Friday, August 15, 2014

Mejeng di For Her Jawa Pos


Hai hai hai, kali ini saya mau berbagi cerita sambil bernarsis ria ya. Hehehe. Pengen cerita tentang pengalaman saya diulas di media cetak Jawa Pos dalam rubrik For Her. Walau ini bukan kali pertama saya diizinkan Tuhan diulas di media, tetap saja pengalaman ini punya warna dan cerita tersendiri untuk saya. Terima kasih untuk Mbak Puspita, reporter yang luwes juga Mas Bayu, fotografer yang sabar untuk kesempatan berharga ini.

Kesempatan ini datang dengan cara sederhana. Suatu siang menjelang sore ada telepon dari Mbak Puspita. Mbak Puspita menanyakan kesediaan saya untuk diulas di Jawa Pos. Kebetulan Mbak Puspita memang sedang mencari sumber di Jogja. Selain saya, ada juga Mbak Herlina Dewi, PimRed Stiletto Book, yang akan ikut diwawancara. Rencananya saya akan diwawancara di kantor Stiletto saja biar sekalian dan Mbak Puspita lebih hemat waktu dan tenaga cari lokasi. Berhubung lokasi nggak di rumah, otomatis saya harus menitipkan Ubii di rumah Eyang nya. Jadi, pertama-tama, saya izin ke suami dulu, boleh nggak. Syukurlah, suami saya yang budiman itu *tsah* kasih lampu ijo. Yeay!

Setelah Mbak Puspita dan Mas Bayu sampai di kantor Stiletto, agenda pertama adalah foto-foto dulu untuk liputannya karena Mas Bayu masih ada tugas lain jadi nggak bisa menunggu kami selesai wawancara. Walau saya amatir, boleh kan saya berbagi tips. Barangkali bermanfaat kalau kalian diulas di media yang butuh foto on the spot juga. Hehehe.

Tips supaya cethar membahana di media cetak ala Gesi:
  1. Sebelum hari-H tanya dulu ke orang media, ada dress code nggak *halah* Takutnya salah kostum kan. Hehehe.
  2. Pilih pakaian yang sopan tapi tetap kamu banget.
  3. Enaknya sih pilih outfit yang adem karena foto-foto itu bisa keringetan loh. (Atau cuma saya ya?)
  4. Kalau info wawancara sudah datang jauh hari sebelumnya, mending pilih pakaian jauh-jauh hari juga biar nggak makan waktu pagi-pagi bingung mau pakai baju apa. Saya nggak pilih baju jauh-jauh hari. Pas hari-H, baru sadar ternyata baju yang saya rencanakan mau dipakai masih di laundry. Ihiks. Gagal deh tampil maksimal.
  5. Kalau kamu ngerasa nggak fotogenik, jangan malu jangan galau minta bantuan fotografer atau reporter nya untuk mengarahkan pose yang oke. Malu bertanya sesat di jalan. Malu minta bantuan alhasil foto nggak cethar.
  6. Kalau kamu terbiasa foto dengan angle dari samping atau memiringkan kepala supaya pipi tembem kamu tersamarkan, PLEASE, latihan dulu foto dengan pose 'normal' di depan cermin. Untuk Jawa Pos, ternyata nggak bolehin narasumber foto dengan gaya alay kepala miring walaupun kita sudah nunjukkin gimana tembemnya pipi kita kalau foto dari depan. Jadi, biar nggak kagok foto dengan angle yang nggak biasanya kita lakukan, mending latihan dulu deh. Hehehe.
  7. Kalau kamu merasa nggak oke difoto sehingga pengen diulang-ulang-ulang sampai ada foto yang kamu rasa paling spektakuler mending, jangan sepelekan pentingnya mencairkan suasana dengan ngobrol dan bercanda bareng fotografer dan reporter. Lumayan bisa nutupin rikuh nya. Mereka juga jadi lebih sabar. Huehehehehe.
  8. Kalau akhirnya kamu beneran nggak juga dapat foto yang oke terus minta ulang-ulang, jangan lupa bilang 'Maaf ya ngerepotin' dan 'Makasih banyak-banyak ya' sama fotografer dan reporternya. Hihihihi.
Sesi foto kemarin bener-bener bikin saya keringetan. Saya terbiasa foto dengan angle dari samping atau memiringkan kepala saya karena pipi saya tuh tembem bukan main. Kalau di foto dari depan, astaga, muka saya jadi pipi semua isinya. Meweknya, Mbak Puspita bener-bener wanti-wanti kalau di Jawa Pos sebaiknya nggak foto model begitu. Hiks. Pupus sudah harapan saya untuk tampil kece di foto. Berhubung sama sekali nggak terbiasa foto dari depan, foto saya jelek terus (Yang mau ngejek silahkan grr). Akhirnya saya sering minta fotonya diulangi. Hehehe. Setelah diulang-ulang, foto saya....masih jelek. Pasrah deh. Aslinya ya begini. Tapi Mbak Puspita nggak membiarkan saya menyerah *tsah bahasanya*. Mbak Puspita yang akhirnya malah makin getol mengarahkan gaya saya dan meminta Mas Bayu untuk mengulangi foto. Syukurlah, akhirnya dapet juga foto yang mendingan (maksudnya muka saya ya, bukan kualitas fotonya) dan nggak alay.

