Saturday, April 5, 2014

Menemukan Pasien TB yang Ternyata Putriku

Credit

Yang Saya Tahu tentang Tuberkulosis

Dari dulu sampai sekitar satu tahun yang lalu, kalau boleh jujur saya nggak mengerti apa pun tentang TB. Saya awam tentang apa sebenarnya Tuberkulosis itu, bagaimana penularannya, bagaimana menjaga kesehatan supaya terhindar dari TB, dan tetek bengeknya. Dan kok saya juga nggak punya inisiatif mencari tahu karena yang ada di kepala saya adalah 'TB itu penyakitnya simbah-simbah.' Yes, that's how I thought about Tuberkulosis. Saya kira yang bakalan terserang TB ya nini-nini dan aki-aki. Jadi saya aman dong dari TB. Keawaman saya mengenai TB juga didukung oleh kebiasaan orang Jawa (paling nggak di tempat saya tinggal) menyebut TB dengan 'flek.' Makin butalah saya.

Credit foto Simbah

Pasien TB Terdekat = Putri Saya

Mau nggak mau, akhirnya saya berkenalan dengan official juga dengan TB. Gimana enggak? Lha wong ternyata putri saya terdiagnosa Tuberkulosis! Jedier. Berarti Tuberkolosis BUKAN hanya menyerang simbah-simbah dong?! Saat terdiagnosa TB di usianya yang baru menginjak 1 tahun, saya menolak percaya. Buat saya itu aneh. Bukan kah TB ditularkan lewat percikan dahak penderita TB? Padahal saya dan suami (kami hanya bertiga di rumah) rasanya nggak pernah batuk-batuk ngekel. Bukan kah mayoritas pasien TB adalah mereka yang berumur 15-55 tahun? Ini anak saya, 2 tahun saja belum, masih amat kinyis-kinyis kan? Lalu bagaimana mungkin? *mikir keras*

Gejala Awal TB pada Putriku

Rasanya pengetahuan ibu-ibu dengan anak usia di bawah 5 tahun mengenai TB masih minim. Atau hanya saya ya? Saya sama sekali NGGAK curiga anak saya terkena Tuberkulosis karena saya pikir yang terkena TB PASTI akan terus-menerus batuk ngekel. Meanwhile, anak saya hampir bisa dibilang nggak pernah batuk ngekel. Batuk sih iya sesekali disertai dengan pilek, tapi setelah pileknya selesai maka berakhir juga batuknya. Saya juga merasa lingkungan rumah kami cukup baik. Memang suami dan beberapa kawannya kadang merokok di rumah. Tapi itu selalu di teras. Saya selalu melarang mereka merokok di area dalam rumah. Pun, setelah mereka merokok saya selalu menyuruh mereka mencuci tangan dan mulut. Saya kira itu cukup.

Awal kecurigaan bahwa anak semata wayang saya terganggu kesehatannya karena Tuberkulosis adalah karena berat badannya yang sangat amat pelit sekali (perlu ditekankan) naik. Sebelum mengkonsumsi obat untuk mengatasi TB-nya, berat badan putri saya stuck selama 4 bulan. Mulanya saya pikir itu disebabkan oleh kebocoran jantung yang diidapnya akibat terinfeksi virus Rubella selama dalam kandungan saya. Tapi rasanya itu kurang masuk akal mengingat, puji Tuhan, kebocoran jantungnya (tipe PDA dan ASD) sudah perlahan menutup dengan sendirinya. Dokter spesialis syaraf anak langganan kami kemudian memberi surat pengantar untuk foto paru (rontgen). Hasilnya: tampak ada bercak-bercak putih di paru-paru anak saya. Nah, kemudian, apa itu cukup untuk memberikan vonis TB ternyata mengganggu kesehatan putri saya? Ternyata BELUM. Ternyata vonis TB nggak bisa diberikan semudah itu. Next, karena sudah ada kecurigaan yang dikuatkan dengan hasil foto paru, anak saya diberikan surat pengantar untuk Tes Mantoux.

Foto paru putri saya

Tes Mantoux untuk Memantapkan Diagnosa TB pada Putriku

Tes Mantoux, seperti yang saya baca di sini, adalah tes untuk menegakkan vonis Tuberkulosis. Caranya: Protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis disuntikkan pada lengan bawah putri saya untuk kemudian diobservasi indurasinya selama 48-72 jam. Anak akan dikatakan mengidap Tuberkulosis jika indurasinya di atas 10 mm. Indurasi adalah area yang memerah dan/atau membengkak di sekitar daerah yang disuntik. Indurasi putri saya adalah 15 mm. Positif! Kalau kata dokternya Ubii, "Walah 10 mm saja positif. Apalagi 15 mm, mbah-ne positif!" Sedih kah saya? Justru malah lega dan bersyukur. Hehehe. Karena paling nggak, alasan kepelitan berat badannya jadi terjawab dan segera bisa diobati.

