Thursday, January 30, 2014

Internet bagi Perempuan: Yay and Nay

Internet adalah sesuatu yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Everyone uses internet for many purposes. But just like other things, internet mempunyai unsur yay and nay, specifically untuk perempuan.


Why's it a yay? Well, buat saya, internet memungkinkan saya, kaum perempuan, untuk lebih mandiri dan tidak melulu bergantung pada lelaki. Maksud saya, dari segi ilmu. Urusan domestik misalnya, ada pekerjaan yang lekat dengan lelaki seperti mengganti lampu dan mengecat dinding. Wajar bila lelaki lebih menguasai itu karena mungkin dulunya mereka diajari membantu pekerjaan ayah mereka di rumah. Kita, perempuan, pasti lebih sering diminta untuk membantu ibu di dapur sehingga kita eventually berpikir, "Urusan lampu dan cat, Ayah saja ya." Internet memungkinkan kita untuk mengerjakan itu sendiri. Tidak tahu caranya? Cukup browse di internet, dan voila muncul banyak artikel how-to yang kemudian tinggal dipraktekkan. Takut ketinggian saat harus mengganti lampu atau mengecat dinding bagian atas, itu lain soal.

Internet: Gudang Ilmu
Internet juga membuka peluang bagi perempuan untuk menjalankan banyak peran. Mungkin dulu working mothers hanya cakap bekerja. Ingin menyiapkan bekal sekolah anak, terkendala waktu dan ide. Ingin membantu anak belajar pelajaran sekolah, terkendala waktu, ide, dan kesabaran. Jadi, urusan di luar kantor, mungkin kalah cakap dengan asisten rumah tangga dan guru les. Vice versa, mungkin dulu stay at home mothers hanya cakap menangani urusan domestik dan anak. Ketika harus mulai bekerja untuk mempersiapkan dana pendidikan anak, ilmu dari bangku kuliah suday buyar. Ide berbisnis tak ada yang tokcer, saking lamanya tidak diasah. That happened to my mom. Here and now, internet memungkinkan kita cakap di banyak bidang sekaligus. Salah satu caranya dengan blogwalking dan tergabung di komunitas blogger such as Kumpulan Emak Blogger. Dari blogwalking di Kumpulan Emak Blogger, saya mempelajari banyak peran mulai dari koki rumahan, pendongeng, penulis, buzzer, guru, dan tentunya ibu yang lebih baik lagi. Internet, lewat KEB, juga memberi kesempatan buat saya untuk mempelajari peran sebagai pengelola komunitas dari mengamati interaksi antar anggota, antar admin, dan antara admin dengan anggota.

Peran: Koki ala kadarnya rumahan buat Ubii
Peran: Penyihir Pendongeng buat Ubii
Peran: Penulis amartir yang sedang belajar
Peran: Guru yang galak baik buat Ubii
Peran: Pengelola komunitas, belajar dari Komunitas Emak Blogger

Now, why's it a nay? Perempuan cenderung mengikuti feeling daripada logika. Titik sedih dan bahagia, jika diungkapkan dalam tulisan, pasti sangat kentara. Curhat di blog, misalnya. Kerap kita lupa mana yang pantas dan tidak pantas dibagikan atas nama unek-unek yang membuncah. Padahal di internet, semua bisa dibaca oleh banyak orang. Kalau ada yang tersinggung atau melabeli kita tak punya rem dalam bercerita, penyesalan lah buntutnya.

Curcol ke-gap sama mertua. Duh!

Perempuan yang sedang menikmati peran sebagai ibu baru juga kerap memunculkan unsur nay dari internet. Betapa tidak? Mayoritas ibu baru adalah fotografer siaga yang siap mengabadikan kegiatan bayi mereka (termasuk saat mandi) dan membagikannya di jejaring sosial lewat internet. It wasn't a problem back then, maybe. But now? Internet adalah ladang segar bagi para pedofil untuk mencari sasaran. Lebih-lebih jika kita upload foto telanjang bayi kita, yang sebenarnya kita anggap menggemaskan, di blog yang bisa diakses semua orang. Apa susahnya kemudian mencari data pribadi beserta alamat kita dari internet?

Awaass, pedofil berkeliaran di internet loh

Jadi buat saya, internet is both yay and nay. Tinggal perempuan yang berpandai-pandai memaksimalkan yay dan meminimalkan nay.

Ayo tante, maksimalin Yay & minimalin Nay dari internet yaaa

*Tulisan ini diposting dalam rangka memenuhi tantangan poin IIb - Posting tulisan - dalam seleksi II #50FinalisSB2014 yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger*

Dukung aku jadi Srikandi Blogger 2014 yaaa :)
Me likey FanPage KEB already! :)

I follow & am followed by @Emak2Blogger :)

Friday, January 24, 2014

Cerita di Balik Kalender Rumah Ramah Rubella

Selamat siang! Ah, hari ini rasanya senang sekali. Kenapa? Mau tau? Mau yaaaa? Hehehe. Maksa nih. Iya, hari ini saya senang karena ternyata saya masuk ke 50 Besar Calon Srikandi Blogger yang diadakan oleh Komunitas Emak Blogger. Masih 50 besar doank udah senang? Nggak salah? Nggak dong. Meski baru 50 besar aja, saya sudah happy berat tuh. Karena ini pengalaman pertama saya ikutan di ajang untuk bloggers. Senangnya lagi karena awalnya saya ikutan sekedar ingin memberanikan diri aja; membuang minder jauh-jauh, menjajal diri, dan keluar dari zona nyaman yang penakut. Jadi boleh ya saya happy. Oh ya, banner nya juga sudah terpampang cantik loh di sebelah kiri blog saya. Kiut ya banner nya. Hihihi.

