Friday, July 26, 2019

Dua Garis Biru, Oh So Relatable

Pertama kali liat info film Dua Garis Biru, saya udah kepengin banget mau nonton. Alasan utama nya ya karena ngerasa relate lah, hahaha, meskipun saya hamil nggak pas SMA banget. Kemudian, makin pengin nonton setelah mulai ada yang nganggep film ini nggak pas sama ajaran agama dan budaya.


Wondering, yang ramai-ramai nolak itu, sudah pada nonton belum? Jadi pengin buktiin sendiri, apa iya film nya lebih condong ke arah ngasih bad influence ke anak-anak muda. Ternyata, NGGAK SAMA SEKALI! (Ok, this is subjective sih ya lol)

Kali ini collab sama Annisast dan Nahla HaloTerong buat bahas film ini. Pas sekali karena kami udah pada nonton semua. Kalau mau baca punya mereka juga, klik aja ok:


Disclaimer:

Tulisan bakal bahas scene dan dialog yang nampol buat diri saya pribadi. Jadi, most likely bakal ngespoil. Kalau gasuka spoiler, stop aja, jangan lanjut baca ok. You've been warned!

Tulisan ini subjektif sekali. So feel free to agree to disagree.

Tulisan ini acak adut. Saya udah nyicil nulis dari hari apa, ternyata nggak ke-save dong wtf. Jadi ngulang nulis dengan feel yang udah beda lol.

*

Tema besar Dua Garis Biru adalah tentang Dara dan Bima yang pacaran dan kebablasan sampai akhirnya Dara hamil. Padahal mereka masih SMA. Jadi ya sudah pasti belum nikah, belum pengalaman cari duit, dan belum kebayang apa itu marriage dan parenthood.


Konflik juga tercipta karena Dara dan Bima datang dari kelas sosial yang berbeda. Ini sangat obvious dari setting rumah mereka masing-masing. Rumah Dara ya rumah yang sangat layak gitu. Dia dan adiknya punya kamar sendiri dan spacious. Punya kolam renang pula. Bukan yang orkay banget sih karena resto mie Papa Dara dibilang sering sepi kalau siang. Mama nya juga ditampilkan sebagai pekerja (tampaknya) kantoran biasa yang pulang malam dengan baju, tas, sepatu, dan make up yang nggak mevvah. Tapi ya yang jelas, Dara berkecukupan.


Beda sama Bima yang keluarganya kelas menengah ke bawah. Bukan yang miskin sekali sampai hutang ke mana-mana lalu puyeng ditagih debt collector, dan bukan yang sampai nggak bisa makan juga. Bapak Bima 'hanya' pensiunan (assuming dulunya PNS), sementara Ibu nya jualan gado-gado (atau pecel yah, antara dua itu lah). Keliatan sederhana dari dialog-dialog tentang rencana kuliah Bima. For financial reason, Bima harus kuliah di kampus negri, gabisa swasa (assuming kampus swasta lebih mahal). Bahkan Bapak Bima sempet nyeletuk, "Kuliahnya ditunda tahun depan juga bisa, satu tahun kamu kerja dulu."


Rumahnya di gang kecil, yang kalau mau sampai depan rumahnya itu harus nyusurin kali, jembatan, dan ngelewatin rumah-rumah gang lain. Menurut saya gang nya rada kumuh, tipikal rumah-rumah dempet. Mobil ojol jelas nggak bisa brenti pas depan rumah Bima.

Kalau mobil ojol bisa lewat sini, itu merupakan keajaiban bukan?
I think this bridge is brilliant in the setting. Makin menunjukkan perbedaan kelas dua sejoli

LANGSUNG KEPIKIR ADA YA ANAK GANG SEGEMESH BIMA HFFFTTT.

Hahaha sorry ya terkesan stereotyping. But really, untuk anak gang, Bima itu tampan warbiyasa.

Bima lagi nangis pikiran butek aja tetep kasep astaga

Jadi kebayang ya beda kelasnya Bima dan Dara.

*

Tbh saya bingung harus nulis dari mana hahaha. Sangking banyak yang bisa dikomentarin dan dipuji. But I'll stick with the scenes, dialogues, and lessons dari film ini aja ya. Kalau urusan lighting, angle, musik, gitu-gitu, saya skip aja.

Satu hal yang berharga buat saya dari Dua Garis Biru adalah saya jadi ngeliat kejadian anak hamil di luar nikah dari perspektif orangtua. Itu sih yang bikin melankolis sepanjang film. Selama ini saya memandang hamil di luar nikah hanya dari perspektif saya, si anak. Baru ngeh oh ternyata buat orangtua sesakit itu.