Ini foto saya dengan angle miring dari samping yang ditolak mentah-mentah sama Mbak Puspita. Tapi syukurlah, saya kebagian simpen foto ini buat kenang-kenangan. Hehehe.


Nah ini foto dari depan yang dikehendaki Jawa Pos. Bandingkan sama foto dengan pose dan angle ala Gesi. Yang ini pipi semua, kan? :'))))


Selesai foto-foto, wawancara dimulai. Awalnya Mbak Puspita mewawancara Mbak Herlina Dewi duluan. Saya nungguin sambil ngerusuhin kantor Stiletto. Hehehe. Kelar ngobrol dengan Mbak Dewi, giliran saya pun tiba. So let's get started! Mbak Puspita tampak sudah cukup well-prepared dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Wawancara berlangsung santai dan mengalir sambil ditemani secangkir kopi. Setelah pertanyaan-pertanyaan yang Mbak Puspita siapkan sudah habis, Mbak Puspita bertanya, "Masih pengen cerita tentang apa nih Mbak Ges?" Jadi hari itu saya puas dan seneng banget dengan sesi wawancara nya. Rasanya semua hal yang ingin saya bagikan baik tentang Ubii, Rumah Ramah Rubella, dan buku saya yang berjudul Letters to Aubrey bisa saya ceritakan selengkap-lengkapnya (semoga ya).


Akhirnya profil saya benar-benar ada di rubrik For Her koran Jawa Pos hari Rabu, 6 Agustus 2014 kemarin. Overall saya suka banget dengan tulisan Mbak Puspita. Caranya menceritakan, memberikan judul, memberikan caption foto, dan menggambarkan apa yang saya alami itu pas banget menurut saya. Thank you very much, Mbak Puspita! Thank you, Jawa Pos! :))

Nah ini profil saya yang ditulis oleh Mbak Puspita di Jawa Pos, barangkali ada yang pengen baca tapi nggak sempat beli koran nya. :)

***

Hati Hancur Cinta Tak Luntur

Grace Melia Kristanto, 25, tidak menyadari adanya virus dalam tubuhnya semasa hamil. Hingga kemudian sang buah hati lahir dengan kondisi congenital rubella syndrome. Hatinya hancur. Namun, cinta pada si kecil tak pernah luntur. Bahkan, Grace berjuang membuat wadah untuk orangtua seperti dirinya.

TAK ada yang curiga pada kondisi kesehatan bayi dalam kandungan ketika Grace Melia mengalami demam dan ruam di tubuh. Kata dokter, Grace hanya perlu beradaptasi karena baru pindah dari Jawa ke luar pulau. Apalagi, ini adalah kehamilan pertamanya. Grace yang semula khawatir kembali lega.

Hingga saat anaknya lahir pada 19 Mei 2012. Kondisi bayi yang diberi nama Aubrey Naiym Kayacinta itu tidak begitu baik. Terlambat menangis dan sulit bernapas pertanda ada kelainan pada otak dan jantung. Ubii, panggilan sayang Aubrey, melakoni serangkaian tes. Mulai tes ekokardiografi, tes pendengaran, hingga USG otak. Semua hasilnya merupakan kabar buruk. Grace ditanya dokter, "Dulu ibu kena rubella, ya. Sebelum hamil ibu tes TORCH tidak?"

