Monday, June 30, 2014

Letters to Aubrey di Festival Buku Indonesia 2014

Puji syukur, tulisan ini diapresiasi sebagai
Juara I Lomba Blog - Festival Buku Indonesia 2014
2 Juli 2014, Gedung Wanitatama Yogyakarta

***



Sering sekali ada festival buku di kota berhati nyaman ini, Yogyakarta. Biasanya saya selalu datang, apa lagi kalau bukan untuk memborong buku-buku yang memang menawarkan diskon yang sangat lumayan. Hehehe. Maklum gadis muda emak-emak, mupeng berat kalau dengar kata diskon. Tahun ini, Yogyakarta kembali mengadakan Festival Buku Indonesia 2014. Tempatnya di Gedung Wanitatama Jl. Solo. Yeay!


Tahun ini saya lebih update daripada sebelumnya loh karena saya selalu mengikuti Twitter dan Fan Page Festival Buku Indonesia 2014. Dari media sosial mereka, saya jadi tau apa saja kegiatan yang ada di festival ini. Wah, macam-macam. Ada diskusi umum, bedah buku, wisata buku, live performance, stand up comedy, dan berbagai macam lomba untuk anak-anak. Info itu saya lihat di pamflet yang dipublish online di media sosial seperti ini, lengkap dengan tanggal-tanggalnya:


Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini saya nggak hanya datang sebagai pengunjung. Ehem. Yes, saya juga datang sebagai narasumber di acara bedah buku yang diadakan karena buku saya yang berjudul Letters to Aubrey baru saja diterbitkan oleh penerbit Stiletto. Hore.


Saya pengen cerita tentang acara bedah buku saya, Letters to Aubrey, ya. Bedah buku saya diadakan di hari Jumat, 27 Juni 2014 pukul 18.30. Sesiangan notifikasi di Twitter saya berbunyi terus. Kirain siapa sih kok sampai ada mention lebih dari 20. Tumben! Hihihi. Ternyata mention-mention itu datang dari @FestivalBukuIND yang membagikan kabar tentang acara bedah buku saya sambil menyertakan pamflet online nya.


Jujur, saya senang sekali melihat panitia Festival Buku Indonesia 2014 yang sangat giat mempromosikan kegiatan di hari Jumat lalu. Jelas saja saya ikut senang karena hari itu kan saya mau dibedah. Hihihi. Nggak tanggung-tanggung loh promosinya karena @FestivalBukuIND juga mention akun-akun dengan banyak followers seperti @Jogja Student, @jogjaviewnet, @JogjaUpdate, @twitUGM, @twitUNY, and many more. Two thumbs up deh untuk kegigihan panitia! :))

Syukurlah, Jumat petang cuaca cerah. Nggak hujan, nggak badai, nggak tsunami. *lebay* Sebelum acara bedah buku Letters to Aubrey dimulai, panitia berkali-kali memperkenalkan buku nya lebih dulu supaya pengunjung juga kenal tentang apa sih buku saya itu. MC membacakan sinopsis dan testimoni dari Om Andy Noya. Nggak ketinggalan, MC sangat luwes dan grapyak mengajak para pengunjung yang sedang berada di dalam pameran atau di stand makanan untuk ikut bergabung di panggung bedah buku. Thank you MC dan panitia. :)

Sebelum maju, saya didaulat PimRed Stiletto untuk membacakan salah satu surat yang ada di dalam buku Letters to Aubrey. Dan inilah surat yang saya bacakan. *Sstt, bocoran nih*

Dear Ubii,

Maaf, Mami nggak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melihat Ubii aktif dan merespons suara. Mami sedikit memaksa dokter untuk memberi surat rujukan guna melakukan tes BERA pada Ubii. Skor di hasil tes BERA Ubii menunjukkan angka 105 dB. Itu artinya Ubii baru bisa mendengar suara yang sangat keras seperti suara pesawat terbang atau mesin pemotong rumput. Bayangan-bayangan negatif langsung muncul di pikiran Mami. Bagaimana Ubii bisa bertahan nanti? Bagaimana jika Ubii diejek teman-teman Ubii? Apa Ubii harus selamanya hidup di dunia yang sunyi? Bagaimana jika nanti Ubii kesepian? Bagaimana jika Ubii ketakutan? Apa kita tidak bisa bernyanyi bersama? Buat apa lagi Mami menyanyikan lagu untuk menidurkan Ubii? Buat apa lagi Mami memanggil nama Ubii? Untuk apa Mami menutup pintu pelan-pelan dan berjalan mengendap-endap ketika Ubii tidur? Ubii tidak bisa mendengar semua itu. Hancur hati Mami. Mami menangis saat itu juga di hadapan dokter dan perawat. Papi hanya diam. (Letters to Aubrey, hal. 31)


Setelah saya selesai membacakan sedikit penggalan surat dalam Letters to Aubrey itu, moderator dari Stiletto yaitu Mbak Weka memanggil saya untuk maju dan memperkenalkan saya. And the question and answer session started. Woohoo. Pertama-tama Mbak Weka memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian disusul dengan pertanyaan dari beberapa pengunjung. Kurang lebih ini dia obrolan di acara bedah buku Letters to Aubrey:

Question (Q): Sebenarnya TORCH itu apa sih dan mengapa berbahaya untuk ibu hamil?
Answer (A): TORCH adalah singkatan dari Toksoplasma, Others, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes. TORCH ini bisa menyerang siapa saja, tapi memang akan jauh lebih bahaya kalau menginfeksi ibu hamil karena bisa menembus ke plasenta sehingga janin pun akan ikut terinfeksi. Penularan TORCH sendiri macem-macem. Untuk Toksoplasma bisa disebarkan lewat kotoran kucing dan konsumsi sayuran atau daging yang kurang matang. Untuk yang lainnya, bisa lewat hubungan seksual, cairan tubuh penderita seperti ingus, air liur, dan air seni.

Q: Gimana bisa ada ide untuk membuat blog Letters to Aubrey yang akhirnya menjadi buku ini?
A: Awalnya cuma karena saya pengen merasakan bisa ngobrol sama Ubii. Tapi itu kan belum bisa saya lakukan karena Ubii ada gangguan pendengaran sangat berat sehingga belum bisa diajak berkomunikasi. Makanya akhirnya saya tulis surat di blog Letters to Aubrey saja biar bisa seolah lagi ngobrol sama Ubii. Juga supaya Ubii bisa tau waktu dia kecil, dia ngapain aja sih. Semacam kenang-kenangan untuk Ubii, gitu.

Q: Pasti ada rasa sedih ya saat pertama kali mengetahui keadaan Ubii. How can you handle that?
A: Hmm.. Saya mikirnya gini.. Kelak, saya ingin Ubii jadi anak seperti apa sih? Apa saya pengen Ubii jadi anak yang lemah, lembek, dan nggak optimis? ENGGAK. Saya nggak pengen Ubii begitu. Sebaliknya, saya pengen Ubii jadi anak yang kuat, optimis, dan bisa survive di tengah kondisinya. Kalau saya pengen anak saya kuat, ya saya harus contohkan itu dong. Ubii nggak akan bisa jadi anak yang kuat kalau ibunya sendiri nggak optimis dan gampang jatuh. Itu awalnya kenapa saya akhirnya bisa optimis dan lebih santai.

Q: Awalnya gimana sehingga bisa menerbitkan buku Letters to Aubrey ini? Apa dari awal memang ingin blog Letters to Aubrey diterbitkan?
A: Wah enggak sama sekali. Awal ngeblog nggak berani berpikir dan bermimpi seperti itu karena seperti yang saya ceritakan, saya ngeblog hanya karena pengen bisa seolah sedang ngobrol sama Ubii. Nah suatu hari saya lihat tweets Stiletto sliweran di timeline saya. Saat itu Stiletto ngetweet tentang genre buku mereka yaitu Momlit dan bertanya ke followers nya apa ada ibu yang suka menulis lewat blog. Dari situ saya memberanikan diri untuk menghubungi Stiletto dan menceritakan tentang blog Letters to Aubrey. Saya tanya kira-kira blog Letters to Aubrey ini layak nggak ya kalau dijadikan buku. Eh, ternyata gayung bersambut. Puji Tuhan.