Baca: Why Being So Honest? Because I Don't See Why Not

Merasa gagal sebagai orangtua

Ceritanya udah pada tahu nih bahwa Dara hamil, kemudian ada scene keluarga Bima sedang sholat bersama. Selesai sholat, mereka ada bahas suatu opsi, mending nggak saya spoil detilnya kali ya. Kemudian Ibu Bima gets emotional sampai menangis. Satu dialog yang terekam sekali di otak saya adalah (ini kurang lebih ya):
Kita tu udah gagal, Pak. Udah gagal sebagai orangtua!
Wah gila sih. Dulu, saat saya masih carut marut di tengah unplanned pregnancy dan Mama saya marah, belum bisa nerima, yang ada di pikiran saya hanya: Papa dan Mama saya pasti sedih, kecewa, dan malu. But mostly malu, especially for my mom, karena ya memang kehamilan di luar nikah itu sangat amat dianggap nay di Indonesia. Apalagi keluarga saya di kota kecil, Salatiga.

Demografis ngaruh loh. Di kota kecil pasti beban moral orangtua/keluarga lebih besar karena lebih rentan diomongin, lebih besar chance tetangga/kenalan tahu, apalagi kalau kasarnya nih kita ke mana-mana pasti papasan sama orang yang kita kenal, sangking kota kecilnya.

Ya baru pas lihat scene ini di Dua Garis Biru saya baru ngeh bahwa mungkin banget Papa dan Mama saya juga ngerasa gagal, ngerasa nggak becus didik saya, ngerasa bukan orangtua yang baik. And that slapped me like a hell. Langsung ngerasa bersalah banget dan pengin bilang ke mereka (especially mom), "Ini Grace yang keterlaluan. Blame me."

Bayangin Papa dan Mama ngerasa like a failure in parenting me langsung bikin saya nangis kejer. Langsung ngerasa nggak tega banget banget banget. Dan ya langsung bilang ke diri sendiri dan ke Adit (after the movie) gini:

"I used to blame my toxic childhood and toxic parent for most wrong decisions I did. Harusnya aku nggak gitu. Mom used to be toxic is one thing, but the bad decisions are also on me. Nggak adil banget ternyata kalau aku blame orang lain. I have to own my mistakes."

Baca: Berdamai Dengan Masa Lalu

Mama Dara juga sebenernya ada dialog menggambarkan perasaan gagal. But for me, scene Ibu Bima ini terasa jauh lebih menyentuh. Mungkin karena Ibu Bima ngomongnya juga dengan gestur yang lebih emotional, sementara Mama Dara memang digambarkan punya self-composure yang lebih tertata.

Ini perbedaan karakter dua ibu yang cukup kentara menurut saya yah.

Ini dari sorot matanya doang aja udah menunjukkan perbedaan karakter loh (imho)

Ibu Bima: When in anger, sadness, or anxious, dia express. Sangat terlihat dari raut wajah dan intonasi suara. Tipe ibu yang 'heboh' nunjukin isi hati dan kepala. When in pain, dia confront. Salah satunya saat nampar Bima. Applaud Cut Mini banget karena karakter Ibu Bima ini jadi hidup sekali dan terasa real!

Mama Dara: Bisa compose dirinya. Ketika dia marah, kecewa, dan sedih nggak terlalu berbeda dengan saat dia kalem dan baik-baik aja. Ada adegan dia becandain Dara "Itu pacar kamu ya? or something setelah dipamitin sama Bima. Ya gitu aja juga mukanya. Menurut saya, ini emang karakter yang sengaja diciptakan, bukan karena Lulu Tobing raut wajahnya flat. Luv Lulu Tobing!


Saat marah, jangan bikin keputusan apa pun

Ini lesson learned banget especially ketika orangtua Dara dan Bima baru banget tahu si Dara hamil. Scene hancurnya mereka adalah di UKS. Papa dan Mama Dara marah-marah. Ibu Bima bahkan nampar Bima di depan Dara. Semuanya setegang, sehancur, dan semarah itu.

Menjadi understandable dan relate ketika ada adegan Mama Dara akhirnya cus pergi gitu aja setelah nyuruh Dara untuk ikut aja sama Bima. Memang, in most unplanned pregnancy before marriage yang saya temui, ibu si anak perempuan lebih break down ketimbang ibu si lelaki. Worry materialnya lebih banyak. Apalagi di sini Dara diceritakan punya cita-cita ke Korea. Ini agenda masa depan yang terlihat nyata, bukan sekedar mimpi yang ketinggian karena Dara siswi pintar dan effort banget pun untuk ke Korea.