Untuk kali pertama dalam hidupnya, istri Aditya Suryaputra itu mendengar TORCH dan rubella. "Pulangnya saya langsung googling, ditemani suami. Saya baca sambil bergetar, bahkan tak sanggup melanjutkan bacaan. Semuanya cocok, gejala sejak kehamilan hingga kejanggalan perkembangan Ubii sekarang," kenang ibu muda kelahiran 1989 itu saat ditemui di Jogjakarta pekan lalu.

Ubii mengalami congenital rubella syndrome sehingga menderita gangguan pendengaran berat, kelainan jantung, dan retardasi (kelainan) motorik. Pada kasus sejenis, biasanya anak terinfeksi rubella bawaan alias sejak lahir, mengidap katarak hingga kebutaan. Syukurlah mata Ubii sehat.

Rubella adalah salah satu kawanan TORCH, yaitu toxoplasma gondii (toxo), rubella (campak jerman), cyto megalo virus (CMV), dan herpes simplex virus (HSV). Jika seorang ibu punya virus itu pada dirinya, ketika hamil besar kemungkinan mengakibatkan gangguan kesehatan bawaan yang fatal pada jabang bayi. "Itu pentingnya screening TORCH sebelum hamil. Dampaknya pada anak semengerikan ini. Saya merasa bersalah sekali pada Ubii," ungkap alumnus Sastra Inggris Univeritas Sanata Dharma Jogjakarta tersebut.

Menurut informasi dokter, memang virus yang ada di tubuh ibu tidak bisa hilang. Tapi, ada saat virus itu lemah. Bila kesehatan ibu dijaga dengan baik sehingga virus menjadi lemah, jabang bayi bisa baik-baik saja.

Menghadapi kenyataan itu, Grace shock, sedih, dan putus asa. Tapi dia sadar bahwa Ubii membutuhkan ibu yang kuat untuk menyokongnya menjadi anak yang kuat juga. Grace segera mencari grup diskusi bagi orangtua yang dikaruniai anak-anak seperti Ubii. Selain butuh teman seperjuangan, Grace butuh banyak informasi untuk membesarkan Ubii. "Ternyata banyak anak yang lahir seperti Ubii karena ketidaktahuan orang tua seperti saya. Padahal, dengan screening TORCH dan vaksin, hal seperti ini bisa dicegah," jelas perempuan yang aktif sebagai mami blogger itu.

Grace pun tergerak untuk mengampanyekan sadar TORCH dan mewadahi segala macam informasi tentang rubella. Dia membuat note di Facebook, menulis di blog pribadi, hingga akhirnya berbagi di komunitas parenting. Responsnya luar biasa. "Akhirnya, saya bikin Rumah Ramah Rubella secara online. Ada informasi mulai dari pencegahan sampai penanganan. Kami anggap semuanya keluarga dalam satu rumah yang sedang berjuang bersama," jelas Grace.

Rumah Ramah Rubella dibentuk pada 2 Oktober 2013. Kini lebih dari 1000 anggota bergabung. Dengan Rumah Ramah Rubella, semua bisa saling menyokong. Misalnya di luar pulau jawa, apalagi di Jayapura, masih banyak kekurangan tenaga medis. "Ada anggota dari Jayapura mau CT-scan anaknya di Jakarta dibantu anggota di Jakarta. Ditampung menginap dan direkom rumah sakitnya," cerita Grace mencontohkan.

Rumah Ramah Rubella pun membuat channel YouTube untuk melihat video sesi fisioterapi dan panduannya untuk bisa dilakukan sendiri di rumah. "Tidak semua orang tua punya akses membawa anaknya fisioterapi. Terkendala jarak atau biaya, video ini bisa membantu," imbuh Grace yang belum berencana menambah momongan karena masih ingin fokus membesarkan Ubii itu.

Beberapa kali Grace atau Rumah Ramah Rubella mendapat kesempatan untuk tampil di depan publik seperti diundang ke acara talk show atau pembicara di seminar-seminar parenting dan kesehatan. Tentu saja ini disambut gembira. "Impian kami, bahaya TORCH itu dapat diketahui sebanyak mungkin orang," harap Grace.