Ah, malah jadi ngalor-ngidul kan saya. Pardon my over excitement. Sebenernya saya kali ini ingin cerita tentang kalender Rumah Ramah Rubella. Jadi ceritanya kalender 2014 ini adalah proyek pertama kami di Rumah Ramah Rubella. Biasanya aktivitas lain kan hanya seputar sharing di Facebook group saja. Tujuan kami membuat kalender ini ada dua. 1) Untuk fundraising, harga cetak per kalender Rp 21.000 dijual seharga Rp 25.000, dan 2) untuk edukasi perihal TORCH. Di kalender ini, kami tampilkan edukasi tentang TORCH yang saya dapat dari sebuah seminar, tentunya dengan mencantumkan nama seminar dan pembicara. Jadi edukasi yang disampaikan di kalender ini bisa dipertanggungjawabkan, dalam artian nggak asal comot. Kalender ini juga kami lengkpai dengan foto-foto anak-anak kami di Rumah Ramah Rubella. Untuk ini, para mama sendiri lah yang sukarela mengirim foto buah hatinya, tanpa paksaan. Pada poin ini kami berpikir untuk menunjukkan ini loh dampak TORCH itu, sampai sejahat ini loh dampaknya, ini loh anak-anak kami yang menjadi pejuang melawan TORCH, dan menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus jangan malah membuat kita sebagai orang tua malu, minder, atau bahkan menyembunyikan mereka. Mereka anak-anak hebat dan kami bersyukur diberi kepercayaan mengasuh mereka. That was the main perpective.

Ada secuil cerita di balik pembuatan kalender ini. Sebenernya pada awalnya saya dan tim ini Rumah Ramah Rubella sempat dihinggapi perasaan khawatir dan takut. Takut rencana ini nggak berjalan mulus. Khawatir nggak ada yang pesan. Ragu-ragu apakah akan habis terjual. Pusing memikirkan nanti kalau nggak habis terus sisanya mau diapakan. Berhubung jumlah minimal order ke percetakan adalah 100 pcs, maka kami order 100 pcs. Ya, dengan diliputi minder dan nggak pede itu tadi. Dan ternyata.... puji Tuhan, kalender kami laku. Banyak permintaan dari anggota komunitas Rumah Ramah Rubella itu sendiri dan banyak pula permintaan dari orang luar, termasuk dokter dan audiolog. 100 pcs habis dalam waktu sekejap. Akhirnya kami malah harus menambah 300 pcs kalender lagi untuk memenuhi permintaan teman-teman. Ini pun sebenernya masih ada juga yang kehabisan. Wah, I was so surprised! Nggak nyangka dan tentunya bersyukur luar biasa. Ini semua nggak lepas dari bantuan teman-teman, baik dari dalam atau luar komunitas, yang membantu share tentang keberadaan kalender kami.

For me, there's a lesson learned. Ternyata rasa takut dan insecure itu harus dipatahkan. Ternyata saya nggak boleh terlalu lama stay di zona nyaman saya. Ternyata kadang-kadang saya harus berani melangkah. Percuma saja saya punya ide ini dan itu untuk Rumah Ramah Rubella jika saya nggak punya nyali untuk merealisasikannya, kan? Saya suka gitu. Punya keinginan A tapi takut nggak lancar, takut nggak sukses, takut gagal, dan lain sebagainya. Rasanya tuh takut aja apalagi kalau rencananya menyangkut kepentingan bersama dalam komunitas. Tapi, ah, ternyata saya harus mulai memberanikan diri untuk mewujudkan ide ya. Hmm, semoga bisa! Amin..

Itulah secuil cerita dan pelajaran yang bisa saya petik dari proyek kalender Rumah Ramah Rubella kami. Pingin tau seperti apa kalendernya? Ini dia, jreng jreng jreng:

Hal depan: Tujuan RRR, contact person, & no rek donasi
Januari-Februari: Profil RRR
Maret-April: Edukasi TORCH secara general
Mei-Juni: Edukasi Toksoplasma
Juli-Agustus: Edukasi Rubella
September-Oktober: Edukasi CMV
November-Desember: Edukasi Herpes Simpleks
Gimana? Oke nggak kalender nya? Oke yah? Hihihi. Kalender Rumah Ramah Rubella yang ceria ini didesain oleh Mas Nor, ayah dari Gendhis, salah satu anak kami di Rumah Ramah Rubella. Terimakasih Mas! :)

Oh ya, kalender 2014 Rumah Ramah Rubella juga dipajang di Rumah Vaksin milik dr. Piprim loh. Yeay. Ibu-ibu pasti familiar dengan dr. Piprim yah. Yup, beliau adalah dokter anak konsulen jantung, sekertaris IDAI, serta pendiri Rumah Vaksin dan Rumah Echo. Beliau adalah salah satu dokter yang saya kagumi karena kepedulian beliau dalam memberikan layanan kesehatan yang lebih terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Terimakasih dok :)

dr. Piprim dan istri bersama Angga dan Mba Dani dari Rumah Ramah Rubella
Teman-teman punya ide untuk mengembangkan Rumah Ramah Rubella kah? Kalau punya, jangan disimpan sendiri atuh. Yuk mari share ide-idenya dalam Giveaway yang saya adakan. Ide-ide teman-teman pasti sangat bermanfaat untuk mengelola dan mengembangkan Rumah Ramah Rubella kami yang masih muda ini. Yuk ikut berpartisipasi mengembangkan Rumah Ramah Rubella. :) Hadiahnya sederhana sih, tapi semoga itu nggak mengecilkan niat teman-teman untuk berpartisipasi ya... *senyum manis*

Mau ikutan Giveaway nya? Klik aja tulisan di bawah ini :)


Ini penampakan salah satu hadiahnya :)

Antologi Mereka Bicara Fakta. Ada tulisan saya di dalamnya loh ;)

Ditunggu ya ide-ide segarnya untuk Rumah Ramah Rubella... :)


Love.

Friday, January 17, 2014

Minta Maaf pada Anak: Yay or Nay?