Dara sempet tinggal di rumah Bima sebentar sampai akhirnya balik lagi ke rumahnya sendiri karena kandungannya lemah dan harus bedrest. Fast forward, ada dialog saat Dara dan Mama nya beragurmen,
Mama: Jadi orangtua itu selamanya
Dara: Oh ya? Terus kenapa kemarin Mama ninggalin aku?
It sounds so selfish ya, di poin ini saya bicara dari kacamata anak. Tapi emang, sesedih itu rasanya saat dibuang sama orangtua sendiri. Walau tentu, orangtua Dara (dan orangtua mana pun yang dealing with this conflict) sangat wajar jika marah dan temperamen, tapi output ngucapin kalimat pengusiran itu another level.

Baca: Personal Target, Mengelola Amarah

Langsung flashback. I experienced that too once when my mom couldn't handle my situation yet. She said things like Dara's mom. Rasanya ya shattered, bingung, nggak punya pegangan, nggak tahu harus apa, tapi cuma bisa pergi.

Saat Dara confronts Mama nya begitu, terlihat di ekspresi wajah Mama Dara raut menyesal. But see, what happened happened. That's why saat kita sedang marah, mending berhenti atau menghindar buat nenangin diri dulu. Say nothing and don't decide anything yet. Karena saat kita marah, sangat besar kemungkinan kita ngucapin hal-hal yang akan kita sesali di kemudian hari. And we've got to live with that regret, karena kita nggak bisa narik ucapan kita lagi kan.


Pre-marital sex can happen to any kids

... bahkan ke anak-anak yang alim juga. Selama ini, banyak orang yang terjebak di mindset atau stereotyping bahwa pacaran kebablasan atau hamil di luar nikah itu ya palingan dialamin sama anak-anak yang broken home, kurang bahagia, demen gonta-ganti pacar, suka pakai baju 'kurang bahan' (gemes banget sama diksi itu sebenernya!), bandel, anak genk, anak populer, suka clubbing, dan lain-lain yang typical.

Makanya kan kita punya reaksi yang berbeda saat ada anak perempuan demen baju seksi hamil, sama kalau anak perempuan kesayangan guru, sopan, pakaian rapet yang hamil.

Anak gadis suka pakai hot pants, showing cleavage, dan hobi clubbing, we be like, "Yah, nggak heran lah. Pakaiannya aja kaya gitu, mengundang. Hobinya aja keluar malem joget-joget" dan jadi nggak (atau hanya sedikit) berempati.

Anak gadis pakaian rapat, bintang kelas, wajah lugu, we be like, "Serius dia hamil? Kok bisa?! Nggak nyangka banget ya. Aduh kasihan terus gimana, padahal dia alim banget lho" dan jadi lebih ikut 'memikirkan' ke depan nya gimana. Atau minimal, nggak nyukurin.

BUT NO! Anak-anak yang lurus pun juga bisa bikin kesalahan di ranah ini. Dara yang digambarkan sebagai siswi dengan nilai tertinggi, punya cita-cita yang jelas, keluarga yang berkecukupan, nggak broken home, itu pas sekali. Audience jadi bisa terdorong untuk besimpati sama Dara, mencari pelajaran di balik film ini. Message nya tersampaikan.

Beda sama film Virgin (ketahuan anak jadul) yang dibintangi oleh Laudya Chyntia Bella, Ardina Rasti, dan Angie. Di situ, Angie hamil. Ardina Rasti foto-foto nude. Tapi itu alur cerita yang 'expected' karena emang mereka betiga digambarkan sebagai geng gaul, bajunya seksi abis, pakai seragam aja ngepas body banget lengkap dengan rok mini nya, hobi clubbing, ngerokok, dan pacaran.

Cung yang tahu film ini juga

Kalau orangtua nonton film Virgin, mungkin nasihat mereka ke anak hanya akan sebatas, "Makanya pilih temen yang baik aja, jangan keluar malem, pakai baju yang sopan" and such. Beda impact dengan Dua Garis Biru. Orangtua jadi punya banyak bahan diskusi tentang komunikasi dengan anak dan pentingnya edukasi seks.

Baca: Parents Nowadays And Their Insecurities

Satu hal yang menurut saya penting adalah bahwa Dara dan Bima hanya melakukan intercourse satu kali. Subjektif ya, ini kalau menurut saya aja, this shows that Dara dan Bima itu emang sebenernya anak-anak baik. Cuman kebawa suasana aja dan ndilalah di hari itu mereka cuman berdua, nggak ada orang lain. Definisi sebenarnya dari khilaf. Menegaskan poin bahwa pre-marital sex can happen to any kids, even the good ones.

