Sunday, February 23, 2014

Cinta Seorang Ayah

My father gave me the greatest gift anyone could give to another person. He believed in me. - Jim Valvano

Tadi siang saya nggak sengaja nonton acara gosip yang makin digosok makin sip sambil menyuapi Ubii. Hehehe. Maaf, khilaf. Pas sekali berita yang saya tonton adalah tentang Ayah Angelina Sondakh, Luki Sondakh, yang mengunjungi putrinya di tahanan. Tentu kita masih ingat dong mengapa Angie berakhir jadi pesakitan di bui. Yes, seperti masalah Indonesia yang sudah-sudah, ko-rup-si. Si Angie korupsi apa dan gimana, saya kurang tahu jelas sih. Memang jarang ngikutin berita. Hehehe. Tapi, yang tadi saya dengar di acara gosip, pokoknya Angie dihukum 12 tahun masa tahanan. Feel sorry for you, Angie. Okay, back to Angie's daddy. Biasa lah, kalau jenguk sanak keluarga yang artis, pasti ikut diwawancarai. Itu juga yang tadi saya tonton. Ayah Angie diwawancarai sama wartawan. Pertanyaan pastinya gimana, saya rada lupa. Yang jelas ya terkait dengan gimana perasaan Ayah Angie.

Dan, jawaban Ayah Angie, membuat hati saya mencelos. Terharu banget denger jawaban beliau. Mewek se-mewek-mewek-nya deh. Kurang lebih begini jawaban beliau:

Ya, mau jenguk anak saya. Pokoknya kewajiban saya sebagai Ayah ya terus mendampingi Angie dan tentu mendoakannya sesuai dengan iman Kristiani saya. Itu sudah kewajiban saya untuk terus ada di sampingnya.

Jedier. Jlebh sekali, bukan? Betapa berjiwa besar Ayah Angie itu. Beliau tetap segitu sayangnya sama Angie meanwhile, as we all know, what she did was terribly wrong. She took what wasn't hers to take and that was evil. Tapi Ayah Angie tetap menerima Angie, mendampinginya, menjenguknya, dan memperhatikannya sedemikian rupa. Kita juga tahu (dari acara gosip tentunya) kalau Angie berpindah keyakinan menjadi seorang mualaf. Benar, bahwa itu adalah hak asasi Angie. Tapi, tentu biasanya orang tua pasti merasa sedikit kecewa jika anaknya memutuskan untuk melakukan itu, kan? Banyak contoh teman saya yang berpindah keyakinan dan harus rela nggak dianggap bagian dari keluarga lagi karena orang tua mereka nggak bisa legowo. Sumpah! Ayah Angie ini keren bukan main, menurut saya. Ternyata bukan hanya kasih Ibu yang sepanjang jaman. Kasih Ayah pun juga tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Eh, itu lagu! Hahaha.

Nonton statement Ayah Angie tadi bikin saya teringat sama Papa saya. Papa saya kurang lebih begitu. Papa selalu menerima saya apa adanya, baik buruknya saya, salah benarnya saya, dan kurang lebihnya saya. Kasih Papa pada saya sangat amat terasa sekali (sampai harus ditekankan, hihihi) saat saya cerita ke Papa kalau saya berbadan dua. Saya ingat, saya cerita dengan takut-takut, was-was, dan mewek. Saat itu saya siap dengan segala kemungkinan terburuk. Saya rela kalau Papa membenci dan mengusir saya, because I let him down very much. 

Saya ingat saya bercerita ke Papa via YM karena saat itu saya sedang bekerja di Sangatta. Saya mengawali dengan bilang, "Pah, Grace mau cerita, tapi Papa jangan marah ya..." Bodoh sekali ya statement saya. 'Jangan marah ya?' Have you lost your mind? He had absolute right to be upset and piss me off! 