Credit
Maaf. Satu kata yang buat saya cukup dahsyat. There are several reasons, for me. Firstly, saying sorry indicates that we understand that we did something wrong. Kedua, kata maaf menunjukkan kita mempunyai niat baik untuk berbaikan kembali. Lastly, by saying sorry, we realize that what we did can hurt others sehingga kita dengan sadar berusaha untuk nggak mengulanginya lagi.

Saya pernah berkunjung ke beberapa kawan saya yang sudah memiliki anak yang berusia kira-kira tiga tahun ke atas. Cukup sering saya mendengar bocah-bocah kecil itu meminta maaf pada ibunya.

"Aku ngompol, tadi malas ke kamar mandi. Maaf ya bu.."
"Adek numpahin tehnya bunda. Maafin adek ya bun.."
"Kakak lupa kerjain PR ma. Maaf.."

Ternyata kebiasaan meminta maaf sudah mulai ditanamkan sejak masih kanak-kanak ya. Hmm, menurut saya sih bagus juga. Anak jadi belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan, yang sebaiknya dan nggak sebaiknya ia lakukan, serta belajar konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Rasa-rasanya, mencari alasan anak minta maaf gampang sekali ya. Hehehe.

Nah, gimana dengan orang tua? Perlu dan penting juga kah meminta maaf pada anak? Yay or nay?

Monday, January 13, 2014

GIVEAWAY: Antologi Mereka Bicara Fakta


Halo-halo-halo :)

Sebelumnya, saya pingin mengucap syukur dulu atas terpilihnya cerita saya untuk dibukukan dalam antologi Wajah Sistem dan Regulasi Kesehatan di Indonesia yang akan diterbitkan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat dengan judul Mereka Bicara Fakta. Didasari rasa syukur tersebut, saya ingin mengadakan giveaway kecil-kecilan.

Selain itu, tujuan dari giveaway ini adalah dengan rendah hati meminta bantuan ide teman-teman untuk kemajuan Rumah Ramah Rubella, komunitas yang saya dirikan untuk mewadahi orang tua dengan anak yang terinfeksi TORCH, seperti anak saya. Komunitas ini masih sangat muda, baru berusia hampir 4 bulan. Selama ini aktivitas kami baru sebatas di group Facebook saja. Maka dari itu, saya dan teman-teman di Rumah Ramah Rubella membutuhkan banyak ide demi pengembangan komunitas ini. Jadi bukan hanya teman-teman yang akan mendapat hadiah, tapi saya dan komunitas Rumah Ramah Rubella ini pun nantinya juga akan mendapat hadiah berupa ide-ide segar dari teman-teman. *joget kegirangan*

Sebelumnya, mari kita intip Rumah Ramah Rubella dulu ya :) Tinggal klik logo Rumah Ramah Rubella di bawah ini, lalu intip 'About' untuk tau sedikit tentang komunitas kami.

http://www.facebook.com/groups/rumahramahrubella/

Seperti yang sudah saya singgung, concern kami adalah mengenai infeksi TORCH pada ibu hamil dan dampaknya bagi janin. Tulisan saya yang terpilih untuk dibukukan ini pun tentunya masih seputar edukasi TORCH. Mau menambah edukasi tentang TORCH dari tulisan saya? Bisa dibaca di Edukasi TORCH untuk Masyarakat Indonesia.

Kalau teman-teman memiliki ide-ide untuk mengembangkan Rumah Ramah Rubella dan berkenan membaginya, yuk ikutan giveaway saya ini. :'))
Ide apa saja boleh entah itu event, kegiatan, tema yang bisa diangkat dalam seminar atau workshop, charity, dan lain-lain yang bertujuan untuk pengelolaan dan pengembangan komunitas ini secara lebih baik ke depannya. Tiap ide saya terima dengan rasa syukur.

Persyaratan:
  1. Post di blog masing-masing. Jumlah kata terserah alias bebas.
  2. Pada akhir tulisan, sertakan kalimat "Tulisan ini turut serta dalam pengembangan Rumah Ramah Rubella" dengan backlink ke postingan ini.
  3. Follow blog saya. Tombol untuk follow ada di sidebar kiri di atas Arsip Blog. Saya akan follow balik teman-teman yang follow blog saya ini. Sekalian tambah teman juga kan ya. :)
  4. Follow Twitter saya di @gesgeesges. Lalu, mention judul tulisan teman-teman, link-nya, dan hashtag #IdeRumahRamahRubella --> Judul(spasi)Link(spasi)@gesgeesges(spasi)#IdeRumahRamahRubella.
  5. Daftarkan tulisan teman-teman di kolom komentar postingan ini: Nama, URL postingan, akun Twitter.
  6. Deadline: 13 Februari 2014 diperpanjang hingga akhir Februari.
  7. Pengumuman: 20 Februari 2014
  8. Juri: Saya sendiri dengan dibantu oleh kawan saya Sita dan Nuril. Mbak Sita dan Mbak Nuril adalah tim Rumah Ramah Rubella yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus. 
Hadiah:

3 Pemenang Pilihan Juri: Antologi Mereka Bicara Fakta, pulsa @25.000, dan @3 pcs bros jilbab.

2 Pemenang Undian: Antologi Mereka Bicara Fakta dan @2 pcs bros jilbab.

Teman-teman yang tidak berhijab, bros bisa dipakai sebagai bros pakaian. Teman-teman pria, nanti hadiahnya bisa diganti sesuai kesepakatan kita bersama.

Penampakan Hadiah:
Antologi Mereka Bicara Fakta
Bros jilbab. Abaikan tali untuk bandonya.
Bros jilbab
Bros jilbab. Abaikan tali untuk bandonya.
Bros jilbab. Abaikan tali untuk bandonya.
Hadiah yang bisa saya berikan sangat sederhana ya. Tapi saya berharap teman-teman tetap mau berpartisipasi dalam giveaway saya ini. :)


Love,


Grace Melia

Friday, January 10, 2014

Resolusi 2014: Aku dan Mereka, Kamu?