Kalau seandainya dibikin cerita Dara dan Bima intercourse berkali-kali, mungkin kita nggak akan sesimpati ini. Dan tujuan dari film ini, saya rasa, memang mau beberin valuable lessons ya. Bukan sekedar film tentang anak muda pacaran kebablasan lalu yaudah the end.

In real life, banyak loh yang akhirnya tetep intercourse lagi karena mikirnya "yaudah sih, toh emang udah nggak ada yang bisa dijaga lagi, toh udah kadung" dan pemikiran semacam itu.

Jadi mengamini kata orangtua. Jangan berduaan doang kalau di kamar/tempat sepi, nanti bisa-bisa orang ketiganya adalah setan. Maksudnya setan berupa hawa nafsu #dijelaskan lol. Ini jadi masuk akal sih, karena ya anak remaja jelas sudah punya nafsu, dan itu sangat lumrah. Kadang sesayang itu sama pacar, juga bisa jadi nafsu loh. Makanya pacaran berduaan nya di resto, cafe, bioskop, atau alun-alun aja ya, Adik-adikku sayang. Jangan di rumah kosong, apalagi di kamar kosan, kecuali sudah tahu dan siap sama resikonya.

Resiko bukan cuman hamil ya. Ketika kita sudah pre-marital sex sama pacar, secara attachment akan beda. Ketika putus mungkin juga lebih susah legowo. Dan lain-lain yang ga enak kalau saya detilin di sini.


Orangtua perlu mau belajar

Seperti yang udah sering dibilang di mana-mana, a baby doesn't come with a manual book. Jadi orangtua itu akan selalu jadi pengalaman baru, mau punya berapa anak sekalipun, karena tiap anak pasti beda.

Sometimes parenting indeed can rely on instinct. Tapi tidak selalu. On some other times, ada urgensi untuk mau cari tahu, belajar, dan konsultasi ke ahli yang bukan sekedar selebgram.

Baca: Andien, Gelar Ibu Inspiratif, Dan Kontroversinya

This one is just a minor scene, tapi saya cukup terpukau di adegan Dara googling tentang perkembangan janin nya. Yang abis itu dia jadi naroh stroberi di perutnya itu loh.


I was like, wow cool. Ini anak SMA hamil di luar nikah, jelas nggak diharapkan dan nggak siap, masih pusing gimana ngasi tahu keluarga dan mikirin apa kabar cita-cita nya ke Korea, tapi ngerasa urged dan MAU cari tahu.

Baca: Orangtua Dan Belajar


Komunikasi dua arah orangtua dan anak

Ini juga yang jadi pesan penting, menurut saya. Tentang pentingnya ngobrol dan dekat sama anak. Ngobrol yang bukan sekedar nasihatin ceramah ini itu panjang lebar, ngobrol yang bukan cuman ngasih tahu rule. Tapi ngobrol yang casual talk, berusaha melihat dunia dengan perspektif anak. Ngobrol dengan mindset di kepala bahwa namanya anak remaja, anak muda ya ada fase nya suka sama lawan jenis, ngefans sama Oppa-Oppa, suka nongkrong sama temen-temen, dan lain-lain. Atau kalau kata lagu nya BCL, Pernah Muda. Jangan lupa bahwa kita juga pernah muda, pernah jadi anak-anak, jadi jangan menuntut supaya anak-anak bisa bertingkahlaku seperti orang dewasa dan bisa diandalkan.

Baca: Orangtua Yang Seperti Apa

Red flags ketika kita jadi orangtua yang selalu membuatkan keputusan buat anak tanpa melibatkan dan menanyai anak. Walau ngerti kecewanya orangtua Dara, tapi tetep nay sih tiba-tiba aja nawarin kenalan mereka untuk later adopt anak Dara, TANPA nanya Dara dulu sama sekali.

Ketika kita dekat sama anak, most likely kita juga lebih nyaman dan pede saat bahas edukasi seks. Nggak ngerasa risih sendiri lalu jadi batal. Ini digambarin sama keluarga Bima yang tampak dekat dan hangat, tapi ternyata nggak sekomunikasi dua arah itu juga.