Terus, Mbak Weka memanggil Mbak Dewi, PimRed Stiletto yang berperan besar dalam membidani buku Letters to Aubrey. Sesi tanya jawab berlanjut bareng Mbak Dewi juga.

Q: Mengapa Stiletto akhirnya memutuskan untuk menerbitkan buku Letters to Aubrey?
A: Awalnya ya seperti yang diceritakan Grace. Dia cerita kalau punya blog lalu saya mengintip blognya. Ternyata isi blognya sangat inspiratif. Walau formatnya seperti curhatan, tapi ada informasi dan hal positif yang bisa didapatkan setelah membacanya. Jadi Stiletto nggak punya alasan untuk nggak menerbitkan Letters to Aubrey.

Q: Bagaimana proses editing Letters to Aubrey? Apa ada kesulitan mengedit naskah yang format awalnya adalah postingan blog? Apa ada beda pendapat dengan penulis Mbak Ges?
A: Ada banget terutama dari segi bahasa karena Grace banyak menuliskan surat dengan Bahasa Inggris di blognya dan Bahasa Inggris yang dipakai bukan kata-kata percakapan sehari-hari yang sudah lazim didengar orang. Jadi ya harus disesuaikan dan banyak surat yang perlu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dulu. Terus sempat 'cekcok' sama Grace juga karena ada beda pendapat mana surat yang perlu dan nggak perlu untuk dimasukkan dalam buku. Grace nya suka ngeyel. Hahaha.

Hiks, saya dibilang suka ngeyel. Ergh.. Setelah sesi tanya jawab itu, Mbak Weka membuka kesempatan dari pengunjung bedah buku untuk melontarkan pertanyaan. To my surprise, semua penanya adalah laki-laki! Hihihihi.

Q: Gimana ya Mbak supaya saat kita menulis itu kita bisa membuat pembaca terhanyut? Kan kadang kita pengennya nulis cerita sedih tapi pembaca nggak merasakan kesedihan kita. Lalu, Mbak Grace saat menulis di blog itu mengalir saja atau dipikirkan dulu pemilihan katanya?
A: Jawaban saya klise banget nih Mas. Menurut saya, asal kita menulis dari hati maka tulisan kita akan menjadi enak dibaca. Hehehe. Kalau saya biasanya membangun mood dulu. Misalnya, saya suka minum kopi. Nah biasanya sebelum menulis, saya menyeduh kopi dulu. Ngopi-ngopi dulu sampai moodnya bagus baru deh nulis. Kalau untuk nulis di blog, biasanya saya mengalir aja. Nggak saya pikirkan diksinya. Saking mengalirnya, makanya kadang saya nggak sadar kalau saya memakai kata-kata dalam Bahasa Inggris yang nggak gampang dipahami. Hehehe.

Q: Menurut saya buku ini bukan hanya cocok dibaca oleh para ibu. Saya sendiri sebagai seorang bapak merasa perlu membaca buku ini supaya saya juga tahu tentang TORCH. Nah, Mbak Grace, maaf kalau pertanyaan saya cukup banyak. Saya pengen tanya apa yang Mbak Grace lakukan setelah mengetahui kondisi Ubii? Apa langsung cari dokter atau malah cari referensi di internet dulu tentang Rubella? Lalu bagaimana Mbak Grace mengatasi rasa sedih pada awalnya? Terus tadi Mbak Grace berkata biaya mencegah lebih murah daripada mengobati ya, memang biaya pengobatannya berapa? Bisa kah memberi gambaran sedikit? Saya jadi kasihan gimana kalau ada keluarga yang kurang mampu, padahal screening TORCH kan mahal.
A: Syukurlah kalau buku ini dirasa juga cocok dibaca oleh para ayah ya. Hehehe. Setelah saya mengetahui Ubii terkena Rubella, saya segera mencari dokter yang saya pikir bisa mendukung kesembuhan Ubii dan ternyata itu nggak gampang. Ceritanya juga saya tuliskan di buku Letters to Aubrey. Setelah saya berhasil ketemu dengan dokter yang tepat, saya banyak berdiskusi dan berdialog dengan beliau supaya saya makin memahami TORCH dan khususnya Rubella. Sambil baca-baca dari internet juga sih. Hehehe. Kalau waktu pertama kali saya down, saya nitip Ubii di Eyangnya. Lalu saya mengambil waktu sendiri, melakukan apa yang saya suka supaya nggak stress dan saya nanya sama Tuhan apa benar Dia yakin saya bisa dipasrahi Ubii. Lalu saya seperti teryakinkan bahwa jika Dia sampai memberikan Ubii dengan kondisinya yang spesial ini pada saya, berarti Ia yakin saya mampu. Makanya saya jadi optimis lagi. Untuk biaya pengobatan memang lebih mahal berkali-kali lipat, Pak. Biaya pencegahan dengan screening TORCH hanya 2,5 juta. Saya sebut 'hanya' karena saya bandingkan dengan biaya yang harus kami keluarkan untuk berobat. Alat bantu dengar Ubii saja (sepasang) sudah bisa untuk membeli 2 buah motor matic. Belum lagi biaya fisioterapi 720.000/bulan, konsultasi dokter 150.000/bulan, obat 200-300.000/bulan. Kalau ada tes yang perlu dilakukan berarti biaya nambah lagi. USG jantung sekitar 500.000, CT Scan 1,5 juta, tes pendengaran 900.000, dan lain-lain. Jadi terasa kan kalau lebih baik keluar uang 2,5 juta untuk mencegah. Untuk biaya screening TORCH, memang masih terasa mahal. Tapi syukurlah, bulan Februari kemarin, sudah ada advokasi ke Gubernur DIY untuk subsidi screening TORCH. Doakan saja supaya usaha kami ini berhasil ya, Pak.

Q: Saya ndak mau nanya sebenernya. Saya cuma mau cerita sedikit bahwa skripsi saya kemarin adalah tentang anak berkebutuhan khusus. Saya yang ndak mengalami punya ABK saja merasakan sendiri bagimana perjuangan berinteraksi dengan mereka. Apalagi Bu Grace. Saya cuma mau angkat jempol untuk Bu Grace. Semoga Bu Grace selalu sabar. Yakin saja pasti Tuhan menciptakan segala sesuatunya dengan kekurangan dan kelebihan. Mungkin anak Bu Grace memiliki kekurangan, tapi saya yakin ia juga akan memiliki kelebihan-kelebihan.
A: Amin. Terima kasih Pak.

Q: Apakah pesan Mbak Grace pada ibu-ibu lain yang memiliki anak berkebutuhan khusus supaya bisa tetap semangat dan hal positif apa yang Mbak Grace rasakan dengan keadaan Aubrey?
A: Simple aja. Gini, anak berkebutuhan khusus biasa disebut dengan special need kids ya, atau anak luar biasa. Tapi, konteks 'luar biasa' di sini kan negatif karena mengacu pada kekurangannya. Nah marilah kita membuat kata 'luar biasa' ini memiliki konotasi yang positif. Mari kita tunjukkan anak-anak kita itu luar biasa karena misalnya ia selalu optimis, ia mau selalu berjuang, ia nggak gampang jatuh, dll. Tapi, bagaimana mungkin anak kita bisa luar biasa kalau kita tidak menjadi ibu yang juga luar biasa bagi mereka? Maka dari itu, mari kita jadi ibu yang luar biasa. Hal positif yang saya rasakan dari Aubrey adalah dengan keadaannya seperti ini, Aubrey bisa membuat saya lebih terpacu untuk lebih baik. Aubrey bisa membuat saya berusaha untuk menjadi orang yang bermanfaat.