Credit
Ah, it's 2014 already. Welcome to the year of 2014! *tiup terompet deket telinga* *nyengir kuda*

Tahun baru. Apa sih yang identik dengan tahun yang baru? Terompet? Petasan sampai pagi? BBQ-an? Kongkow-kongkow bareng teman atau keluarga tercinta? Red wine? Apaaaaa? Yah mungkin ada beberapa yang menyebut hal-hal tersebut sebagai bagian dari ritual tahun baru mereka. Saya sendiri nggak pernah punya ritual khusus menyambut tahun baru. Dulu, waktu masih gadis dan langsing (iya sekarang saya gendut! *sigh*), biasaya saya menghabiskan malam pergantian tahun dengan kongkow bareng teman-teman. Nggak, bukannya saya nggak mau mengahabiskan waktu dengan keluarga. Tapi keluarga saya selalu memanfaatkan hari libur untuk tidur lebih awal sedangkan saya bukan tipe orang yang bisa tidur di bawah jam 11 malam. So that's the reason. Lagian, rumah saya terletak di dekat alun-alun yang selalu dijadikan tempat pesta kembang api dan band atau orkes dangdut. Jelas banget tuh berisiknya dari rumah. Saya nggak tahan dengarnya. Jadi saya memilih kongkow di coffee shop yang nggak terlalu ramai atau di rumah teman. Itu pun hanya dengan beberapa teman dekat saja. Nothing's really special.

Tahun lalu saya sudah mempunyai Ubii, jadi nggak ada acara kongkow bareng teman lajang lagi. Tahun lalu sih Ubii dititipkan di rumah eyangnya lalu saya dan suami merayakan pergantian tahun di rumah. As simple as that. Beberapa tahun belakangan saya selalu punya refleksi diri kecil-kecilan. Sekedar mengingat apa saja yang sudah yang saya lalui dan capai di tahun ini serta apa yang ingin saya capai di tahun depan. Cuma di awang-awang saja sih. Makanya cepet lupa. Hehehe. Tahun ini saya ingin menuliskannya biar nggak lupa lagi. Let this be a little reminder for me. Hohoho.

2013 was an awesome year for me. Without any intention to brag or anything, I did accomplish and manage some things. I did finish what I wanted to do as well. Cheer for myself. Yeay! So these are things that I did in 2013:
  1. Lebih rutin menulis. 
  2. Memenuhi hak Ubii untuk mendapat ASI selama 6 bulan.
  3. Membagikan informasi dan sharing seputar keadaan Ubii dan bahaya TORCH melalui Kick Andy, koran Media Indonesia, tabloid Wanita Indonesia, harian Koran Jakarta, situs Kompas[dot]com, dan situs Kompasiana[dot]com.
  4. Berhasil menjadi juara di tiga kontes menulis, yaitu Juara II Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil yang diadakan oleh Nutrisi Untuk Bangsa, satu dari tiga cerita terinspiratif #TitikBalik yang diadakan oleh Manulife, dan cerita terpilih untuk dibukukan dalam antologi Wajah Sistem dan Regulasi Kesehatan di Indonesia yang diadakan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat.
  5. Mendirikan Rumah Ramah Rubella.
  6. Menjalin kembali hubungan dengan beberapa kawan lama yang sempat putus kontak karena ada misunderstanding.
  7. Lebih berdamai dengan Mama.
  8. Mencoba untuk menulis sebuah buku, yang semoga saja berjodoh dengan penerbit.
Setelah mengingat hal-hal tersebut, ini saatnya menyusun resolusi. Buat saya pribadi, resolusi itu penting. Mengutip Ainy Fauziyah, seorang motivator dan leadership trainer di sini, ada 3 alasan mengapa menyusun resolusi itu penting. Yang pertama, supaya kita lebih mengenal apa yang ingin kita capai di tahun selanjutnya. Yang kedua, supaya kita lebih fokus dengan hal-hal yang ingin kita capai tersebut. And last but not least, supaya dapat dijadikan penyemangat untuk mencapainya. Hear hear! I totally agree with those three points.

Inilah resolusi saya untuk tahun 2014:
  1. Bangun lebih pagi. Ketauan banget ya selama ini bangunnya siang. LOL.
  2. Olahraga! Kurus itu bonus. Tujuan utama saya adalah badan yang fit. Semenjak SMA sampai kuliah saya rutin aerobic (karena nggak bisa olahraga lain, hiks). Sejak punya Ubii, saya nggak pernah olahraga lagi. Saya selalu menyalahkan rutinitas baru menjadi ibu. Padahal sebenarnya kalau saya bener-bener niat pasti bisa kok punya waktu untuk olahraga. Ya kan ya kan? Sudah kerasa banget efek no exercise ini. Sekarang saya cepat capek. Cepat ngos-ngosan. Cepat pusing juga. Haduh!
  3. Menyusun agenda kegiatan untuk Rumah Ramah Rubella. So far, aktivitas kami masih betah di group Facebook. Sudah saatnya kami punya acara minimal gathering dan sharing bersama. Syukur-syukur bisa mengadakan seminar atau workshop untuk para orangtua.
  4. Jadi pilot yang baik. Maksudnyah? Have you ever heard this quote, "Time flies so fast. But don't worry, we are still the pilot." Nah! I was NOT a good pilot in 2013. Menejemen waktu saya buruk. Sering sekali saya keponthal-ponthal melakukan ini itu in the last minute karena belum disiplin. Istilah kerennya, saya diperbudak oleh waktu. *HALAH*
  5. MENABUNG. Ini PR banget. Sekaligus baca-baca tentang reksadana yang katanya bunganya lebih banyak daripada tabungan biasa. Saya kudet banget tentang dunia simpan-menyimpan uang di bank. Ada yang kerja di bank atau khatam tentang ini? Boleh banget loh kasih saya pencerahan. *wink*
  6. Mencari lebih banyak lagi materi atau bahan-bahan yang bisa dipakai untuk melatih Ubii. Siap-siap ya kalau saya nodong ilmu dari kalian. *senyum semanis-manisnya*
  7. Sudah mandi saat suami pulang kerja. Hahaha. Sepele banget kedengarannya yah. Sebenarnya suami saya sih nggak pernah sama sekali mempermasalahkan saya yang belum mandi saat dia pulang. Dia tau banget saya malas mandi. Aih. Tapi sepertinya wajahnya lebih cerah saat melihat saya dan Ubii sudah wangi saat membukakan pintu untuknya. Hehehe.
  8. Menelepon atau meng-SMS Mama dan Papa lebih sering. Bukan adat keluarga saya sih rutin bertukar kabar begitu. I just want to do it anyway.
AMIN. AMIN. AMIN. Semoga saya bisa konsisten dan lebih disiplin lagi untuk meuwujudkan niat-niat itu. AMIN. AMIN. AMIN.