Satu dialog dari Ibu Bima yang bikin saya nangis kejer juga (nggak pas begini sih, tapi poinnya gini lah pokoknya lol):
Harusnya kita sering ngobrol ya, Bim. Kalau kita sering ngobrol, mungkin kamu nggak begini
Ini juga terasa real sekali dan dekat sama banyak keluarga. Berapa banyak orangtua dan anak remaja mereka yang bisa ngobrol casual sehari-hari layaknya teman sih? :"))

Jadi mikir banget loh, nanti saya perlu ngelakuin apa supaya saya dan Aiden bisa sengobrol itu.


Pikir 1000x sebelum pre-marital sex

Film ini menurut saya berhasil kasih 'momok' buat anak-anak muda untuk lebih berhati-hati dalam pacaran dengan konflik-konflik yang terasa masuk akal dan sangat bisa terjadi ke kita sendiri. Berhati-hati dalam pacaran lantas mau ditafsirkan bagaimana, entah jadi don't do it atau learn about kontrasepsi, kembali ke value masing-masing yah.

Yang jelas, resiko hamil di luar nikah di Dua Garis Biru senyata itu. Bukan sekedar 'menakut-nakuti' dengan "Awas dosa, awas masuk neraka" doang, so much more than that. List of possible consequences:

Putus sekolah / kuliah, cita-cita yang diimpikan bisa aja terancam sirna, nyakitin hati orangtua, bingung siapa yang bakal ngurusin anak, belum punya income lalu hidupin anak pakai apa, nanti masih bisa kerja nggak, nanti masa depan dan rencana-rencana gimana, udah nggak sebebas itu main sama temen-temen, badan belum siap untuk mengandung janin, mental belum siap, segalanya belum siap (gimana mau siap, jati diri aja mungkin belum nemu kalau masih SMA kan), gampang berantem sama pacar yang mendadak jadi pasangan sah, bingung nikah atau nggak, jadi bikin sodara dan keluarga besar juga ikut kepikiran atau ngerasain malu nya, ngadepin omongan orang, ngerasain pandangan judgmental orang, dan apa lagi ayo dilist bersama dong.

Satu anggota keluarga yang hamil di luar nikah, bebannya di pundak banyak orang :")


Di Dua Garis Biru, sebenernya Dara termasuk masih cukup beruntung sih. Karena akhirnya dia tetep bisa kejar cita-citanya study ke Korea. Beruntung, ada yang jagain anaknya. Beruntung, Bima kasih izin. Beruntung, orangtua masih tetep mementingkan pendidikan di situasi seperti ini.

Baca: Mau Bandel Bebas, Tapi Sekolah Lah Yang Bener

Itu privilege banget loh. In real life, berapa banyak anak perempuan yang hamil di luar nikah lalu bisa 'sebebas itu' capcus kejar cita-cita dan nggak memainkan peran tradisional sebagai ibu yang mengurus dan merawat anaknya, apalagi masih bayi banget gitu? Yakin, itu langka hahaha.

Baca: Privilege

Tentang konsekuensi ngadepin julidnya lambe orang lain, digambarkan dengan karakter yang diperanin sama Asri Welas di klinik dokter kandungan. Awalnya hanya terkesan sebagai adegan lucu-lucuan doang sih karena Asri selalu effortlessly lucu, terutama saat Asri ngira Ibu Bima adalah bumil nya.

Begitu scene pindah ke ruangan dokter, nah ini baru keliatan. Si Asri kaget begitu tahu bahwa pasien hamilnya adalah Dara yang masih anak-anak. Tatapan nya antara terkejudh dan ngejudge lol. Sempet keluarin celetukan komentar juga, cuman saya lupa apa dialog Asri ini.

But it feels so real. Kalau di Indonesia, hamil di luar nikah, maka siaplah menghadapi resiko yang satu ini: judgment society, karena ini akan inevitable. Skill ngebodoamatin omongan orang menjadi sangat perlu dilatih, lol.

*

By the way, selain dapet banyak pujian, ada juga yang ngerasa film ini justru ngajarin anak-anak untuk pacaran, dan aneka tudingan lainnya. Saya baca macam-macam komen yang isinya pertanyaan seputar apakah ada adegan sholat atau nggak di sini, apakah karakternya digambarkan taat beribadah, endebre-endebre.


In case kalian wondering begitu juga, maka jawabannya adalah iya, ada kok adegan beribadah nya, terutama di keluarga Bima.

Further, menurut saya, beberapa hal di film ini juga menunjukkan ajaran agama secara horisontal, in practice. Seperti saat Bima dan Dara nggak keterusan ngelakuin zina, memaafkan, pro-life (sempet mau aborsi tapi nggak jadi), etc. Karena ya, kadang agama dan keimanan nggak cukup kalau hanya digambarkan dengan banyaknya adegan ibadah aja. Dan, beragama kan nggak cuman vertikal ya.