Perempuan yang tahun ini terpilih sebagai Kartini Next Generation versi Kementrian Komunikasi dan Informatika itu ingin orang aware TORCH sebelum tertular dan menurun pada anaknya. (puz/c17/ayi)

BERDASAR PENGALAMAN: Grace dalam salah satu gathering yang diadakan Rumah Ramah Rubella

***

Bukukan Perasaan di Letters to Aubrey

PADA minggu-minggu pertama kelahiran Ubii, Grace belum tahu apa yang terjadi pada buah hatinya itu selain kebocoran jantung. Ubii sangat rewel. Tidak bisa berhenti menangis kecuali ditimang dan didekap untuk diberi ASI. Datang ke dokter, Grace dihujani diagnosis yang membuatnya langganan menangis di depan dokter. Hati yang berkecamuk membuat Grace setengah hati mengurus Ubii.

"Sebelum tahu Ubii nggak bisa dengar, aku cerewet sekali. Mengajak ngobrol dan nyanyi setiap waktu. Sering mendongeng juga. Setelah itu, jadi merawat dalam diam," kenang Grace yang baru mengetahui kondisi Ubii beberapa bulan setelah melahirkan.

Grace dan suami, Aditya, memutuskan hidup mandiri, terpisah dari orangtua sejak menikah. Mereka hanya merawat Ubii berdua. Keduanya sering uring-uringan dan berujung pada pertengkaran karena capek dan tidak mau saling mengerti.

"Hal sepele bisa jadi masalah, saling menuntut. Waktu itu kami masih belum deal with all these things. Kami berdua sampai ikut hipnoterapi pasangan lho. Akhirnya saya dan suami sepakat, kami butuh manajemen stres yang bagus demi Ubii," kenang Grace menghadapi masa sulit itu.

Mereka mulai saling menghargai keluhan pasangan. "Saya capek, papinya siap menggantikan. Begitu pula kalau Papi bilang capek, saya sama sekali tidak akan menuntut macam-macam. Kalau dua-duanya capek, Ubii dititipkan sama eyang dan kami punya waktu berdua," jelas Grace.

Dengan kekompakan, mereka berharap Ubii tumbuh menjadi anak yang kuat dan percaya diri. Grace bersyukur suaminya selalu mendampingi apa pun agenda untuk Ubii, seperti melakoni berbagai tes, berobat, hingga kunjungan fisioterapi. Grace memilih menulis di blog untuk menyalurkan semua hasrat "cerewet"-nya pada sang buah hati. "Saya nggak sabar pengin ngobrol sama Ubii. Jadi, saya bikin semacam surat di blog untuk dibaca Ubii kelak. Biar suatu hari nanti, Ubii tahu orangtuanya selalu cinta sama dia," jelas Grace.

Isi surat-surat itu berisi curhat, cerita keseharian, tindakan medis, kisah manis, hingga terapi yang dijalani Ubii di rumah. Saat ini surat-surat di blog itu sudah dibukukan dengan judul Letters to Aubrey. "Bisa jadi kisah penyemangat dan informatif ibu-ibu seperti aku. Sebagian hasilnya disumbangkan untuk Rumah Ramah Rubella," kata Grace. (puz/c7/ayi)

ANUGERAH ISTIMEWA: Grace dan suami, Aditya Suryaputra, serta si kecil Aubrey.


***

Yang Sering Ditanyakan pada Grace

Apa itu Rubella?
Rubella atau campak jerman adalah virus yang ditularkan lewat cairan tubuh penderita, bisa air liur maupun darah. Bagaimana sampai ada virus rubella yang masih belum diketahui sampai sekarang. Rubella termasuk dalam virus TORCH.


Apa dampaknya pda ibu hamil?
Pada ibu hamil, virus rubella mengakibatkan sang ibu demam akut, mata berair karena infeksi, sendi-sendi ngilu, dan keluar ruam di sekujur tubuh. Ibu hamil menularkan virus tersebut ke anak sehingga anak mengalami congenital rubella syndrome atau rubella bawaan.

Apa yang terjadi pada anak dengan congenital rubella syndrome?
Jantung bocor, gangguan pendengaran, katarak, microcephally, retardasi psikomotorik, dan kognitif.

Adakah upaya peneymbuhannya?
Tidak bisa berharap untuk sembuh 100% dan seperti anak-anak sehat kebanyakan. Tetapi, satu per satu bisa diringankan dengan pola asuh, pengobatan medis, dan berbagai terapi. Misalnya, menggunakan alat bantu dengar, operasi katarak, dan fisioterapi.