Itu adalah pertanyaan terakhir dalam sesi tanya jawab. Setelah itu, Mbak Weka selaku moderator memberi kesempatan pada saya untuk membacakan sebuah surat lagi. Kali itu, saya memilih membacakan surat untuk Zoey, teman seperjuangan Ubii yang sudah berpulang ke sisi-Nya. Surat ini saya buat untuk mengenang Zoey dan tentunya atas izin dari Mama dan Papa Zoey. Begini penggalan suratnya:

Dear Ubii,

Di surat Mami kali ini Mami pengen cerita tentang Zoey, teman seperjuangan Ubii yang sekarang sudah menjadi malaikat kecil di surga. Mami ingin Ubii kenal Zoey walau hanya melalui surat kecil ini.

Perjuangan Zoey dan Mama Zoey lebih besar daripada perjuangan kita, Ubii. Zoey nggak hanya terinfeksi Rubella, tapi juga CMV dan Toksoplasma. Perjuangan Zoey dimulai sejak ia dilahirkan. Zoey harus dirawat NICU selama satu bulan karena mengalami trombositpenia (kekurangan trombosit) dan sesak napas. Setelah Zoey boleh pulang ke rumah, Mama Zoey mulai mengusahakan pengobatan untuk dampak-dampak dari Toksoplasma, Rubella, dan CMV pada Zoey. Virus dan parasit jahat itu membuat Zoey terkena retinopati, kebocoran jantung, dan gangguan pendengaran.

Belum tuntas semua usaha penyembuhan itu, Zoey mengalami sesak napas lagi saat berusia tiga bulan. Hasil radiologi Zoey menunjukkan adanya pembesaran limpa dan jantung. Kekebalan tubuh Zoey juga menurun. Dokter menduga itu disebabkan oleh infeksi CMV Zoey yang cukup tinggi sehingga trombosit dan hemoglobin Zoey naik turun nggak menentu.

Zoey harus dirawat lagi di ICU. Selama di ICU, Zoey memakai ventilator untuk membantunya bernapas. Ia hanya mendapat asupan makanan dari infus. Zoey dirawat di ICU selama hampir satu bulan hingga akhirnya dipercaya Tuhan untuk menjadi malaikat kecil yang cantik. Di akhir usianya, Zoey berjuang dengan kekebalan tubuh dan trombosit yang terus menurun. Zoey berjuang di saat-saat terakhirnya dengan trombosit yang hanya di angka 7 dari batas minimal 150.000. Zoey nggak berhenti berjuang sampai trombositnya ada di angka 0.

Zoey keren ya, Ubii. Semangat Zoey luar biasa. Mami harap semangat Zoey bisa diteruskan oleh Ubii.

Dear Zoey,

Apa kabar? Tante Grace belum kesampaian bertemu dengan Zoey, ya. Zoey pasti betah, ya, di sana? Mungkin sekarang Zoey sedang bermain cilukba bersama malaikat lainnya. Selamat bahagia di sana, ya, Zoey Diarra Fahnudi. (Letters to Aubrey, hal. 170-174)


*maaf jadi mewek lagi* *tarik napas*

Yes, itu lah surat saya untuk Zoey. Selanjutnya, kami menawarkan kesempatan untuk pengunjung yang mau membacakan sepenggal surat yang ditulis oleh suami saya alias Papi nya Ubii dari buku Letters to Aubrey. Sebenernya Papi Ubii rencananya mau datang tapi berhubung nggak ada yang bisa jagain Ubii, dia jadi batal datang deh. Hiks. Tapi nggak apa-apa. Hihihi. Akhirnya ada pengunjung yang voluntarily membacakan surat dari Papi Ubii daaann.... ada gift untuk kamu, Mas. Terima kasih ya! :))


And, that's a wrap! Selesai juga acara bedah buku Letters to Aubrey. Setelah itu, tentunya foto-foto dong. Hihihi.


Dan jangan lupa serbu buku Letters to Aubrey ya, kenapa? Karena, Juli nanti *eh bentar lagi dong* bakal ada LETTERS TO AUBREY GIVEAWAY! Yiipie! *heboh sendiri* *maklum giveaway pertama di blog Ubii nanti* *ngikik manja*

Mumpung Festival Buku Indonesia 2014 masih ada sampai tanggal 3 Juli 2014, mampir aja ke stand Stiletto Book. Lebih asyik kan kalau dapat diskon? *tetup*


Overall, that was a hell of happy and precious moment. Thank you Festival Buku Indonesia 2014 yang sudah kasih kesempatan untuk bedah buku Letters to Aubrey! Sukses selalu ya. :)

PS: Buat yang pengen tau hari ini dan besok-besok ada acara apa aja di Festival Buku Indonesia 2014, langsung aja menuju ke Fan Page atau Twitter @FestivalBukuIND yah. :)




Friday, June 20, 2014

DIY Tutorial Membuat Ribbon Wreath


Hi there. Saya lagi seneng karena craft saya yang kali ini adalah ribbon wreath baru jadi. Huehehehehe. Ini craft udah lama banget dimulai. Sebenernya nggak butuh waktu lama kok. Tapi dasarnya saya aja yang banyak alasan kegiatan, jadi tertunda terus. Ribbon wreath ini berhasil kelar waktu saya menunggui Ubii anak saya yang saat itu sedang diopname. Yang bikin saya tambah seneng lagi adalah ada beberapa teman yang bilang kalau ribbon wreath bikinan saya cukup kece. Semoga mereka bilang gitu jujur yah, karena saya udah keburu terbang. Hihihi.

Sebenarnya ide ribbon wreath ini sama sekali nggak original *nunduk*. Saya dapet ide buat bikin ribbon wreath ini boleh googling dan ngubek di Pinterest. Googling aja, pasti banyak banget gambar wreath beraneka warna, bahan, dan cara membuat yang bakal nongol. Tapi saya tetep pengen bikin tutorialnya ah. Hehehe. Barangkali ada temans yang pengen bikin juga tapi males baca tutorial dalam Bahasa Inggris. Tutorial ini juga request dari teman blogger saya, si Guru Kecil Kartini Muda alias neng Cheila. :))

So let's begin, folks!


Sunday, June 8, 2014

Yuk Belajar CMV: Sifat, Penularan, & Pencegahan


Hari Senin kemarin Ubii akhirnya boleh pulang ke rumah setelah opname di rumah sakit selama 9 hari. Banyak sekali teman yang bertanya mengapa Ubii perlu diopname, kok bisa begini, kok bisa begitu, selanjutnya bagaimana, dan masih banyak lagi. Saya jadi kepikiran untuk menuliskan tetek bengek terkait opname Ubii kemarin. Berhubung judulnya saja tetek bengek, pasti bakal panjang nih. Maaf kalau tulisan ini bakal membuat kalian bosan. :)

"Adududuh, musti nginep di rumah atit nih akuuhh"
Saking tetek bengek nya, saya sampai bingung harus mulai dari mana. Hehehe. Dari persiapan opname saja kali ya. Saya membawa banyak barang untuk dibawa menginap di rumah sakit mulai dari barang saya, Ubii, dan suami. Kebetulan saya adalah tipe orang yang lebih memilih untuk membawa barang kebanyakan daripada kekurangan. Kalau barang yang bejibun itu memang nggak terpakai, ya sudah, nothing to lose. Tapi kalau ternyata ada yang kurang, kayaknya kok ribet kalau saya harus pulang ke rumah untuk mengambil atau ke supermarket terdekat untuk membeli. Ya kalau supermarketnya menyediakan barang yang saya butuhkan, ya kalau ada supermarket di dekat rumah sakit, ya kalau saya bisa meninggalkan Ubii sebentar, that's why buat saya mending turah-turah. Hehehe. Berikut list barang yang saya angkut ke rumah sakit, siapa tau bermanfaat kalau ada teman-teman yang bayinya perlu opname. Anyway, di sini saya menyebut dengan kata bayi walaupun Ubii sudah berusia 2 tahun karena kemampuan motorik dan kognisinya masih seperti bayi berumur 5 bulan-an.

