Sabateur, Painting Boundaries, dan Sand Tray.

Painting Boundaries: ngelukis bareng bersepuluh. Dikasih waktu terus pindah untuk nerusin lukisan orang lain sampai selesai. But only from that session, we learned about boundaries and personal space.

Lalu kembali ada perasaan ciut lagi dong hahahaha. Itu pas Miss Alice mention teori ini itu dari para tokoh penemu teori psikologi atau perkembangan manusia. Saya cuman ngerti teori Freud doang. Yang disebut padahal banyak. Saya langsung mikir itu temen-temen yang lulusan psikologi udah pada ngerti kali ya. Tapi bagusnya, itu jadi memacu saya untuk lebih rajin baca biar nggak ketinggalan.

Goal perkuliahan ini sebenernya adalah untuk jadi terapis. Jadi sudah pasti ada banyak sesi yang bersinggungan dengan itu. Gimana cara pakai tool sand tray untuk terapi, gimana caranya scoring untuk melihat apakah klien bisa diterapi atau nggak, gimana cara ngobrol berdialog sama orangtua yang anaknya butuh diterapi. Ada sesi role-play juga, jadi berkelompok nyobain jadi terapis dan jadi klien. Langsung praktik diajarin dan dikoreksi tentang posisi duduk saat nemenin anak di sand tray, mata harusnya liat ke mana, cara me-reflect, dan lain-lain.

Saya dikoreksi banget karena saya kebiasaan menyentuh orang lain yang jadi lawan bicara saya. Ternyata itu nggak boleh. Karena bisa aja nanti klien saya adalah anak dengan trauma pernah mengalami physical or sexual abuse yang pasti akan risih banget disentuh sama orang asing. Sumpah susah hahaha. Jadi pikiran saya rada kebelah-belah. Di satu sisi, coba mempraktikkan etika menerapi anak. Di sisi lain, terus mengulang instruksi buat diri sendiri, "Jangan sentuh, jangan sentuh, jangan sentuh" di kepala saya.

Perasaan lain adalah parno sih. Karena nanti ada kewajiban praktik 100 jam sebagai bahan penilaian. Sempet ngerasa jealous sama temen-temen yang udah punya klinik atau magang di klinik orang, karena artinya mereka bisa cari klien di situ kan. Jadi bayangin kok PR saya berat amat. Masih kudu cari klinik atau sekolah, approach, siapin tools nya, aaakkk. Kudu siap modal banget buat tools nya nih hahahahaha. Tapi yaudah, saya udah nggak separno itu sih. Kemarin ditenangin sama temen-temen dan disemangatin huhu makasih ya kalian!

KOK UDAH CAPEK YA BARU NULIS SEGINI DOANG PADAHAL.

Intinya gitu dulu deh hahaha. Sharing tentang apa yang saya dapet, udah mulai loh dikit-dikit di Instagram. Saya bikin akun baru nih, biar sharingnya lebih tertata.


FOLLOW YA @mainsamaaiden hehehe.

Ayo follow.

Ayo...

Mari...

Monggo...

Oke yeay!

OH SATU LAGI! Sekalian mumpung keinget yah. Mau jawabin FAQ sekalian, banyak banget yang nanya di DM.

❓ Kuliahnya di mana?

Di Jakarta, buka aja playtherapy.id yah. Di Indonesia, bekerjasama dengan CAE dalam penyelenggaraan nya.

❓ Kredibel nggak sih?

Iya dong. Jadi kan terbagi menjadi dua: training dan clinical. Yang training nya itu under APAC (Academy of Play & Child Psychotherapy) dengan akreditasi langsung dari Leeds Beckett University UK. Clinical nya under Play Therapy Indonesia, yang diawasi dan dinilai sama Professional Standard Authority.

❓ Jadi nanti Mba Ges jadi terapis bermain?

Iya, tapi level saya ini masih terbatas dalam melayani klien. Bolehnya melayani klien dengan batasan score penilaian tertentu di jenjang mild sampai moderate dengan range usia 4 tahun sampai 16 tahun. Belum boleh pegang klien yang severe/complex, berkebutuhan khusus, adopted child, dan korban abuse, dan 16 tahun ke atas.