Dialog Ibu Bima ini wow merinding banget sih, pas Bima abis minta maaf dan ragu apakah dia masih punya kesempatan masuk surga. Ibunya jawab gini:
Kalau Ibu aja pelan-pelan bisa memaafkan kamu, apalagi Tuhan 
Thank you mba Bin Hariyati Nana yang udah koreksi di komentar buat dialog ini ya.

*

Poin terakhir karena ini udah 2970+ kata lol:

Dulu saat saya SMA dan kuliah, saya suka membatin "Duh pengen cepet-cepet dewasa, kerja, tinggal sendiri, bebas mau mutusin apa aja dalam hidup" endebre-endebre.

Lalu kalau saat punya pacar dan lagi ngebet-ngebetnya, ngebatin jadi gini, "Duh pengen cepetan nikah sama dia. Tiap hari ketemu, berdua, nonton film bareng, bangun bobo liat dia" blablabla.

Sekarang, wow pengin deh bisa pakai mesin waktu balik ke masa SMA atau kuliah, jalani hari dengan Grace yang today, tapi tanpa orang-orang di masa itu ngeh kalau ini Grace masa depan. #RIBET AMAT JELASINNYA YAH

Kalau ada adik-adik SMA atau kuliah baca tulisan saya, trust me, today you wanna be an adult. But later on, feels like you just wanna go back. Jadi orang dewasa dan berkeluarga itu banyak yang harus dipikirin loh. Talk about kerjaan, besok masak apa, survey sekolah, asuransi mau pilih yang mana, mau pakai investasi jenis apa, nabung dana pendidikan, ngadepin anak pas gamau makan, dagdigdug pas lagi nggak akur sama mertua, dan masih banyak lagi tidak akan habis dilist lol.

Nikmatilah saat problem dalam hidupmu 'hanya' sebatas galau mau post foto yang mana di sosmed..

YHA

.. atau kalau dipost, pacar ngambek nggak ya kya kya kya~

*

Terakhir, janji ini terakhir: Saya kasih rate 🌟🌟🌟🌟🌟. Must-watch movie. Nggak perlu hamil di luar nikah kok untuk ngerasa film ini relatable. Konflik dan hubungan antar karakternya terasa real, natural, dan mungkin sering kita lihat di sekitar kita. Social gap juga delivered beautifully. Emosi dan chemistry karakter, dapet. I luv Dwi Sasono always! Angga Yunanda manis banget! Di adegan Bima sentuh-sentuhin tangan ke Dara pas baris olahraga di lapangan, perut saya ikutan mules rasanya, duh emang ya pacaran jaman muda itu aawwww. Ah terlalu banyak yang bisa diapresiasi, really!

Maap kepanjangan yak. Siapa aja yang baca sampai abis, ngacungg! HAHAHAHA.




Love,






32 comments:

  1. thx mba udah spoiler, pgn bgt nonton ni, tp gak bs ke bioskop juga. udah tau gambarannya dr yg dijabarkann panjang ini. tp gak berasa udah abis aja bacanya hahaha.. gaya menulismu memang gak membosankan. saluuuut

    skali lg makasi bocoran ya... luv!
    tertanda emak2 anak satu yg blm bs ke bioskop..

    ReplyDelete
  2. ... and I luv gesi tooo :))

    ReplyDelete
  3. Thanks anyway Gesiii. Dari kemarin nuari spolir-an ini film. Ga nemu. Karena pengen banget nget nonton, tapi suami ga mampu ditinggalin 2 anak baui. Jadi yowis baca ini juga sdh cukup meredakan niat ke bioskopku. Btw, ini dulu sudah pernah ada juga film begini, judulnya MBA. Diperankan Nikita Willy jg. Meskipun penggambaran & setting yg lain beda. Hehehe. Sering-sering spoiler aja ya, Ges. Aku sukaaaaaa luv luv

    ReplyDelete
  4. Aku kayaknya nggak mungkin nonton ke bioskop sih (nunggu di indoxxi aja lol), jadi sepertinya bakal mewek sendirian kalo nonton huhu

    Thank you spoiler-nya ci Gesi! Buat persiapan nonton tadi biar nggak kaget-kaget amat hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. pengen ajak suami jg duhhh mau gak ya dia nonton film indonesia gini. Yes mbaa aq jg pengen nonton indoxxi tapi takut suami ga fokus, lbh fokus di bioskop sih pastinyaa krn ga bisa kabur hehee

      Delete
  5. Mb gesiii.. yg quote ibunya bima tentang memaafkan kebalik.. waktu itu konteksnya bima kan ragu apa masih pny kesempatan ke surga dan dijawab “kalau Ibu aja pelan-pelan bisa memaafkan kamu, apalagi Tuhan”

    Btw, review yg baguuusss mbaak. Aku pun nangis kejer tiap scene anak-orgtua :”)

    ReplyDelete
  6. Cung baca sampai habis! Ga nyangka lho lebih dr 3000 kata �� thanks review-nya mbak. Sayang ga bisa nonton, penasaran padahal, huhu.