Fakta Tuberkulosis pada Anak

Long story short, saya lantas paham bahwa Tuberkolosis TIDAK hanya menyerang mereka di usia produktif. Ternyata Tuberkulosis juga muncul sebagai gangguan kesehatan pada anak-anak. Mungkin ibu-ibu lain bisa menarik sedikit pelajaran dari keawaman saya dulu. Jangan mengira hanya simbah-simbah lah yang bisa terkena TB. Anak-anak juga bisa. Kalau anak-anak nggak menunjukkan gejala batuk-batuk ngekel (seperti putri saya), mungkin bisa dipantau dari berat badannya. Apa naik dengan signifikan? Atau sulit sekali naik, padahal ia banyak makan dan asupan gizinya terjaga? Kalau ternyata anak memang kecil karena cetakannya (baca: ayah ibunya) juga langsing, ya syukurlah. Tapi kalau ternyata itu disebabkan oleh TB? Nah, perlu konsumsi obat selama minimal 6 bulan lho. Untuk putri saya, setelah masa konsumsi obat selama 6 bulan selesai, sudah menanti agenda foto paru selanjutnya. Ini untuk melihat apakah TB nya sudah sembuh, karena kalau belum berarti obat perlu dilanjutkan.

Sedikit belajar dari pengalaman awam saya juga, ternyata kondisi rumah yang kita anggap sehat pun ternyata belum tentu cukup untuk menjaga kesehatan anak-anak kita dari TB. Saya menganggap rumah saya bersih. Para tamu yang merokok selalu saya ultimatum agar mencuci tangan dan mulut sebelum mencolek-colek putri saya. Peralatan makan dan minum putri saya selalu saya sterilkan segera setelah dicuci. Tapi kok masih tetap saja kecolongan diserang TB? Dari mana anak saya bisa tertular? Hanya Tuhan Yang Maha Tahu yang bisa menjawab. Hehehe. Seriously, saya masih belum habis pikir asal-muasal anak saya terkena TB. Sampai kemudia dokter langganan kami menanyakan ini:
  • Di dekat rumah Ibu ada tetangga yang sedang mbangun rumah? Ya. Banyak tukangnya ndak? Ya. Arah angin dari rumah yang dibangun melewati rumah Ibu ndak? Ya. Nah, bisa saja kalau ada tukang yang batuk lalu terbawa angin lalu menclok ke tempat Ibu.
  • Di rumah Ibu sering ada orang lain? Hanya asisten rumah tangga yang datang seminggu 2 kali. Kalau dia batuk, ditutup ndak? Enggak! Nah, bisa saja itu penyebabnya.
  • Kalau ada tamu berkunjung, pada suka nyiumi putri Ibu ndak? Iya, tapi kalau habis merokok selalu saya suruh cuci tangan dan mulut kok, dok! Lha yang ndak habis merokok? Oh iya, saya nggak menyuruh mereka mencuci tangan dan mulut dulu kalau ingin mencolek putri saya.
  • Tamu yang main ke tempat Ibu, pada suka nyiumi putri Ibu di mana? Pipi, dok. Nah, sebaiknya anak dicium itu di kening saja. Pipi kan dekat dengan mulut dan hidung, lha kalau mereka lagi sakit kan yo gampang nulari anak Ibu to? Iya... *saya menunduk*
  • Yang berinteraksi dengan putri Ibu di rumah apa bisa dipastikan ndak kena TB? Ngudang (mencandai) putri Ibu saja kalau sedang terkena TB bisa nulari anak Ibu lho, tahu toh? Ndak tau, dok...
Credit