Jawaban Papa nggak akan pernah bisa saya lupakan selamanya. Jawaban Papa yang jadi obat galau saya. Saya jadi yakin saat itu bahwa saya nggak dan nggak akan melewati itu sendirian. Papa bilang sama saya,

Papah malah berterimakasih karena Grace mau cerita sama Papah dan ndak berbuat bodoh sendiri. Papah tu sering mikir buat apa to Papah hidup. Sekarang Papah jadi tau, itu buat nemeni Grace, buat support Grace kayak sekarang ini. Ndak usah malu. Biar aja orang bilang apa. Kalo kita ndak munafik, sebenernya kita tau hal kayak gini bisa terjadi ke sapa aja. Berdoa terus ya, sayangku. 

Sampai pada akhirnya saya cerita kalau pria itu berbeda keyakinan dan suku dengan saya, Papa pun nggak berhenti menyatakan dukungannya, tanpa menghakimi. Papa selalu menegaskan kita semua, entah itu agama A, suku B, ras C, dan bla-bla-bla lainnya, adalah SAMA di mata Tuhan.

Wis kamu tenang wae Grace. Tapi memang itu belum lazim di sini, jadi konsekuensinya kamu harus siap. Ndak boleh cengeng!

Finally when I decided to get married (after the effing bureaucracy), Papa pun tetap mendukung setelah menanyakan kemantapan hati saya.

Ndak ada kewajiban nikah kalo cuma karena kamu hamil. Papah ndak keberatan kalau kamu milih ndak nikah dan tinggal di rumah. Tapi kalo memang Grace mantap, yawis, Papah dukung. Kamu dah mantep?

So yeah, here I am, raising my girl in a relationship people call marriage. Am I happy right now? Yes, because I did the right thing. Is it difficult? Yes, because both I and my husband have this huge ego to conquer together. Will I keep trying to make it better? Yes, absolutely. Do I regret anything? No, because I know God's plans for me will always be perfect in His time.

Sebenarnya jauh sebelum peristiwa itu, Papa sudah selalu menunjukkan dukungannya. Termasuk saat saya membuat tato di beberapa bagian tubuh saya, memilih kuliah di luar kota, memilih teman dekat, dan semuanya. Papa selalu memberi kebebasan, dengan pesan untuk selalu berani mempertanggungjawabkan semuanya, dengan pesan bahwa apa yang saya lakukan itu dari hati (bukan sekedar ikut-ikutan).

Kalau ditanya apa arti Papa buat saya, maka Papa adalah role model saya. Lewat Papa saya banyak belajar nilai-nilai kebebasan yang bertanggung jawab, perbedaan yang harus dihargai, dan mewujudkan apa yang saya yakini benar walau itu ditentang pihak ini dan itu. Papa juga selalu membuat saya belajar untuk nggak membiarkan cibiran atau cemoohan orang mengecilkan saya. Biarkan orang mau bicara apa tentang kita, itu hak mereka. Why bother? Kita toh nggak mati dengan dimongin yang enggak-enggak kan. When everyone else looks down on me, it's my daddy, who always believes in me. He always sees what anyone can't see in me. And, I will be forever indebted to him for he has taught me to be I am that I am today.

Tuh kan, jadi mewek beneran deh saya. Hikshiks *kemudian bengek* Benar yah, tak hanya kasih seorang ibu yang sedalam samudra *tsaahh*

Apa ceritamu bersama Ayah/Bapak/Papa/Papi/Abah/Abi-mu? Sudahkah kita bilang I love you, dad hari ini? Saya sudah! ^^

Credit

18 comments:

  1. Dear Gracie. You have a great Father. Yes i have too but he pas away when i am still in college. But my father alwsys in my mind and in my heart. He was my hero until now.

    ReplyDelete
  2. Almarhum Bapakku juga jadi role model buatku, terutama dalam berkomunitas. Saudara-saudaraku, bahkan sahabat2 Bapak bilang aku tuh foto copy Bapak yang suka berorganisasi dan komunitas :)

    ReplyDelete
  3. @Mami Icha: Glad to hear, Mami Icha. May he rest in peace besides Him ^^

    @Mak Injul: Like father like daughter dong, Mak Injul, judulnya ^^ Nanti nular lagi ke anak-anak Mak Injul yak :))

    ReplyDelete
  4. Cinta Ayah memang akan selalu abadi, Mak...
    Saat aku di perantauan seperti sekarang, aku baru merasakan betapa Ayah begitu menyayangiku...