Ubii (pasien):
  1. Popok sekali pakai.
  2. Tissue basah. Tissue kering saya juga bawa sih, tapi ternyata di rumah sakit disediakan buanyak banget. Hehehe.
  3. Baju dan celana: Memang rumah sakit menyediakan baju untuk pasien bayi, tapi pakaian yang disediakan belum tentu pas di tubuh bayi kita. Kasus Ubii kemarin, pakaian dari rumah sakit kebesaran semuanya. Jadi untunglah saya mengangkut banyak pakaian, hehehe.
  4. Peralatan mandi: Sabun, sampo, minyak telon, minyak rambut, sisir, gunting kuku, cotton bud, losion, baby oil, handuk, waslap yang pasti berguna karena biasanya pasien bayi yang diinfus dimandikan di atas kasur dengan waslap (Saya bawa 4 buah).
  5. Obat sederhana: Salep untuk iritasi kulit yang ternyata memang terpakai karena area vital Ubii sempat iritasi karena nonstop memakai popok sekali pakai, balsem bayi merk Transpulmin BB yang sebetulnya juga bisa dibeli di apotik rumah sakit tapi kebetulan saya masih punya stok.
  6. Mainan kesukaan. Tentunya bayi belum bisa menghibur diri dengan baca-baca. Jadi perlu bawa mainan supaya nggak bosan. 
  7. Baby chair. Saya membawa kursi makan  untuk Ubii saat saya menyuapinya. Kebetulan Ubii sudah nggak mau makan sambil disenderkan di bantal. Makan sambil duduk sendiri juga dia belum bisa. Jadi pilihan saya mengangkut kursi makan nya sekalian.
  8. Stroller. Sangat bermanfaat saat sudah bosan banget banget banget (HAHAHA) di kamar. Jadi bisa bawa Ubii jalan-jalan sebentar pakai stroller nya. 
  9. Peralatan makan: Mangkuk, piring, sendok, cupfeeder (untuk meminumkan obat), slabber/celemek. Bagus juga kalau mau jaga-jaga membawa pipet. Pipet bisa berguna banget kalau bayi sedang malas minum lewat dot padahal ada kebutuhan cairan yang perlu dikejar. Saya bawa blender, telenan, dan pisau juga kemarin. Hihihi. Dan memang semuanya terpakai. Hore. Kadang makanan bayi yang disediakan dari rumah sakit kurang sesuai dengan apa yang dipesan. Pesan teksturnya sehalus ini, tapi dibikinkan yang terlalu keras teksturnya. Mau mengembalikan ke petugas untuk minta diblenderkan, malas nunggunya. Jadi saya blender sendiri. Cepattttt. Hehehe.
  10. Peralatan minum susu: Dot bayi, saya bawa 4 buah. 
  11. Selimut. Nah kalau yang ini nggak terpakai. Hehehe.
  12. Hasil-hasil tes. Kebetulan semua hasil tes Ubii mulai dari tes pendengaran, jantung, urin, ginjal, darah, paru-paru, otak, CT Scan, EEG, dan riwayat imunisasi saya jadikan satu dalam 1 tas. Jadi tinggal cangklong ajah. 
Stroller nya kepakai buat ngider hihihi
Hari pertama, masih bisa berwajah tengil :))
Biar nggak bosen :'))

Saya dan suami (si penunggu *halah*):
  1. Pakaian (of course!) dan tentunya pakaian dalam yang cukup.
  2. Peralatan mandi: Sabun, sampo, odol, sikat gigi, losion, deodoran, dan handuk.
  3. Buku, majalah, film, atau apa pun untuk mengisi waktu karena menunggui di rumah sakit itu bosen banget. Hiks. Kalau saya kemarin akhirnya bawa craft yang belum kelar, jadi saya selesaikan sambil nungguin Ubii. Hehehe.
  4. Charger. Karena kebutuhan primer manusia adalah sandang, pangan, papan, dan cas-an. HAHA!
  5. Peralatan makan: Gelas (kalau pengen ngopi atau ngeteh), sendok, dan piring plastik (biar nggak berat, hehehe).
Ribbon wreath saya berhasil kelar. Yeay. Tunggu tutorialnya yak *cie gaya*
Lain-lain:
  1. Cemilan. *teteeeppp yeee*
  2. Kopi sachet *ini juga teteeeeppp yeeee*
  3. Kantong plastik alias tas kresek untuk pakaian kotor.
  4. Bantal karena biasanya cuma disediakan 1 bantal, padahal yang ngejagain Ubii 2 ekor orang.
But, above all, yang wajib disiapkan adalah HATI dan KESABARAN. Hehehe. Siap hati lihat anak disuntik-suntik. Dan sabar lihat anak menarik-narik infus padahal nyari pembuluh darah untuk dimasuki infus aja susah bukan main -___- Kalau si penunggu perlu cuti dari kantor, jangan lupa minta izin untuk cuti jauh-jauh hari.

Mau pindahan, Neng? LOL
Mengapa Ubii Perlu Opname

Lanjut tentang mengapa Ubii perlu opname di rumah sakit yak. Seperti yang biasa saya ceritakan, Ubii terinfeksi virus Rubella selama ada di kandungan saya. Tahun 2012, saat Ubii berumur kira-kira 5 bulan hampir 6, komponen dari TORCH yang aktif pada Ubii adalah Rubella saja. In case you're not familiar with TORCH, TORCH stands for Toksoplasmosis, Others, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simpleks. Kemudian, pada bulan November 2013, Ubii menjalani CT-Scan. Dari CT-Scan diketahui bahwa terdapat encephalitis (peradangan) di otak Ubii, pelebaran rongga otak (yang bila nggak ditangani bisa menyebabkan hidrosefalus), dan kalsifikasi (pengapuran) di batang otak Ubii. Dokter yang menangani Ubii cukup terkejut dengan hasil itu karena menurut beliau Rubella saja nggak menyebabkan itu (menyebabkan pun kemungkinannya sangat kecil). Masih menurut beliau, kerusakan di otak Ubii biasanya disebabkan oleh virus Cytomegalo atau yang sering disebut dengan CMV. Long story short, Ubii mendapat surat rujukan untuk screening CMV lagi. Hasilnya: IgG CMV negatif, IgM CMV negatif, Antigenemia urin CMV positif, dan Antigenemia darah CMV negatif.

Cytomegalovirus / CMV

Sebelum ngobrol lanjutan cerita Ubii, yuk mengenal CMV sedikit. Siapa tau ini akan bermanfaat. Berikut saya rangkum dari materi seminar TORCH yang saya ikuti di Yogyakarta dan dari sini. CMV adalah virus yang masih 1 keluarga dengan Herpes. Virus ini biasanya nggak terlalu berbahaya pada orang dewasa. Yang nyebelin adalah sekali ada CMV dalam tubuh kita, virus itu akan tetap berada dalam tubuh kita selamanya. Dengan kata lain, virus ini belum ada obatnya. Kebanyakan infeksi CMV pada orang dewasa yang sehat itu nggak menunjukkan gelaja. Gejala (kalau ada) pun hanya ringan misalnya pegal-pegal, demam, nggereges/meriang, dan sendinya ngilu. Gejala nya memang mirip dengan masuk angin biasa. That's why sering kali keberadaan CMV dalam tubuh nggak disadari. Sedangkan, pada orang dewasa yang daya tahan tubuh/kekebalan tubuh rendah, gejala CMV bisa berupa penurunan kemampuan penglihatan, diare, pneumonia, luka di lambung, kejang, peradangan otak, dan bahkan koma.

Karakter Cytomegalovirus / CMV

Meskipun sama-sama berada dalam satu kelompok TORCH, karakter CMV menurut saya cukup unik. Karakter CMV berbeda dengan Rubella (Rubella juga menginfeksi Ubii sehingga saya membandingkan CMV dengan Rubella ya). Rubella, jika kita sudah terkena, tubuh kita akan membentuk antibodi/kekebalan terhadap Rubella. Antibodi ini biasa kita sebut dengan IgG dan IgM. Antibodi Rubella yang terbentuk ini bersifat protektif. Artinya, antibodi ini akan melindungi kita terhadap virus Rubella yang di kemudian hari menyerang kita sehingga kecil kemungkinan kita akan terserang Rubella lebih dari satu kali. Kalau pun memang terserang lebih dari satu kali pun, dampaknya nggak senakal infeksi pertama. CMV berbeda. Antibodi CMV yang sudah terbentuk dalam tubuh kita nggak bersifat protektif, namun dormant (inactive). Artinya, CMV dalam tubuh kita hanya bobok-bobok cantik dan nggak bisa melindungi tubuh kita dari infeksi CMV di kemudian hari. Maka dari itu, CMV selalu bisa untuk reaktivasi atau menjadi aktif kembali.