Menemukan dan Menyelamatkan Pasien TB yang Masih Anak-Anak

Bermula dari ketidakpahaman saya tentang gangguan kesehatan berupa TB, kini saya belajar. Ternyata anak-anak juga sangat mungkin terkena TB. Ternyata lingkungan rumah yang kita anggap sehat belum cukup menjamin keamanan anak-anak kita dari TB. Ternyata jadi ibu itu memang kadang perlu protektif dalam urusan perijinan pada siapa-siapa saja yang ingin mencolek dan menciumi anak kita (terutama kalau di bawah 2 tahun kan masih sering diciumin ya). Ternyata sebaiknya teman-teman kita menciumi anak kita di area kening saja, jangan di area pipi karena itu dekat dengan mulut dan hidung. Ternyata kita perlu mengingatkan tamu yang berkunjung ke rumah kita untuk selalu menutup mulut saat mereka batuk kemudian mencuci tangan. Ternyata kita perlu siap sedia dengan sekotak masker di rumah, kalau ada tamu yang sedang batuk langsung sodorkan. Ternyata kadang kita perlu mengesampingkan kebiasaan rikuh-rikuhan dalam mengingatkan para tamu untuk lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan anak kita. Saya tinggal di Jogja yang masih kental dengan budaya rikuh. Hasilnya saya sering rikuh bin pekewuh mengingatkan tamu kami untuk memakai masker atau menutup mulut saat mereka batuk, padahal ternyata kerikuhan saya bisa membuka jalan untuk kuman TB menulari putri saya. Hiks. Mungkin saya kadang dirasa ekstrim. Sekarang jika ada tamu yang jelas-jelas sedang batuk, saya memintanya untuk nggak seruangan dengan putri saya. Maaf kalau dirasa berlebihan ya, tapi demi anak. Hehehe. Ternyata berat badan yang stuck padahal anak rajin makan dan minum serta minum vitamin juga bisa menjadi jalan untuk kita sebagai orangtua mencurigai kemungkinan TB pada anak. Lebih cepat ketahuan maka lebih baik karena bisa segera diobati. Setelah anak saya rutin mengkonsumsi dua macam obat, yaitu Suprazid + dan Rifampisin, perlahan berat badannya naik. Semoga itu menjadi indikasi bahwa TB yang mengganggu kesehatannya berangsur menghilang.

Saking seringnya disodorkan ke tamu, stok masker habis. PR nyetok lagi :)

Semoga share pengalaman ini bisa bermanfaat untuk orangtua lain. Yuk kita dukung Hari Tuberkulosis dengan lebih aware dan menjaga buah hati kita dari Tuberkulosis. :) Ini ada semacam komik kartun sederhana yang cukup menarik tentang bagaimana mencegah Tuberkulosis yang bisa kita terapkan pada anak-anak kita mulai dari 1) Pemberian vaksin BCG, 2) Deteksi dan pengobatan sedini mungkin, 3) Observasi lingkungan terdekat yang memberikan potensi penularan, 4) Hidup dengan positif dan gembira, 5) Istirahat yang cukup, 6) Asupan gizi yang baik dan seimbang, 7) Udara segar di pagi hari, 8) Gerak badan rutin, dan 9) Gaya hidup higienis.

Credit

Sumber:
1) www.tbindonesia.or.id/
2) www.pedtb.gr/
3) www.info.gov.hk/
4) www.kumpulan-farmasi.blogspot.com/


*Tulisan ini hanya untuk berbagi cerita dalam rangka lomba blog Tuberkulosis Indonesia: Temukan dan Sembuhkan Pasien TB untuk memperingati Hari Tuberkulosis. Sama sekali tidak ada tendensi untuk menggurui apalagi menggantikan diagnosa dokter. Untuk tes Mantoux dan obat yang perlu dikonsumsi anak, tetap perlu dikonsultasikan ke dokter. :)

http://blog.tbindonesia.or.id/

29 comments:

  1. wah iya ya....baru melek deh,informatif sekali mbk,,maksih ya mbk tambahan pengetahuannya.... ^^

    ReplyDelete
  2. justru malah untung ya mak, ketauan dari awal TB-nya.. bisa segera diobatin. semangat yaa, ubii dan mak ges. btw ini anak lanangku (5.5 thn) juga berat badannya gak terlalu naik jee, hiks

    ReplyDelete
  3. informatif dan bermanfaat banget artikelnya mak.. jadi berusaha ati ati sama yang suka cium cium jiwo :D

    ReplyDelete
  4. Informatif banget tulisannya mak Ges. Sedih ya kalau balita kena sakit yg parah gini. Udah pengobatannya lama susah lagi ngasi obatnya. Sehat2 selalu ya ubii

    ReplyDelete
  5. Hmmm...ternyata anak-anak rawan terkena TB ya. untunglah sekarang TB bisa diobati hingga tuntas

    ReplyDelete
  6. Informatif sekali mak :)

    ReplyDelete
  7. Mak Ges kalo nulis tuh ngena banget....sukses lombanya ya Mak Ges....

    ReplyDelete
  8. Mau nanya, apa hubungannya rokok dengan tuberculosis?? Yang diwaspadai kan orang yg batuk, bukan perokok?

    ReplyDelete
  9. harus hati2 bener ya maak, TB mudah banget penularannya

    ReplyDelete
  10. Ubiii, semoga sehat selalu yah

    ReplyDelete
  11. Sedih banget kalo anak yang kena ya, Mak. Semoga sehat selalu Ubi ya..

