Tuesday, November 9, 2010

Our Deepest Thoughts

Aku rasa kamu tau layaknya aku tau bahwa kita tidak lagi satu. Tidak lagi satu seperti yang dulu-dulu. Tidak lagi mengucap kata rindu dengan malu-malu. Tidak lagi bilang ‘I love you’ sambil senyum seperti waktu-waktu itu. Tidak lagi berpeluk dengan hati sendu sehabis marah-marah karena cemburu. Menurutku kamu terlalu kaku karena kamu membatasi ruang gerakku hanya karena aku perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu. Menurutku kamu terlampau sering tidak berusaha mengambil hatiku. Menurutku kamu lebih sering jadi seseorang dengan sifat-sifat, yang tidak aku mau. Dan aku murka karena itu.


Aku rasa kamu tidak bahagia layaknya aku yang juga tidak bahagia. Tidak bahagia karena marah dan debat yang selalu ada. Tidak bahagia karena emosi yang senantiasa kita pakai dalam berbicara. Tidak bahagia karena tabungan logika kita terlalu sedikit jumlahnya saat cemburu tiba. Tidak bahagia karena apa yang manusia sebut dengan kesabaran sangat jarang berpihak pada kita. Menurutku kamu perempuan yang terlalu berlebihan dalam urusan cinta. Menurutku kamu sering murka padahal sebenarnya kita baik-baik saja. Menurutku kamu terlalu cerdik untuk mengada-adakan masalah yang sebenarnya tidak ada. Menurutku kamu lebih sering jadi seseorang dengan sifat-sifat, yang tidak aku suka. Dan aku kecewa karena tidak bahagia.


"Aku benci kamu yang selalu menuntut sesuatu yang sebenarnya aku tidak mau".

"Aku benci kamu yang senantiasa mengatur semua yang sebenarnya aku tidak suka".


Aku pikir kamu marah pada dirimu seperti halnya aku yang marah pada diriku karena kita jarang mencapai kata setuju. Karena kita selalu mempersoalkan banyak hal yang sebenarnya tidak perlu. Karena kita lebih kerap mengkritik ini itu daripada memuji ini itu. Karena kita selalu punya alasan untuk saling benci bahkan dalam waktu hanya satu minggu.


Aku pikir kamu kecewa pada dirimu seperti halnya aku yang kecewa pada diriku karena kita jarang punya alasan untuk sama-sama berbahagia. Karena pada awalnya kita begitu naif untuk percaya bahwa waktu mampu merubah semua. Karena sebenarnya kita masih juga berusaha percaya bahwa waktu akan melakukan tugasnya. Karena pada akhirnya kita mendapati bahwa waktu pun ternyata tidak membela kita.


"Aku benci aku yang masih percaya pada kekuatan waktu".

"Aku benci aku yang masih percaya bahwa waktu bisa mengubah semua".


Ini semua mulai tak ada ujung pangkalnya dan buntu, aku tak tau aku harus ke mana dan harus kuapakan waktu.

Ini semua semakin buntu dan tak ada ujung pangkalnya, aku tak paham haruskah aku percaya waktu untuk bersamanya kali kedua.



October 15, 2010
23.39
There’s a light for a while,
but it faded out, A-g-a-i-n.

November 4, 2010
it completely faded out.
well, it's supposed to fade, anyway.

1 comment:

  1. abogado de accidentes
    'Our Deepest Thoughts' is a profound book that delves into the depths of the human experience, expressing complex emotions and ideas. The author's sincerity and deep understanding of the human condition make the themes resonate universally, making it relatable to a wide range of readers. The thought-provoking nature of the book makes it an excellent choice for book clubs and discussion groups. The author skillfully weaves together personal experiences with broader philosophical insights, creating a seamless journey through the author's thoughts. The language used in the book is beautifully poetic, adding depth to the overall writing. The book is a gem for those seeking literature that goes beyond the surface and explores the intricacies of existence. The author's ability to express such feelings and thoughts is appreciated, and the book has the potential to touch the hearts and minds of readers seeking a deeper understanding of life's mysteries.

    ReplyDelete

Thank you for giving your comments. Means A LOT to me. If you ask me a question in this comment section, but need answer ASAP, please poke me on my Instagram @grace.melia ^^