Tentang resolusi 2014, saya juga menanyai beberapa kawan saya. Mau tau resolusi beberapa kawan saya dari New Mom Community di tahun ini? Jreengg jreeengg jreeenngg, ini dia:

Diana: Resolusi 2014 gw ngurangin marah sama Darin dan abahnya.

Nena: Bikin klinik gigi sendiri. Amiinn.

Tami: Sukses kasih ASI adeknya Enzo sampe 2 taon. Amiinn.

Dian: Gw pengen punya min 3 proyek bulanan sama mau cari investor buat bikin perusahaan FTTH.

Debby: Resolusi gw 2014, jadi istri dan ibu yang baik dan sabar, financial stabil.

Tiwi: Resolusiku 2014 menjadi istri yang istiqomah, menjadi ibu yang sabar buat Ayya, dan mengembangkan Alya Handmade.

Kunti: Resolusi gue pengen lebih mengurangi pegang hape buat main sama Lumi.

Ditya: Meningkatkan kualitas hubungan dengan keluarga, teman, dan Sang Pencipta. #tsaahh


Bagaimana denganmu? Apa resolusimu di tahun 2014 ini? :)

Credit

Tuesday, January 7, 2014

'Bersyukur Buah Hatiku Masih Bisa Melihat Dunia' di Tabloid Wanita Indonesia

Credit

Blog post kali ini masih berlabel #GraceOnMedia. Ini cerita saya di media yang terakhir sampai saat ini. Tapi semoga suatu saat dapat kesempatan lagi. AMIN. :)

Kemunculan saya di Tabloid Wanita Indonesia ini lagi-lagi diawali dengan hadirnya saya di Press Briefing #TitikBalik Manulife. Puji Tuhan. Event yang menyenangkan tersebut membuka banyak pintu untuk saya; bisa masuk di beberapa media, jalan-jalan di Mall besar Jakarta, dan berkenalan dengan banyak kawan baru yang hebat-hebat. Saya datang ke acara tersebut padahal hanya ingin memenuhi undangan dan ingin menceritakan Rumah Ramah Rubella. Sungguh, ini adalah berkat yang luar biasa besar di tahun 2013. Terimakasih Tuhan.

Mbak Riana, reporter Tabloid Wanita Indonesia yang menulis cerita tentang saya ini, mewawancarai saya via telepon. Pembicaraan kami santai. Banyak tawa dan canda yang menemani perbincangan kami. Mbak Riana juga terbilang well-prepared. Buktinya, ia menyodorkan banyak pertanyaan yang bagus dan informatif. Mbak Riana mengetik jawaban saya sambil berbicara di telepon. She's one multitasking girl, I suppose. :) Mbak Riana juga mengulas cerita saya dengan lengkap; mulai dari awal perjalanan saya, awal penerimaan saya terhadap kondisi Ubii, dan yang terpenting, tentang Rumah Ramah Rubella. Hal terakhir ini lah yang paling saya tunggu-tunggu. Semoga Rumah Ramah Rubella bisa menggandeng lebih banyak lagi orangtua untuk berbagi bersama. Semoga para orangtua yang merasa sendiri dan bingung atas kondisi buah hatinya bisa menemukan komunitas ini karena mereka butuh dukungan. Namun, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi. Di Tabloid Wanita Indonesia disebutkan bahwa saya sudah tahu kondisi Ubii sejak ia masih berada dalam kandungan. Sebenarnya nggak begitu. Saya baru mengetahui dengan pasti bahwa Ubii terkena Congenital Rubella Syndrome saat ia sudah berusia 5 bulan. But it's okay. Humans make mistakes, don't they? :)

Mimpi apa saya melihat cerita tentang saya ditampilkan di dua halaman penuh? Ya Tuhan, rasanya sungguh luar biasa. Bercampur aduk antara senang, nggak percaya, speechless, terharu, dan bangga pada diri sendiri. Bangga yang saya rasakan bukan bermaksud sombong. Sungguh. Saya bangga karena ternyata saya bisa bangkit dari keterpurukan atas kondisi Ubii. Tentunya itu semua nggak lepas dari dukungan banyak pihak; orangtua, mertua, saudara, om, tante, dosen, dan teman-teman, baik secara moril mau pun materiil. Nggak mungkin saya bisa sekuat ini dan dikisahkan dalam rubrik Kisah Sejati di Tabloid Wanita Indonesia tanpa adanya support dari mereka semua.

Saya ingin menuliskan cerita saya dalam rubrik Kisah Sejati di Tabloid Wanita Indonesia yang terbit tanggal 19 Desember 2013 itu di sini. Siapa tau ada yang penasaran dan sudah nggak bisa nemu di agen koran lagi. Hehehe. So, this is it, 'Bersyukur Buah Hatiku Masih Bisa Melihat Dunia' dalam Tabloid Wanita Indonesia.
Note: Nama lengkap saya yang salah, saya betulkan.