Antigenemia, IgG, dan IgM CMV

Bersentuhan dengan TORCH artinya akan sering mendapati IgG dan IgM. Sebetulnya apa sih IgG dan IgM itu? Tentunya saya nggak akan menjelaskan dengan bahasa medis. Saya ceritakan sedikit saja dengan kata-kata yang mudah dipahami ya. IgM artinya antibodi yang dihasilkan tubuh segera setelah terpapar suatu virus atau bakteri. IgG adalah kekebalan jangka panjang terhadap virus atau bakteri. IgM sifatnya hanya sementara dan akan digantikan dengan IgG. Sekengkapnya bisa dibaca di sini. Nah, khusus untuk CMV, ada juga yang disebut dengan Antigenemia CMV Urine dan Antigenemia CMV Darah. Antigenemia berfungsi untuk menunjukkan bahwa CMV sedang aktif-aktifnya di tubuh kita. Sedang aktif-aktifnya berarti CMV sedang beredar di darah (jika Antigenemia Darah positif) dan/atau sedang beredar di urine (jika Antigenemia Urine positif). Antigenemia ini muncul paling pertama sebelum IgG dan IgM muncul / sebelum tubuh kita membentuk respon antibodi terhadap CMV.

Sudah pusing belum? Hehehe. Semoga belum ya. :)) Lanjut ke cerita tentang kasus Ubii dulu saja ya supaya nggak serius-serius amat. Heuheuheu.

Kasus Ubii

Kasus CMV pada Ubii dari hasil screening di lab adalah hanya Antigenemia Urine saja yang positif sedangkan IgG, IgM, dan Antigenemia Darah semuanya negatif. Apa artinya hayo? Ini artinya saat ini CMV sedang beredar di urine Ubii, belum sampai beredar di darah (Puji Tuhan). Dan saat ini Ubii belum mempunyai kekebalan terhadap CMV karena tubuh Ubii belum membentuk antibodi CMV (ditunjukkan dengan nilai IgG dan IgM yang masih negatif). Saat berkonsultasi ke dokter, sebetulnya dokter belum menyarankan untuk opname. Menurut beliau, biasanya untuk pasien anak yang hasil lab nya HANYA Antigenemia Urine nya saja yang positif, belum langsung dirujuk untuk opname. Nah, tapi akhirnya Ubii opname juga. Hihihi. Dokter Ubii nggak pernah mendewakan hasil lab. Beliau selalu berpedoman kalau hasil lab 'hanya' sebagai penunjang diagnosa saja. Observasi klinis anak sehari-hari tetap yang terpenting. Terus saya cerita pada beliau tentang kemampuan motorik Ubii yang sepertinya menurun/melambat. Saat Ubii pertama kali ikut fisioterapi, Ubii belum bisa apa-apa sehingga agenda pertama yang harus dikejar adalah tengkurap dan membalikkan badan ke posisi telentang lagi. Fase itu terkejar dalam waktu 7 bulan. Next, agenda selanjutnya adalah belajar duduk. Sejak awal belajar duduk sampai sekarang sudah 1 tahun, tapi Ubii masih belum bisa. Jadi kelihatan ya di mana penurunan kemampuan motoriknya. Kesimpulan ini saya dapatkan juga setelah berdialog dengan fisioterapis Ubii. Selain itu, tubuh Ubii belakangan (sebelum diopname) lebih cepat kaku. Dini hari Ubii juga sering rewel serewel-rewelnya. Dinenenin nggak mau, diminumin susu dot ogah. Maunya digendong terus dan kalau ditaruh ke kasur langsung nangis lagi. Mungkin ada yang bilang bahwa ini biasa namanya juga bayi. Tapi buat Ubii, ini nggak biasa karena rewel Ubii ini sama persis dengan rewelnya saat dulu Ubii belum mengkonsumsi obat dan ikut fisioterapi. Menurut dokter, bisa jadi rewelnya itu adalah karena badannya nggak enak (emangnya makanan?). So, fix, butuh opname.

Terapi Gancyclovir

Opname nya Ubii jelas untuk treatment CMV nya, yaitu dengan Gancyclovir. Gancyclovir pada anak diberikan lewat infus supaya langsung makcess masuk pembuluh darah dan lebih efektif. Gancyclovir diberikan sebanyak 18 kali pada kasus Ubii (untuk anak lain belum tentu dosisnya sama). Sehari maksimal 2 kali per 12 jam. Jadi pas 9 hari Ubii mondok di rumah sakit. Fungsi Gancyclovir ini adalah untuk menembak mati CMV yang beredar di darah atau urine. Lhoh, bukannya CMV nggak bisa mati tapi bisa aktif lagi ya? Betul. Gancyclovir HANYA membunuh CMV yang beredar di darah dan urine, BUKAN membunuh CMV yang ada di sel-sel tubuh Ubii. Ya, jadi, tetap masih ada virus Cytomegalo dalam sel-sel tubuh Ubii dan itu lah yang bisa aktif kembali (reaktivasi). Analoginya sederhana aja. Virus Cytomegalo yang nggak aktif tetap ada di tubuh kita. Tapi dia bersembunyi di balik sel-sel tubuh kita. Sewaktu-waktu saat kondisi kita drop/kecapekan, virus Cytomegalo bisa keluar dari persembunyiannya lalu memperbanyak diri dan mengedarkan dirinya lagi di darah dan urine kita. Itulah maksud dari reaktivasi.

Nggak boleh drop, eh pas opname malah batuk pilek :')
Gancyclovir ini punya sisi baik dan jahat. Baik karena dapat membunuh CMV yang beredar. Jahat karena obat ini keras sehingga bisa menyakiti ginjal Ubii. Itu lah kenapa saat menjalani terapi Gancyclovir kemarin, Ubii diwajibkan minum susu khusus yang tinggi protein yang baik untuk ginjal bernama susu Proten. Nggak sampai di situ aja. Balance cairan Ubii per hari juga dihitung. Popok sekali pakai yang sudah terpakai selalu ditimbang oleh perawat. Jumlah cairan (Proten campur susu formula Ubii, jus, madu, dan lain-lain) harus selalu dicatat. Jadi per 24 jam perawat akan menghitung perbandingan cairan yang masuk dan keluar. Kalau balance cairan Ubii negatif, Proten harus makin digenjot. Ini yang bikin capek dan stres saya selama di rumah sakit. Ubii sering menolak ngedot Proten campur susu formulanya. Saya maklum sih karena Proten itu pekat, mungkin Ubii eneg. Tapi, Ubii harus minum itu demi ginjalnya. Jadilah saya harus telaten meminumkan Proten dicampur susu formula memakai pipet. Sedikit-sedikit sampai satu botol habis. Capek dan jengkel apalagi kalau Ubii melepeh susunya. Saking kerasnya efek Gancyclovir untuk ginjal Ubii, tes fungsi ginjalnya harus dilakukan tiap 4 kali pemberian Gancyclovir, yaitu dengan diambil darahnya. Kalau fungsi ginjalnya kurang baik, pemberian Gancyclovir harus ditunda dulu sambil menggenjot lagi Proten nya. Kebayang kan pressure nya. Hihihi. Semoga saya jadi kurus setelah ini, belum nimbang sih. Kerasnya Gancyclovir juga membuat lokasi infus tempat masuknya Gancyclovir harus dipindah per 5 kali Ganclyclovir. Nyatanya, lokasi infus Ubii dipindah bukan cuma karena sudah waktunya, tapi juga karena lokasi infus Ubii sering bermasalah. Infus nya rembes lah, kaki nya bengkak lah. Memindah lokasi infus juga nggak gampang karena pembuluh darah Ubii kecil sekali. Beberapa kali kaki/tangan Ubii disuntik untuk dipasang infus tapi infus nggak mengalir atau infus mengalir tapi dalam hitungan detik area kaki/tangan yang diinfus membengkak. Supaya Ubii nggak terlalu meronta dan mengganggu perawat yang memasang infus, tubuh Ubii selalu dibedong saat disuntik. Pemasangan infus terakhir yang cukup dramatis. 3 kali gagal. Ubii yang dibedong awalnya masih bisa menangis, menjerit, dan meronta. Akhirnya saking capeknya Ubii meronta, dia jadi ketiduran sendiri dan tetap tidur saat disuntik ulang. Saya nggak tega tapi apa saya punya pilihan lain? Gancyclovir yang cukup keras ini juga membuat rambut Ubii sedikit rontok. Saatnya hunting lidah buaya lagi nih. Hehehehe.