    ReplyDelete
  12. harus banyak gali informasi lagi ini, mak. makasih ya sudah berbagi informasi :)

    ReplyDelete
  13. Saya dulu juga pernah terkena TB mbak, tapi untung untunglah sembuh, karena saya mematuhi apa kata dokter, dan saya tak mau lagi kena TB tahap lanjutan, karena akan lebih dan sangat berat penyembuhan dan obatnya...

    ReplyDelete
  14. Mba Gesiiiiii, ya ampunnn, aku nemu lagi tulisan Mba yg amat sangat memberi pencerahaaaaan. Anakku, 2 tahun juga kmrin suspect TB paru mba, padahal matouxnya kurang dari 100mm, meski ronsennya dibaca mirip tb paru. kl boleh tau ubi ke dokter mana ya mbaa? buat referensi. Thankyouuu :). Ini Dila, yang sempat wasapan kemarin :)))

    ReplyDelete
    Replies
    1. mba dila, saya.blh mnt wa mba dila? ada yg ingin sy tnykan mba.... email sy yosephine.1611@gmail.com

      Delete
    2. mbak dila..mbak yosep.. boleh saya minta wa nya di email leonisaip@gmail.com. makasih mbak.. mami ubi apakah ada efek samping dari obat tb ini?

      Delete
  15. Putri sy usia 14 bulan,di vonis TB ...sdh 2 bulan minum obat TB.bulan pertama berat bdn ny naik 3 ons (walau ga makan nasi),bln ke 2 bb ny turun.karna mmg udh 1 bln ga mau mkn.dr pd ga mkn sm sekali sy ksh telur 2 biji sehari utk protein ny dan roti utk karbohidrat ny..yg sy tnykan,ank mb apa spt ank sy juga bulan pertama dan ke 2 ga ada nagsu makan?

    ReplyDelete
  16. Salah satu anak kembar saya baru saja divonis terinfeksi TB. Hati saya hancur tapi Puji TUhan dokter menguatkan saya bahwa TB bisa diobati & akan sembuh setelah konsumsi obat secara rutin. Saat ini kami sedang menunggu hasil tes mantoux untuk kembaran, kakak & kami orang tuanya. Semoga hasilnya tidak seburuk yang saya bayangkan.
    Kehidupan kami kurang lebih sama seperti Mama Ubii, saya rasa kebersihan merupakan nomer 1 di keluarga kami...tapi kok masih saja kecolongan dengan kuman TB ini.
    Semoga anak-anak kita selalu terlindungi & kembali sehat.
    Terima kasih untuk cerita Mama Ubii yang membuka pengetahuan saya juga mengenai TB pada anak. (Masih browsing terus tentang TB :) )

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Mba Bernadetha. Gimana hasil trat mantoux untuk kembarannya? Salah satu anak kembar saya juga divonis terinfeksi TB, dokter menyarankan untuk screening TB kembarannya.

      Delete
  17. Hai Mami,
    Aku baru baca blog mami karena lagi cari2 tentang TB anak. Suami saya kena TB Paru dan baru sebulan pengobatan. Saya takut banget anak saya tertular, batuk sedikit saya langsung curiga ini itu. Saya tanya dokter paru suami saya katanya ga perlu test anak karena sebelumnya saya jelaskan juga suami saya pulang ke rumah 2 minggu sekali karena dinas luar kota, dan pulang hanya sekitar 4 hari di rumah. BB anak saya juga terus naik dan berada di garis normal (16 Bulan, BB 13 KG), anak saya laki2 dan aktif sekali, mungkin karena itu dokter tidak menganjurkan anak saya di test TB, kata beliau tidak perlu. Tapi namanya Ibu dan ini anak pertama saya belum ada pengalaman, saya masih was was. Sebaiknya saya second opinion ke dokter lain atau gimana? Lalu test mantoux itu harus rujukan dokter ya ga bisa kita ke lab trus minta test sendiri?
    Mohon sarannya ya Mami Ubii&Aiden ...

    ReplyDelete
  18. Cerita blog diatas sama persis yg saya alami sekarang. Anak saya baru td sore lihat hasil mauntoknya dia positif kena tb.dan harus pengobatan.
    Suami saya juga ada riwayat sakit tb tapi dia selalu pake masker mulut kalo deket sama anak saya.suami juga kalo nyium anaknua pasti di bagian kaki sm pantat aja ga brani di area wajah..tp herannya tetep aja kecolongan ketularan ya..
    Semoga blog ini menginspirasi saya.semoga anak saya cepet pulih lagii.aminn

    ReplyDelete
  19. Hai mom, anaku baru kemarin sore nih di diangnosa kena tb, usia 1 th. Sedih banget denger nyaa, untuk pengobatan selama 6 bulan itu ada efek sampinh ngga mom ke ke anak nya?

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^