    ReplyDelete
  7. Baca sampek selesai donk akuuuh mb ges....
    Sempet liat d spoiler laen juga ada pembicaraan bima dan ibunya tentang kalo nanti bima masuk neraka, ibu gak usah ikutan masuk neraka. Kan rembay mewek jadinya. Pengen nonton sih, tapi nanti lah, nunggu baby ada yg jaga

    ReplyDelete
  8. Aku dong baca sampai selesai. Aku pun nangis.. sampai sesenggukan.. mana nonton sendiri.. di antara lautan remaja.. sedih sih liat para remaja itu nonton sendiri tanpa para ortunya. Karena film ini bakal keren kalau ortunya dampingi . Jadi bisa diskusi setelahnya..

    Yess.. must watch movie!

    ReplyDelete
  9. Wah kalau spoilernya seperti ini ya memudahkan banget . Iya nggak wkwk. Thanks Mbak

    ReplyDelete
  10. Wah jadi penasaran sama filmnya langsung nih Mbak saya hehe, tapi masih belum bisa nonton

    ReplyDelete
  11. Pingin banget nih Mbak saya nonton film yang satu ini tapi masih belum ada waktu

    ReplyDelete
  12. Memang sudah kelihatan nih ya Mbak yang ibunya berbeda karakter itu

    ReplyDelete
  13. Film ini memang cocok buat ditonton para remaja ya, biar nggak sampai seperti itu

    ReplyDelete
  14. Tulisan ini sdh sy tunggu2...��
    Belum nonton filmnya sih krn jujur sy nda yakin film ini bagus buat dinonton atau tidak. Saya dulu suka nonton film2 macam virgin, detik terakhir buat liat value apa yg ada di film itu. Cuman beberapa kali liat respon orang yang nonton itu malah lebih ngeliat gaya hidup, bahkan pernah abis nonton detik terakhir, pas ke toilet, ada anak yang dengan bangganya ngasih liat klo dia suka sama sesama jenis. Waktu itu sy kuliah dan anak yang nonton banyak yg masih smp dan sma dan mereka belum bisa mengambil nilai dari film2 itu. Judgemental kali sayanya cuman ya abis itu jadinya agak2 menolak klo ad film kayak begitu yg beredar di bioskop.

    Tentang sex edukasi, saya beruntung bgt termasuk orang yang punya bapak agak terbuka soal beginian. Nonton dawson creek yg ada adegan naked pas berenang yaa kita ketawa2 saja.
    Padahal bapak termasuk keras, klo tau sy dekat dengan lawan jenis, perintahnya cuman 1, jangan bikin malu bapak. Udah.. itu cukup buat saya gak melangkah lebih jauh, merokok saja saya nda pernah tertarik walaupun teman2 di sekitar saya pada ngerokok.

    Bener, bisa ngobrol dengan orangtua bisa jadi benteng buat anak2nya.

    Makasih buat tulisannya yah, mba gesi. Jadinya saya punya sudut pandang lain dari film ini. Secara saya memang belum nonton filmnya..hehhee

    ReplyDelete
  15. Gesi spoileeeeerr ������
    Jadi pengen nonton kaan. Tapi suami suka susah diajakin nonton film Indonesia hahha, kudu cari temen nonton yang lain ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di disclaimer aku udah bilang akan spoiler :)

      Delete
  16. tim baca sampai habis����‍♀️
    gatau lagi mau nangis karena filmnya atau karena tulisan ini (atau karena orang2 yang protes sama film ini berdasarkan nonton trailernya saja LOL).
    selalu lemah dan butuh banyak mencerna kalau film sudah tentang keluarga. top banget memang Dua Garis Biru ini, harusnya malah sangat recommended buat orang2 tua (maupun muda hehe) yang sangat peduli dengan keluarga donggg huhu.
    thank you for the beautiful review juga, Ci Ges��

    ReplyDelete
  17. Sampe selasaaiii doong.
    Mba gesi selalu berhasil mah kalo nulis.
    Tapman alias mantap.