Sampe ketiduran, disuntik nggak bangun :')
Kaki kanan Ubii yang bengkak karena pembuluh darahnya pecah jadi harus pindah lokasi infus

CMV Vs. ASI

Saat di rumah sakit, dokter kaget saat tau kalau saya masih menyusui Ubii kalau malam. Beliau berkata bahwa ASI cukup sampai 2 tahun saja. Alasannya lebih ke psikologis anak. Menurut beliau, banyak pasiennya yang masih nenen sampai lebih dari 2 tahun lalu jadi mudah rewel, semaunya sendiri, dan cepat marah. Lagi pula ASI saya pastinya sudah nggak sebergizi saat Ubii masih bayi kan. Gizi juga bisa didapat dari makanan lain. Alasan beliau yang lainnya adalah siapa tau saya juga terinfeksi CMV (Ya, jadi sepertinya Ubii bukan terinfeksi CMV sejak dalam kandungan saya). Lalu saya bertanya memangnya CMV bisa saya tularkan ke Ubii lewat ASI. Kata beliau sangat bisa, virus Cytomegalo can be transmitted through breastmilk. Jadilah saya juga diberi surat rujukan untuk screening CMV hari itu juga. Hasilnya, Antigenemia Darah CMV saya positif sedangkan yang lain (Antigenemia Urine, IgG, dan IgM CMV) saya negatif! Berarti saat ini virus Cytomegalo sedang menjajah dan saya belum punya antibodi.


Menurut saya ada yang bisa kita ambil bersama dalam kasus CMV dan ASI ini. Tentu kita sudah familiar dengan trend donor ASI belakangan ini. Ibu-ibu yang belum bisa memenuhi kebutuhan ASI bayinya tapi menolak memberikan susu formula, memilih mencari donor ASI. Bahkan, ada komunitas atau organisasi yang support dan membantu para ibu untuk mencari donor ASI. Tapi, pernah kah kita berpikir gimana sih riwayat kesehatan atau status virus ibu susu bayi kita? Apakah mereka bersih dari CMV? Padahal kita juga tau bahwa kesadaran untuk screening TORCH pada umumnya dan CMV in particular di Indonesia masih amat sangat rendah. Jadi, gimana kita tau kalau donor ASI bayi kita mendonorkan ASI yang sehat dan nggak mengandung virus Cytomegalo? Saya bukannya anti ASI loh. Saya sangat PRO ASI. Dulu Ubii juga saya carikan donor ASI saat ASI saya nggak cukup. Saya pun cukup sering mendonorkan ASI saya. Sekarang saya merasa waswas. Saya berdoa semoga saat saya sering mendonorkan ASI saya dulu, saya belum terinfeksi CMV. Karena kalau sudah, berarti bayi-bayi susu saya punya resiko tertular CMV dari ASI saya. Semoga enggak ya. Amin. Saya masih beranggapan bahwa ASI adalah asupan paling baik untuk bayi, dengan catatan si ibu nggak terinfeksi virus yang bisa ditularkan lewat ASI nya (CMV dan HIV). Jadi, sekarang saya berpikir kalau mungkin susu formula adalah solusi yang jauh lebih aman ketimbang menerima donor ASI yang kita belum tau pasti status CMV nya. Toh, susu formula bukan racun kok. Nggak bisa memberi ASI juga bukan berarti kita gagal sebagai ibu. Menjadi ibu jauh lebih dari sekedar meng-ASI. Kenapa saya bilang begini? Karena ada di luar sana ibu-ibu yang segitu pro ASI nya jadi semacam membenci susu formula. Setelah kita belajar sama-sama tentang fakta CMV bisa ditularkan melalui ASI ini, semoga bisa mengubah pandangan kita.

Saya sendiri sadar bahwa di kalangan dokter dan konselor laktasi pun pandangan tentang ASI bisa menjadi jalur infeksi CMV masih beda-beda. Ada dokter yang bilang aman, ada yang bilang nggak aman. Saya sampaikan hal itu pada dokter Ubii. Menurut beliau, sebelum kita berkomentar bahwa ASI tetap aman walau si ibu terinfeksi CMV, kita harus tau karakteristik CMV dulu. Ada dokter yang mengatakan bahwa menyusui tetap aman asalkan yang positif hanya IgG nya saja karena itu berarti kita sudah kebal sama CMV. Masih menurut dokter Ubii, walau IgG saja yang positif tetap bahaya karena seperti yang saya tulis sebelumnya, CMV bisa sewaktu-waktu jadi aktif lagi. Kalau IgG positif berarti pernah ada CMV dalam tubuh si ibu. Berarti bisa sewaktu-waktu aktif lagi kan padahal kemungkinannya kecil untuk si ibu 'ngeh' saat CMV nya aktif lagi wong gejalanya saja kayak masuk angin biasa. Ada dokter yang berpendapat bahwa IgG CMV walau sangat tinggi tetap aman untuk menyusui. Menurut dokter Ubii, IgG CMV kalau tinggi berarti kebutuhan antibodi kita terhadap CMV juga tinggi, dan itu berarti CMV dalam tubuh kita pun tinggi karena antibodi diproduksi sebanyak virus/untuk melawan virus. Karena masih ada beda pendapat, saya kembalikan pada setiap ibu. Saya cuma berbagi apa yang saya tau aja. Kalau bisa diterima, syukurlah. Kalau kurang setuju, nggak apa-apa dan nggak usah dibikin jadi masalah ya. ^___^

Kalau saya pribadi, memilih percaya dengan dokter Ubii karena beliau pernah secara khusus mempelajari dan mengadakan penelitian tentang virus di Jepang. Jadi saya anggap beliau lebih paham. Alasan lainnya adalah karena saya nggak mau ambil resiko. Sekali lagi, ini menurut saya pribadi.

Nah, sekarang lanjut ngomongin hal yang agak seriyus ya. Hihihi. Saya pengen share tentang penularan CMV.