Bagaimana mencegahnya?
Melakukan tes pre-marital atau screening TORCH untuk memastikan kondisi ibu sehat siap hamil. Juga, disuntik vaksin MMR, yakni Measles (campak), Mumps (gondongan), dan Rubella (campak jerman).

Mengapa rumah ramah rubella?
Mengampanyekan bahaya TORCH sehingga bisa dicegah. Berbagi informasi dan saling menguatkan untuk mengasuh anak-anak yang spesial. Selain itu, ingin mewadahi donatur untuk membantu orangtua yang tidak mampu mengobati putra-putrinya di masa mendatang. Sebab, biayanya sangat mahal. (puz/c15/ayi)

APRESIASI: Terpilih sebagai Kartini Next Generation 2014 versi Kemenkominfo
***
Selain versi cetaknya, ternyata ada juga versi online nya. Hehehe. Nggak selengkap di versi cetak sih. Bisa diintip di sini.



Kayaknya itu dulu deh di postingan ini. Semoga tips foto saat diulas di media cetak bisa terpakai. Huahahaha. Semoga info seputar TORCH, khususnya Rubella ini bisa bermanfaat buat kita semua ya. :)



Love,


Ges



21 comments:

  1. Wayuuuh mak ges :"> Selamat ya! Semua fotoku yang sendiri ataupun selfie, mesti ga oke. kalau ada gitarnya, malah oke padahal posenya gak banget :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti gitar wajib dibawa ke mana-mana ya Wince :p

      Delete
  2. Mak grace aku sampe meneteskan air mata membaca tulisan ini. Semangat ya mbak Grace, peluk cium sayang buat ubi.... Fotonya keren loh, tak apa tembem juga, masih terlihat cantik kok...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih peluk cium nya buat Ubii, Tante :)) Jangan nangis lagi yaaaa ^_^

      Delete
  3. Mak grace keren deh..semoga rumah rubella n bukunya makin menginspirasi banyak orang. Ketjup sayang buat si cantik ubii ^^
    Btw biar tembem tetep ketjeh kok ;)
    (Sesama pemilik pipi tembem)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin *tereak kenceng pake toa* Makasih banyak kunjungan dan doa nya ya, Mak Muna. Ah.... Hiks.. Gak pede sama pipiku. SOalnya dulu nggak gini Maakk :'((((((((((((((

      Delete
  4. Kereeen... chubby itu tetep cantik kok, itu buktinya yang foto KNG, tampak depan dan kece banget. Semoga bisa terus menebar manfaat ya dan inspirasi ya, mak. Salam sayang buat Ubi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu karena... dipakei shading di pipi and idung, Mak Popon :')))) Ihiks. Sun sayang buat onty Popon dari Ubii :*

      Delete
  5. mak... tembem nya itu lucu loh bikin wajahmu trlihat unyu baby face gitu,heee... org bakal ngira ubii itu adikmu *kedip2*,keren deh tampil dijawa pos :) btw,sehat slalu ya ubii...:*

    ReplyDelete
  6. Wah lumayan numpang eksis, saya pernah dihubungi juga sama wartawan koran, udah diwawancarain + difoto juga, tapi sampe sekarang belum dimuat. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah asik, kalau udah dimuat colek-colek yaaa ^_^

      Delete
  7. Kisah penuh perjuangan dan pengetahuan, Mak... Salam buat Ubii ya...Makasih sharingnya ttg rubela dan torch...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam balik dari Ubii, Onty Eka. Makaciy udah mampir ke mari ^_^

      Delete
  8. Suka sama tulisannya reporternya. Enak dibacanya, juga informatif banget ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mak. Orangnya asik pula. Seru dan rame. Crigis bihihihik :D

      Delete
  9. makasih mak tips foto di media cetaknya... tp kpn ya saya bisa diwawancara sama media cetak :))

    ReplyDelete
  10. Kereeennn...inspiratif...foto tembemnya malah lucu loh..kek anak SMA :)

    ReplyDelete
  11. Aku kan kenal Mak Gesii belum lama banget. Jadi terbantu dengan adanya postingan ini. Tetap semangat Mak Gesii, Ubii tau bahwa Mak Gesii adalah seorang ibu yang luar biasa :')

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^