    Aku tadinya mau nonton, tp sadar diri lah masih ada bayik
    Jadi baca review ini , paling ga paham
    ❤❤❤❤

    Makasi mba gesi
    Kiss dari Bali

    ReplyDelete
  18. Aku baca dong sampai akhir.Jadi makin menggebu pingin nonton. Semoga nanti siang bisa nonton sama suami. Sebagai guru BK SMP ini relate banget sama aku. Setidaknya dalam satu tahun menemukan kasus seperti Dara. Sedih dan pasti aku mewek karena enggak bisa ngebayangin gimana mereka nanti. Value dari film ini jelas nanti bakal aku sampaikan dikelas pas bimbingan klasikal. Biar mereka lebih berhati-hati. Terimakasih reviewnya mba Ges.I wuff you,������.

    ReplyDelete
  19. Semua yabg dijabarkan setuju, dan akupun juga beropini yang sama di blogku. Persis. Cuma ga spoiler haha...

    Film ini memang menceritakan perbuatan yang salah, dan bukan sebagai pembenaran.

    ReplyDelete
  20. cungggg baca sampai habis doooong.... thanks reviewnya ya Gesi.. makin mantep pingin nonton ;)

    ReplyDelete
  21. aku dong baca sampai habis.
    aku punya anak gadis usia 12,5 th, sebenarnya pengen juga nontonin film ini ke anak. tapi aku masih ragu, apakah bisa ya anakku nonton film ini. sebagai emak2 awam, aku agak ragu, takut nanti malah jadi pemicu kekhilafan...

    mohon petunjuknya

    ReplyDelete
  22. Aku baca sampai akhir dannnn kuhabis nonton filmnya. Pengen ngajakin murid2ku nonton terus diajak diskusi. Buatku film ini bagus bgt dan banyak pesan yang disampaikan :)

    ReplyDelete
  23. "Kalau ada adik-adik SMA atau kuliah baca tulisan saya, trust me, today you wanna be an adult. But later on, feels like you just wanna go back. Jadi orang dewasa dan berkeluarga itu banyak yang harus dipikirin loh. "

    Mami Gesss bagian ini malah nampol banget ke aku :')

    ReplyDelete
  24. Nasib di Tebo nggak ada bioskop jadi nggak bisa nonton. Makanya saya senang baca review-reviewnya. Semoga nanti keluar juga di iflix.

    ReplyDelete
  25. baca spoiler ini, jujurnya aku jd ingeeeet banget ama novel Ken Terate yg judulnya Dark love.. 2 anak smu, ga sengaja aja kebablasan, lalu hamil. Cowonya dari keluarga miskin, cewenya, keluarga berkecukupan. Persis kayak Dara dan Bima. Hanya saja di novel Dark Love namanya Kirana dan Banyu. Tapi film ini samasekali ga adaptasi dari novel ken terate yaa? krn alur ceritanya mirip sih :)

    aku blm nonton ges, tp tertarik untuk nonton.. :) Penasaran semirip apa ama novel Dark Love

    ReplyDelete
  26. Aku baca sampai habis, dan jadi pengen nonton juga..

    ReplyDelete
  27. TBH aku ga baca sampai habis karena air mataku berderai derai baca tulisan kalian bertiga. Di sudut hati ada perasaan bersalah - gagal sebagai orangtua yang baik, daku bukan ortu panutan Gees... sedih.....

    Bukan berarti anakku ada yang MBA ya bukan, tapi jadi ortu yang ga punya konsep - ga punya manual book yang bagus - ditambah segudang masalah, yaa Allaaah..... i'm so relatable dengan ortu Dara Bima.

    thanks ya tulisan kalian emang warbiyasaaaak

    ReplyDelete
  28. Aku cukup baca review dari mbak Grace aja, dah pas

    ReplyDelete
  29. AKUUU baca sampe abis :)))

    nonton filmnya juga.

    Bener kata mbak 'nggak usah hamil dulu buat bisa relate sama film ini;. karena mau ditonton sama siapapun, yang pacarannya lurus apa bengkok menurutku valuenya sama.

    bener kata mbak Gesi, konfliknya masuk akal. Jadi yang nonton, khususnya para dedek gemes yang baru pacaran ngeh apa aja akibatnya kalo nekat free-marital-sex.

    Filmnya bikin ambyar, keluar airmata. Baca tulisan ini kayak flashback lagi waktu nonton filmnya.

    psst, mbaGes kalo udah punya mesin waktu kabarin aku ya. Mau pake juga :*

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^