Penularan CMV
  1. Ibu hamil ke janin. Kalau penularannya seperti ini, perkembangan janin akan terganggu sehingga bisa mengalami gangguan pendengaran, retardasi psikomotorik, mikrosefali, katarak bawaan, dan lain-lain.
  2. Di kamar bayi. Banyak kasus bayi terinfeksi CMV di kamar bayi. Biasanya ini terjadi di rumah sakit yang belum punya fasilitas supaya bayi bisa rooming in / sekamar dengan ibunya. Jadi bisa saja ada bayi yang memang sudah terinfeksi CMV sejak dalam kandungan ibu nya. Lalu CMV bayi tersebut menular ke bayi (yang sebenernya sehat) lainnya di kamar bayi. Menurut dokter Ubii lagi, idealnya untuk mencegah penularan di kamar bayi, perawat wajib memakai alat pelindung diri (sarung tangan dan masker) saat bersentuhan dengan bayi dan wajib mencuci tangan setiap akan mengurus bayi lain. Berapa banyak perawat yang melakukan itu? Pasti di luar sana masih ada yang kurang disiplin. Jadi, please, nurse, if you read this, lakukanlah prosedur yang tepat saat menghandle bayi di kamar bayi. Perihal kamar bayi ini juga bisa menjadi pertimbangan untuk para ibu hamil yang akan melahirkan bayinya. Mungkin akan lebih aman melahirkan di rumah sakit yang sudah punya fasilitas rooming in.
  3. Cairan tubuh penderita: urine, percikan air liur, ingus. Ini bisa terjadi pada siapa saja. Misalnya saat anak kita share mainan dengan anak lain yang kebetulan terinfeksi CMV. Biasanya anak (di usia tertentu) suka memasukkan mainan ke mulut. Kalau mainan anak dengan CMV yang sudah terkena air liur itu diemut oleh anak kita, itu bisa jadi jalan penularan CMV. Contoh lain misalnya kebiasaan orang asing (tetangga/pengunjung/dll) yang gemas dengan bayi kita lalu menciuminya di pipi. Ini juga bisa jadi jalur penularan CMV karena pipi dekat dengan mulut sehingga kalau orang yang mencium terkena virus, virusnya bisa dengan mudah masuk ke mulut bayi. Jadi memang kadang ibu perlu untuk protektif terutama kalau anak masih bayi. Kebetulan pada akhir Maret kemarin, Rumah Ramah Rubella mengadakan seminar berjudul Yuk Kenali Ciri-Ciri Gangguan TORCH pada Anak dan dokter Ubii menjadi salah satu pembicara. Dalam seminar yang diliput oleh Detik Health tersebut, dokter Ubii juga menyampaikan tentang larangan akan kebiasaan cium-mencium bayi di mulut/bibir ini. Liputan lengkapnya bisa dibaca di sini.
  4. Hubungan seksual. Berhubung hubungan badan bisa jadi salah satu jalur penularan, kalau istri terinfeksi sebaiknya berkonsultasi ke dokter dulu, apakah mungkin ada tindakan medis yang perlu dilakukan. Jangan sampai berefek pingpong ke suami.
  5. Transfusi darah dan transplantasi organ. Donor darah juga sangat marak dan itu sangat baik. I totally support that! Tapi kalau kita terinfeksi CMV, sebaiknya nggak mendonorkan darah kita ya.
As what I've stated before, CMV paling doyan masuk ke tubuh yang sedang drop daya tahannya. Jadi sebenernya ada beberapa hal sederhana tapi penting yang bisa kita lakukan untuk mencegah infeksi virus Cytomegalo. Yeay! :)

Pencegahan CMV
  1. Cuci tangan dengan air dan sabun selama 15-20 detik, terutama setelah: mengganti popok, menyuapi anak, menyeka ingus atau air liur anak, dan memegang mainan anak (yang diemut/terkena air liur).
  2. Jangan berbagi makanan dan minuman serta peralatan makan yang dipakai oleh anak.
  3. Jangan meletakkan empeng/dot anak di mulut kita.
  4. Hindari kontak air liur saat mencium anak. (lagi-lagi) :))
  5. Bersihkan mainan, benda, atau permukaan yang terkena air liur atau urine anak.
Pengobatan CMV
  1. Untuk janin di dalam kandungan yang terinfeksi CMV dari sang ibu --> nggak ada obatnya. Hiks.
  2. Untuk bayi yang baru lahir dan diketahui punya infeksi CMV yang cukup berat --> ada opsi untuk pemberian Gancyclovir (seperti Ubii). Bukan untuk menghilangkan virus Cytomegalo seluruhnya, tapi untuk menekan virus supaya nggak semakin jahat ke tubuh anak. Tapi, WAJIB berkonsultasi dulu dengan dokter ya. 
  3. Berbeda dengan Rubella yang bisa dicegah dengan vaksinasi MMR, belum ditemukan vaksin untuk mencegah CMV. Saya pernah mengikuti seminar tentang TORCH, kata seorang pembicaranya, vaksin untuk mencegah CMV sekarang masih dikembangkan dan entah kapan jadinya. HIKS.
  4. Saya ingetin sekali lagi ya, jaga kebersihan dan daya tubuh sampai saat ini masih jadi hal yang paling penting dan paling memungkinkan untuk mencegah infeksi CMV pada ibu hamil, dewasa yang nggak hamil, dan anak-anak. :)))
Yah, itu deh tentang CMV dan seluk beluknya. Sekarang mau cerita sedikit (udah banyak kalik!) tentang hari-hari di rumah sakit. Hohoho. Selama di rumah sakit, tiap hari fisioterapis Ubii naik ke kamar Ubii untuk fisioterapi di kamar. Asik asik asik. Berhubung fisioterapi nya sambil berinfus ria, jadi latihannya juga nggak heboh-heboh amat. Daripada infusnya copot lagi. Hihihi. Yang diforsir adalah pijatnya supaya Ubii nggak kaku karena jarang gerakin anggota badannya selama opname. Selain fisioterapi, biasanya siang-siang gitu Ubii duduk-duduk di kasur, mainan, atau... SELFIE sama saya. Heheh. Malamnya, Ubii sering rewel jadi baru bisa bobok kalau digendong si Papih.

Keenakan dipijat sampai merem-melek plus ngiler :D
Mainan tangan -___-
Duck face ala Aubrey Naiym Kayacinta
Si cantik kebanggaan saya yang lagi ceria ^_^
SELFIE! :'D
Setelah pas 9 hari, Ubii boleh pulang. Sebelum pulang saya diberi banyak pesan oleh dokter. Salah banyaknya: bener-bener harus stop nenenin Ubii (beliau tau saya nggak tegaan kalau Ubii sudah narik-narik kaos saya), toilet training, tes pendengaran ulang setahun lagi (karena setelah CMV diberi Gancyclovir diharapkan tingkat gangguan dengar Ubii menurun, AMIN!), tes Echo / USG jantung (untuk ngecek perkembangan kebocoran jantung Ubii), kasih Ubii banyak sayur dan sari buah, serta benar-benar menjaga kondisi Ubii (paling nggak jangan sakit dulu sampai 2 bulan ke depan dan jangan dibawa ke keramaian dulu). Seminggu setelah Ubii keluar dari rumah sakit, saya juga harus membawa Ubii untuk ketemu dokter untuk melihat efek Gancyclovir yang sudah dikasih selama opname.

Surat Ijin Pulang. SIP! :))
Akhirnyaaaaaa, kami pulaaaaannggg. Senangnya bisa sampai ke rumah lagi. Pertama kali masuk ke rumah, Ubii bengong binti melongo. Kira-kira apa ya yang Ubii pikirin begitu ngeliat rumah lagi? :))

Tampang Ubii yang melongo. Seneng ya sampai rumah lagi ^_^

Huaa panjang yak ternyata tulisan ini. Bihihik. Maapkeun kalau bikin pegel mata yah. Tapi ini beban moral buat saya untuk menulis tentang CMV (karena biasanya saya nulis tentang Rubella aja) supaya teman-teman bisa melindungi diri dan keluarga dari infeksi CMV ini. Saya harap tulisan ini bisa bermanfaat dan bisa bikin teman-teman lebih paham blablabla tentang CMV.