***

Kehamilan sering dianggap sebagai momen yang menjadikan seorang wnaita sempurna sebagai wanita. Begitu pun yang dirasakan Grace. Hingga kemudian dia berubah marah pada Tuhan saat buah hatinya divonis mengidap Congenital Rubella Syndrome (CRS) yang membuat putri cantiknya mengalami kebocoran jantung dan terganggu pendengarannya. Namun kemudian ia sadar, Tuhan pasti punya rencana yang indah dibalik setiap musibah. Dengan keyakinan itu ia mendirikan Rumah Ramah Rubella.

Kini, wnaita cantik itu sudah bisa tersenyum tulus menghadapi liku hidupnya. Ia memandang semua dengan kacamata keindahan. Itulah yang terpancar jelas di wajah putihnya saat menjumpai WI awal Desember lalu. Senyum tulusnya terpancar saat menyambut dengan sapaan ramahnya.

Selanjutnya dengan suara lembutnya Grace membagi kisah hidupnya.

MENJALANI BAHTERA RUMAH TANGGA DI USIA BELIA

Perkenalkan, namaku Grace Melia Kristanto, biasa disapa Grace. Usiaku kini 24 tahun. Saat kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, aku sudah sering membayangkan, jika lulus kelak, aku ingin meniti karier di tempat yang keren. Puji syukur setelah lulus aku mendapat pekerjaan yang kuharapkan di Kalimantan.

Namun kemudian aku galau. Kalau aku ambil kesempatan ini berarti aku harus berjauhan dengan kekasihku yang masih menempuh pendidikan di Yogyakarta. Entah kenapa aku agak khawatir menjalani hubungan jarak jauh. Karenanya, saat aku menginjak usia 22 tahun, aku memutuskan untuk melepas masa lajang, bahagia dipersunting kekasih yang kucinta, Aditya Suryaputra.

Menghadapi bahtera rumah tangga di usia yang masih cukup muda memaksaku untuk berlatih mandiri. Berbekal pengetahuan dari kedua orangtua, aku menjalani dan menikmati masa-masa indah menjadi seorang istri. Sambil menemani suamiku melanjutkan pendidikan S2 di Yogyakarta, aku sibuk menulis dan mencurahkan hari-hariku dalam blog pribadiku. Oh ya, aku memang hobi menulis.

Tak lama setelah menikah, rupanya Tuhan langsung memberikan kepercayaan padaku untuk mengandung buah hati kami. Trimester pertama kehamilan tidak terlalu menyulitkan. Aku tidak mengalami morning sickness yang berlebihan. Mungkin karena aku juga sangat antusias dengan kehamilan ini.

Namun kondisi sangat berbalik ketika menginjak usia kandungan 5 bulan. Aku stres sekali. Tidak hanya secara emosional, fisikku pun sering mengalami gangguan seperti demam, nyeri, bahkan lemas. Bawaannya nggak pengin ngapa-ngapain, maunya tiduran saja.

Demam menurun, masalah berganti dengan munculnya bintik-bintik merah di sekujur tubuhku. Tak mau tinggal diam, suamiku yang melihat kepanikanku turut khawatir dan mengajakku periksa ke dokter.

Aku makin kebingungan, karena dokter mengatakan aku tidak sakit. Demikian juga dengan bayiku, katanya baik-baik saja. Merasa masih aman, aku sama sekali tidak mengkhawatirkan kondisi bayi dalam kandunganku.

Namun lama-kelamaan aku lebih sering mengalami nyeri dan demam. Akhirnya aku mencari alternatif pendapat dengan berkonsultasi pada dokter kandungan lain. Sampai tiga dokter kandungan yang aku kunjungi, namun hasilnya nihil. Tidak ada yang mengatakan aku sakit.

Akhirnya, aku mulai mencari tahu sendiri dengan melakukan tes darah. Rupanya aku terkena virus TORCH. Dalam pencarian aku menemukan artikel yang mengatakan bahwa virus itu sangat berbahaya bagi bayiku. Di Indonesia belum banyak ibu hamil yang mengetahui virus ini. Jujur, belum pernah aku mendengar tentang virus TORCH.

SEMPAT MARAH SAMA TUHAN

Aku bertahan dan berusaha berpikir positif, menghilangkan kekhawatiran dalam hatiku. Hingga akhirnya usia kandunganku mencapai 9 bulan, waktuku untuk melahirkan. Sebenarnya aku ingin melahirkan secara normal. Namun karena dokter melihat ada pengapuran, akhirnya diputuskan untuk diambil tindakan sesar. Apapun caranya, aku bersyukur bayiku lahir dengan selamat.

Bayi perempuan mungil nan menggemaskan itu kemudian kami beri nama Aubrey Naiym Kayacinta. Nama ini sengaja aku pilih karena memiliki arti yang bagus. Aubrey berarti penuh belas kasih, Naiym kuambil dari bahasa Ibrani yang artinya kesayangan Tuhan. Sedangkan Kayacinta artinya aku berharap anakku dicinta oleh banyak orang.

Bayi mungil itu membuat hari-hariku dan suami lebih berwarna. Sampai akhirnya kami menyadari ada yang aneh padanya. Bayiku terus menerus menangis, hanya terdiam saat tidur. Tubuhnya pun terlihat kurang aktif bergerak seperti kebanyakan bayi lainnya.

Kelahiran Aubrey adalah anugerah, namun arti anugerah itu kemudian sempat bergeser menjadi sebuh musibah karena anakku divonis mengidap Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS berasal dari virus Rubella yang menyerang kehamilanku pada trimester ketiga (harusnya pertama). Rubella adalah virus dalam kelompok TORCH, sungguh virus yang jahat karena menyebabkan anakku terkena kebocoran jantung, gangguan pendengaran sangat berat, retardasi psikomotorik, dan radang otak.