❓ Terus bolehnya yang contoh casenya gimana?

Misal kayak anak yang susah bergaul, suka mukul, merasa kurang diperhatikan orangtua (misal yang punya sibling special need, atau abis punya adek bayi), tantrum berkepanjangan, dealing with loss, stress karena tugas sekolah terlalu banyak / kebanyakan les (jangan salah, ada loh anak-anak yang seperti ini), etc dengan scoring mild sampai moderate.

❓ Ini tuh kuliah atau kursus sih sebenernya?

Setara S2, tapi ilmu terapan. Jadi S2 itu kan ada beberapa macam, dari segi waktu, syarat kelulusan, dan tujuan. salah satunya untuk ke arah professional practice. Nah yang saya ambil ini arahnya ke praktik profesional. Thus, tugas akhirnya bukan thesis, melainkan praktik 100 jam yang saya udah mention di atas.

❓ Jadi gelarnya M apa?

Bener loh pada nanya gini hahahaha. Nggak pakai M. Nanti jadi Certified Practitioner in Therapeutic Play Skills. Di atas level saya ini masih ada lagi, Certified Play Therapist. Bedanya udah keliatan di poin sebelumnya. Kalau Certified Play Therapist, boleh menangani klien yang sampai severe/complex dan sampai usia dewasa.

❓ Play Therapy itu bisa buat dewasa?

BISA!

❓ Play Therapy sebenernya apa sih?

Itu bisa jadi postingan sendiri, jadi dijawab lain kali ya hahaha.

❓ Tugasnya banyak nggak?

Definisi banyak dan sedikit subjektif yaa. Menurut saya sih tengah-tengah lah hahaha. Jumlahnya sih nggak banyak. Tapi waktu pengerjaan sepertinya butuh waktu lumayan lama. Ini saya juga lagi nyambi garap tugas buehehehe.

OKE SEMANGAT!

Postingan ini udah saya schedule sejak hari Sabtu. Hari ini sampai Jumat, saya ikut course Montessori di Jakarta, jadi mungkin berdebu lagi nih blognya huhu.

Have a nice day, everyone!





Luv,






12 comments:

  1. Oh jadi itu programnya setara dengan S2 ya Bun. Tapi beda gelar

    ReplyDelete
  2. Itu beda sama yang kuliah jurusan psikolog ya Bun

    ReplyDelete
  3. Wah lagi kuliah lagi ya Bun. Semangat ya Bun kuliahnya

    ReplyDelete
  4. Wah udah kuliah setara dengan S2 ya Bun, semoga kedepannya lancar ya Bun urusannya

    ReplyDelete
  5. Wah jadi sepi nih nanti blognya, karena ditinggal course Montessori di Jakarta

    ReplyDelete
  6. semangat ya mami gesiii :D

    semoga nanti ilmunya bermanafaat bagi banyak orang :)

    ReplyDelete
  7. semangat kuliah lagi mami ubi dan seneng banget jadi bisa tahu juga kalau kuliah S2 ada yang seperti ini juga yah ?

    semoga tetep bisa update blog ini yah, hihihihi

    ReplyDelete
  8. Baru tau ada S2 Play Therapist. Sebenernya di Indonesia apa sudah ada dari lama sekolahnya mami Ubi ?
    Seruu ya activitiesnya, lebih seru lagi di bagian tugas akhirnya.
    Mangatss

    ReplyDelete
  9. Wah tugas akhirnya lumayan juga ya. Tapi kan emang diarahkan ke sana kan? Semangat Mami Ubi & Aiden.. \m/

    ReplyDelete
  10. Salut sama semangat mba Gesi 😆
    Semoga lancar2 ya mba Ges studinya 😊

    ReplyDelete
  11. semangaat mami gesii..senang bacanya. blog ini, kalaupun mungkin secara frekuensi jd berkurang karena tambah sibuk (mudah2an sih enggak hehehe), tapi pasti bakalan lebih berwarna. semoga lancar kuliahnya ya mam :)

    ReplyDelete
  12. Semangat mom, good luck ya! Klo aku pengen kuliah art sih

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^