Tentang seminar Rumah Ramah Rubella yang berjudul Yuk Kenali Cici-Ciri Gangguan TORCH pada Anak, bisa dibaca liputannya kalau pengen belajar. Ada beberapa hasil liputannya di Detik Health:
  1. Kerap Disepelekan, Inilah Pentingnya Tes TORCH bagi Ibu Hamil.
  2. Hati-Hati, Ini Sebab Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi.
  3. Ibu Kecolongan, Gendis Tumbuh dengan Gangguan Pendengaran karena Rubella. (wawancara reporter dengan salah satu orangtua di Rumah Ramah Rubella yang hadir di seminar)
  4. Di Rumah Ini, Ibu-Ibu yang Anaknya Kena Rubella Bisa Curhat. (wawancara reporter dengan saya *ehem*)
  5. Anak Tuli atau Katarak karena TORCH, Apa Saja yang Bisa Dilakukan Ortu?
  6. Bisa Bikin Bayi Cacat, Ibu Hamil Dilarang Dekat-Dekat Pasien Campak Jerman.
  7. Salah Satu Cara Hindari Tokso: Cuci Telur Sebelum Disimpan di Kulkas.
Sesi seminar tersebut juga bisa ditonton di channel YouTube Rumah Ramah Rubella di sini. Sesi tanya jawab peserta dengan pembicara juga terekam. Semoga bermanfaat. ^___^

Oh iya, barangkali ada teman-teman yang anaknya terinfeksi Rubella dan CMV atau virus lainnya dan pengen coba berkonsultasi ke dokter yang merawat Ubii, beliau adalah Prof. dr. Sunartini Hapsara, Sp.A(K), Ph.D. Beliau praktik di klinik pribadi setiap hari Senin - Kamis mulai pukul 5 sore. Pendaftaran dibuka mulai pukul 9 pagi pada hari-H via telepon ke (0274) 376718. Tips: Mulai lah telepon dari pukul 9 kurang karena jaringannya sering banget sibuk. Beliau juga praktik di RSA UGM setiap hari Sabtu mulai pukul 8 pagi. Pendaftaran dibuka sehari sebelumnya via telepon ke (0274) 4530404. Saya sama sekali nggak promosi loh, cuma pengen berbagi just in case ada orangtua yang masih dalam perjalanan mencari jodoh dokter yang dirasa tepat. Karena saya sendiri pernah mengalami rasanya bingung mencari dokter untuk menangani Ubii. Saya dulunya sampai gonta-ganti dokter sampai 3-4 kali. Pengalaman saya: dokter spesialis anak biasa masih belum terlalu bisa menangani Ubii sehingga saya membutuhkan dokter spesialis syaraf anak yang memang menangani banyak kasus anak dengan infeksi TORCH, Down Syndrome, Cerebral Palsy, dan lain-lain. Cukup saya aja yang merasakan galau dan bingung karena nggak kunjung klop sama dokter. Semoga orangtua lain nggak merasakan. Kalau ada teman-teman yang pengen bertemu dengan beliau tapi nggak berdomisili di Jogja, jangan sungkan mencolek saya di komen tulisan blog ini / Facebook saya. Lebih baik lagi kalau mau gabung di Rumah Ramah Rubella dulu supaya bisa kenal dengan anggota lain. Saya usahakan mendampingi / mencari teman di Rumah Ramah Rubella yang bisa mendampingi kalau memang saya berhalangan. Tapi tentunya nggak tiap hari saya bisa menemani ya, karena Ubii nggak boleh kecapekan dulu. :))

Dan perkenalkan, teman saya, Mbak Rina, yang datang jauh-jauh dari Pangkalanbun, Kalimantan untuk mengobati putrinya, Nazwa, di Yogyakarta. Perkenalan kami hanya berawal di dunia maya lalu berlanjut ke BBM. Puji Tuhan, akhirnya bisa bertemu dan bercerita langsung. Nazwa saat ini hampir berusia 7 bulan dan juga terinfeksi CMV. Saat ini Nazwa sedang diopname, juga untuk mendapat terapi Gancyclovir untuk CMV nya. Mohon doa nya supaya semua lancar, balance cairan Nazwa dan fungsi ginjalnya baik, ya teman-teman. :))

Di Rumah Ramah Rubella, kita semua adalah keluarga yang berjuang bersama :)
Kalau teman-teman mempunyai kenalan yang mungkin membutuhkan informasi ini atau menurut teman-teman tulisan ini bisa bermanfaat, mohon bantuannya untuk share ya. Terima kasih. :))

Oh iya, terakhir, terima kasih ya buat teman-teman yang sudah menjenguk Ubii dan menanyakan kondisi Ubii atau menemani saya ngogbrol via BBM / WhatsApp. Itu berarti banget buat saya. ^___^



I share because I care, how about you? :)




Tuesday, June 3, 2014

Book Launching Letters to Aubrey

Wuih, ternyata udah lama juga nggak update blog ini. Hiks. Ini curi-curi waktu mumpung Ubii bobok. Hehehe. Nggak bakal panjang deh, cucian piring menumpuk. Barang-barang dari rumah sakit belum ditata lagi. Harus nginem setelah ini. Hieeee.

Just want to share some pictures on my book launching. Yes! Letters to Aubrey has been released already! Hurray. Thanks to Stiletto Book, Mba Dewi, Mba Tikah, Mba Eno, Mba Carra, dan Mba Weka. Sebenernya launchingnya udah kemarin-kemarin, which was on May 21th, bertepatan dengan hari lahir suami tercinta. Tapiii, berhubung pas itu rempong karena si anak cantik harus opname, jadi belum sempet upload fotonya. Heuheuheu. Book launchingnya diadakan di BPAD Yogyakarta. Eh, tapi, sebelum pamer foto, kenalan dulu dong sama buku saya. Buku Letters to Aubrey itu tentang apa sih? Tadaa, ini dia sinopsisnya:
 

Congenital Rubella Syndrome merupakan kumpulan kelainan bawaan akibat virus rubella yang menginfeksi kehamilan seorang perempuan.

Melalui buku ini, penulis mengajak kita masuk dalam perjalanan yang penuh warna ketika dia membesarkan putrinya yang berkebutuhan khusus–akibat terinveksi virus rubella. Ada penolakan, kecewa, dan juga letih yang lambat laun menjadi rasa ikhlas dan optimis. Sebagai ketua komunitas Rumah Ramah Rubella, penulis juga membuka wawasan kita tentang TORCH pada umumnya dan rubella pada khususnya. Dia pun menyerukan pesan kepada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk terus optimis karena mereka tidak berjuang sendirian.

Semua informasi, pesan, serta rasa cintanya pada sang anak dituangkan dalam bentuk kumpulan surat dengan kata-kata yang ringan dan penuh makna. Buku ini sarat akan cinta seorang ibu pada anaknya. Lewat kumpulan surat ini, penulis ingin putrinya mengerti bahwa ia dicintai dan dibanggakan sebagaimana adanya.

Ada orang-orang keren yang berkenan ngasih testimoni juga loh untuk Letters to Aubrey. Tadaa, ini dia testimoninya:

“Perjuangan Ibu Grace untuk Aubrey, putrinya, menunjukkan bahwa setiap anak adalah spesial. Kasih sayang dan pendampingan orangtua, bukan hanya menjadi obat, tapi juga menunjukkan nilai kehadiran seorang anak di antara keluarga.” Andy F. Noya

“Membaca kisahnya, saya menangis. Bukan sedih, saya salut dan bangga sekali sama Grace. Membaca buku ini membantu kita membuka mata lebih lebar dan meluaskan hati agar ikhlas.” Maulita Iqtanti – Managing Editor Mommies Daily


Dan ini foto-foto nya :)))

Pamflet event. Thanks to Stiletto Book! :)
Sebelum berangkat narsis dulu boleh ya :))
Suami yang selalu setia menemani :*
Suasana launching buku saya :)
Suami ikut membacakan surat di dalam buku yang dia tulis
Tanda tangan perdana hehehe :))
Papi nya Ubii
Cihuy! Finally! :D
Dua buah hati saya: Letters to Aubrey dan Rumah Ramah Rubella
Narsis lagi heuheuheu
Buku-buku PO yang mau ditandatangani hehehe
Selamat membaca :) *dok. Stiletto*
Itu foto-fotonya. Mau tau reportase nya nggak? Mau dong, hehehe. Yang mau baca reportase nya monggo diintip di sini yah.

Buat teman-teman yang sudah baca buku Letters to Aubrey, boleh loh kalau mau menuliskan review nya :)) Silakan tulis review nya di sini yaaa. Tararengkyuuu. :))

Ini covernya, biar kalau pada mau beli nggak salah hihihi


PS: Akhir bulan ini akan ada Giveaway Letters to Aubrey dengan hadiah-hadiah kece loh, tungguin yaaaaa... ^___^ Tapih, giveaway nya khusus buat teman-teman yang sudah punya bukunya dong. So, ayo diborong duluu, hihihi. Buku Letters to Aubrey bisa dikantongi di toko-toko buku atau untuk pemesanan online bisa hubungi penerbit Stiletto di Twitter @Stiletto_Book. See ya in my giveaway! :))