Aku marah sama Tuhan, mugnkin itulah perasaanku saat mendnegar Aubrey harus terkena virus Rubella. Aku bingung, aku marah sama Tuhan, kenapa kok tega ngasih cobaan segitu beratnya. Usiaku masih muda, masih banyak rencana ke depan yang ingin aku jalani bersama dengan anakku.

Kekesalanku tidak berhenti sampai di situ, aku menjadi pribadi yang mudah emosi bahkan suamiku pun kena getahnya. Dari situlah muncul konflik-konflik kecil yang lama kelamaan membuat hubunganku dengan suami merenggang.

Belum hilang rasa lelahku, kedua orangtua ku ikut bingung harus berbuat apa. Virus itu memang belum banyak diketahui sehingga mereka tidak tahu harus bagaimana selain menangis dan meratapi nasib.

Di balik semua keluh kesah dan air mataku, aku masih menyimpan sejuta tanya pada Tuhan. Sepanjang malam aku terus berdoa supaya aku bisa mengatasi ini semua. Karena selain marah, aku yakin Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar batas umatnya.

Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Rubella, aku masih besyukur karena anakku tidak kehilangan indra penglihatannya. Itu artinya, Tuhan masih memebrikan kesempatan padaku untuk bertatapan langsung dengannya. Ah, kalau begini, satu indra saja terasa sangat berarti.

Sebetulnya aku masih menyimpan sedikit rasa kecewa pada para dokter anak yang kala itu menanganiku. Semua sama sekali tidak memebritahukan masalah dan bahaya Rubella. Sudah sekitar 4 hingga 5 dokter yang aku hubungi dan mereka memberikan pernyataan yang sama. "bayinya tidak apa-apa, mungkin belum banyak bergerak karena usianya juga belum aktif untuk melakukan banyak kegiatan. Lagian ibu juga masih muda kan, wajar kalau trauma masalah seperti ini," begitu kata dokter.

RUMAH RAMAH RUBELLA

Rasa putus asa sesekali memang masih menghantui, tapi aku sadar harus segera musnahkannya demi kesembuhan putriku. Bersamma suami, kami mulai rajin membawa Aubrey berobat. Kami mengajaknya melakukan fisioterapi tiga kali seminggu. Tujuh macam obat, empat kali sehari dan konsultasi ke dokter syaraf anak, sudah menjadi makanan harian bagi kami.

Jika awalnya aku sempat marah pada Tuhan, namun akhirnya aku mulai kuat. Aku bisa bangkit dan percaya bahwa dunia itu indah. Aku pun terinspirasi untuk berbagi cerita Aubrey lewat tulisan. Tak ada maksud lain, aku hanya ingin mengingatkan agar orangtua lebih waspada dalam perencanaan kehamilan.

Aku dihadapkan pada realita yang mencengangkan. Rupanya sama sepertiku, banyak orangtua yang awam tentang TORCH, baik tentang akibat dan pencegahannya. Banyak yang memilih tidak memproteksi kehamilannya karena biaya screening TORCH dan vaksin MMR dirasa mahal. Tak hanya itu, banyak pula yang terlanjur memiliki anak dengan TORCH tapi tidak tahu harus bagaimana.

Sementara itu minimnya alokasi dana dari dinas kesehatan utnuk anak TORCH kongenital juga menjadi salah satu kendala. Sosialisasi dari narasumber kesehatan serta dinas kesehatan mengenai TORCH pun masih sangat minim. Bahkan biaya untuk mengobati dampak TORCH pun tidak tercover asuransi.

Kenyataan-kenyataan demikian kemudian menggelitik hatiku. Apa yang bisa kulakukan? Membantu dalam segi biaya, tentu tak mungkin karena aku masih membutuhkan banyak biaya untuk Aubrey. "Lalu apa?" tanyaku dalam hati.

Aku kemudian terpikir untuk menghadirkan Rumah Ramah Rubella. Ini adalah salah satu bukti kepedulianku terhadap ibu-ibu hamil yang belum tahu banyak soal TORCH dan bahayanya. Meski baru aku rintis sejak bulan Oktober lalu, namun aku tidak menyangka bahwa jumlah anggotanya sudah mencapai 285 orang. Terdiri dari ibu-ibu muda yang hamil.

Rumah Ramah Rubella adalah komunitas terbuka yang diperuntukkan khususnya bagi para orang tua dengan anak yang terkena Congenital Rubella Syndrome. Orang tua yang sekedar ingin tahu apa itu Congenital Rubella Syndrome dan dampaknya atau ingin tahu tentang fisioterapi, pengasuhan, dll dan ibu dengan anak yang spesial juga boleh bergabung. Di sini kita semua berbagi, belajar, dan berkeluh kesah bersama mereka yang memiliki pengalaman yang sama soal TORCH.

Filosofinya sederhana, Rumah adalah di mana kita memiliki anggota keluarga. Ramah adalah attitude yang kita harapkan antar anggota keluarga. Rubella mengacu pada virus Rubella yang menyatukan perjuangan kami. Harapanku, di rumah ini dapat menyosialisasikan TORCH, berbagi informasi seputar pengobatan dampak TORCH dan membantu mencari donatur untuk meringankan beban biaya yang kurang mampu.

Komunitas ini sebetulnya lahir dari hobiku menulis di blog mengenai bahaya TORCH. Lambat laun, banyak respon masuk dan akhirnya kami semua saling bertukar informasi serta pengalaman kesehatan terutama mengenai TORCH.

SEDIKIT-SEDIKIT LAMA-LAMA JADI BUKIT

Aku belum berbuat sesuatu yang besar. Aku hanya ingin bilang bahwa kita semua punya kuasa penuh untuk membuat musibah apa pun dalam hidup kita bertransformasi menjadi berkat bagi diri sendiri dan orang lain.