    ReplyDelete
  5. bersyukur ya mak Gesi punya ayah yang bijak ^^ yg tak hanya bisa menghakimi anak tanpa tau permasalahannya seperti apa.. ah, jadi kangen alm.ayah..

    ReplyDelete
  6. Papanya keren bgt mbak.. sayang ga semua orang seberuntung mbak Gracie :')

    ReplyDelete
  7. Yup, cinta sejati adalah cinta yang hanya tersedia pada Ayah dan Bunda, idealnya. Saya pernah membuat posting yang senada di sini, walau ceritanya tentu berbeda. :)
    http://www.alaikaabdullah.com/2013/06/between-queen-and-princess.html

    ReplyDelete
  8. Lho, aku belum follow blog ini toh? Ijin follow ya, Mak. :)

    ReplyDelete
  9. Melow baca ini mba.. Ingat bapakku yang hingga sekarang terus menyupportku.

    ReplyDelete
  10. mari kita nyanyi.. "father, how are you today?....."

    ReplyDelete
  11. Hubunganku dengan papa sangat baik, diluar segala konflik yg pernah terjadi di masa lalu...saya memahami papa dan mengasihinya.
    Kamu hebat mak Grace,...yg benar tentu saja yg berani mengakui dan menjalani semua konsekuensi hidup yg kita pilih ;)

    ReplyDelete
  12. @Mak Sofi: Iya ya, Mak. Huhuhu. Jadi kangen Papa juga nih. Ayah Mak Sofi tinggal di mana kah? Salam untuk beliau ^^

    @Mak Arifah: Iya, Mak, puji Tuhan Papa-ku nggak menghakimiku. Bersyukur banget. Kirim doa Mak buat alm. Ayah :))

    @Mak Yoanna: Iya, Mak... Ada beberapa temenku yang kasusnya sama tapi jadi jauh hubungannya ke keluarga karena keluarga belum legowo. :((

    @Mak Alaika: Wah, tengku Mak Alaika, dibagi link ceritanya. nanti aku mampir ya ^^ Jangan lupa teh angetnya hihihi :p

    @Mba Tri: We are lucky ya mba :"))

    @Rio: Hihihi lagu jadul banget tuh, tapi bagus, aku sukak :'D

    @Mak Lidya: Puji Tuhan, Mak :))

    @Mak Irma: Wiw, glad to know, Mak Ir. Memang ya selalu ada konflik pasti, aku pun sama Papa juga nggak selalu fine2 terus. Tapi syukurlah bisa baikan lagi selalu ^^ Makaciw Mak Ir :") Suka banget kata-kata Mak Ir, karena jujur aja aku baru berani mengakui ini semua baru-baru ini.. Mungkin akan mengubah pandangan sebagian orang terhadap aku ya..... Tapi ndak papa, dengan berani mengakui ini, aku dapet ketenangan.. :)

    ReplyDelete
  13. Mama Ubi, Saya koq malah terharu dengan jawaban2 Papamu itu. Bijaksana banget, dan merangkul sekali.

    Alhamdulillaah, Bapakku juga bijak. Meski kadang suka marah2. Tapi manusiawi kan, ya. Marah pasti ada alsan. :)

    ReplyDelete
  14. @Mak Idah: Yes, Mak, aku beruntung selalu dirangkul begitu. Syukurlah Mak Idah juga dekat sama Bapak. Nyoss banget ya rasanya, hihihi. Semoga suami2 kita kelak bisa jadi ayah yg baik buat anak2 kita ya Mak :)

    ReplyDelete
  15. Bapakku udah almarhum. Tapi emang ngga deket juga sih dari dulu..

    ReplyDelete
  16. seneng dewh mak gessie punya papah yang berhati seluas samudra

    ReplyDelete
  17. The same as my father. Kebebasan yang bertanggung-jawab :)

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^