Rencananya,, tahun depan Rumah Ramah Rubella akan semakin giat mengampanyekan TORCH. Dengan mengadopsi prinsip komunitas pengumpul koin, Coin A Chance, kami akan membuat celengan Rumah Ramah Rubella dan turun ke jalan.

Harapan kami, tentunya masyarakat tidak merasa terlalu terbeban dengan dimintai donasi berupa koin. Kesempatan ini juga akan digunakan untuk menyosialisasikan TORCH, mulai dari pencegahan, dampak pada janin, hingga penyembuhan dampaknya.

Aku juga mengagendakan untuk mendekati dinas kesehatan dan WHO guna mendukung misi ini. Meski sibuk dengan komunitas ini, aku juga kini tengah mempersiapkan buku yang berisi tentang cerita Aubrey dan Rubella. Sejauh ini prosesnya sudah mencapai 95%. Setelah terbit nanti, rencananya beberapa persen hasil penjualan buku akan disumbangkan pada Rumah Ramah Rubella.

Prinsip sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit aku yakini benar. Marilah kita membuat perubahan mulai dari lingkup terkecil. Walau dimulai dari hal kecil asal ditekuni dengan kesungguhan, niscaya akan bermanfaat. Hidup sungguh terlalu berarti untuk dihabiskan dengan menyenangkan diri sendiri. Mari buat perubahan!

***


Friday, January 3, 2014

'Jadilah Ibu yang Luar Biasa' di Koran Jakarta

Credit
Blog post ketiga hari ini. Hihihi. I am so on fire today. Beberapa hari belakangan ini capek badan dan pikiran, jadi netbook tua ini jadi teman mengusir jenuh. Yeay! Blog post ini masih saya labeli dengan #GraceOnMedia

Masih ingat nggak cerita saya di Press Briefing #TitikBalik Manulife? Saya cerita bahwa ada seorang mbak yang mewawancarai saya tapi saya lupa si mbak ini dari media mana. Nah, ternyata ia dari Koran Jakarta. Namanya Mbak Eka. Orangnya berjilbab dan manis. Kalau bicara lembut sekali, beda banget dengan saya yang cempreng. Hehehe.

Mbak Eka, saat di Press Briefing #TitikBalik Manulife, berjanji bahwa ia akan menghubungi saya jika artikel yang ditulisnya sudah akan terbit. Dan, ia menepati janjinya. Hore. Terimakasih Mbak Eka. Dua hari sebelumnya Mbak Eka mengirimkan SMS pada saya untuk meminta saya mengirimkan foto saya berdua dengan Ubii. Untuk Koran Jakarta, saya memilih foto saya berdua dengan Ubii yang masih jarang nongol. Hehehe.

Tulisan tentang saya di Koran Jakarta ini singkat saja karena digabung dengan cerita mama-mama lain yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus. Namun, walau hanya sedikit, saya suka artikel yang ditulis oleh Mbak Eka ini. Saya suka diksi yang ia pilih dan bagaimana ia merunutkan cerita saya dan Ubii hanya dari wawancara kami yang singkat. Mbak Eka, ini 4 jempol buat kamu! :)

Cerita tentang saya dan Ubii serta tiga mama lain dimuat dalam Koran Jakarta yang terbit pada hari Sabtu, 21 Desember 2013 lalu. Hampir bertepatan dengan Hari Ibu ya. Maka dari itu judul utama nya juga menggambarkan kasih seorang ibu. Hehehe. Judul utama tulisan Mbak Eka dalam rubrik Rona ini adalah A Mother's Unconditional Love. Untuk cerita tentang saya dan Ubii, Mbak Eka memberi subjudul 'Jadilah Ibu yang Luar Biasa'

Yuk kita baca bersama-sama, kan pasti sudah sulit cari koran terbitan berhari-hari yang lalu. Hehehe. Yang saya tulis hanya cerita tentang saya dan Ubii saja ya.

***

"Tuhan Jahat." Kalimat itu tak kuasa keluar dari Grace Melia Kristanto (24) saat pertama kali mengetahui kondisi putri pertamanya, Aubrey Naiym Kayacinta (18 bulan), didiagnosa mengidap penyakit Congenital Rubella Syndrome (CRS).

"Kenapa Tuhan kasih ini buat aku. Aku masih muda, masih banyak impian - kenapa dikasih tanggung jawab sebesar ini?," ungkap Grace yang baru mengetahui kondisi tersebut saat putrinya beranjak usia lima bulan.

"Apalagi, ternyata banyak yang harus saya lakukan, entah itu fisioterapi, USG jantung, CT-Scan, dan lain sebagainya, yang membutuhkan biaya tidak sedikit," lanjut Grace. Virus CRS membuat Ubii - begitu ia memanggil sang buah hati - memiliki gangguan syaraf, pendengaran, motorik, dan kelainan jantung.

Namun, seiring berjalannya waktu, Grace sadar bahwa terus-menerus meratapi nasib dan komplain bukanlah pilihan yang baik. "Ubii nggak boleh punya ibu yang kayak gitu. Itu awalnya aku bangkit."

Ia butuh sekitar dua sampai tiga bulan untuk melewati proses menerima kondisi Ubii. Selama rentang waktu itu, Grace mengaku sering menangis sehingga membuatnya setengah hati mengurus kondisi sang putri. "Saya sadar kalau saya lemah, putri saya tidak jadi anak yang kuat," tukas dia.

Grace akhirnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai English trainer dan lebih fokus mengurus sang putri. Tak sampai di situ, menyadari pengetahuan mengenai CRS di Tanah Air sangat minim, Grace akhirnya membuat jembatan komunikasi dengan ibu-ibu yang mengalami kondisi sama. Ia pun mendirikan komunitas Rumah Ramah Rubella, sebuah komunitas di jejaring sosial untuk saling berbagi informasi dan pengalaman mengenai virus Rubella.

Ia pun berpesan pada orang tua yang mengalami kondisi yang sama. "Jangan dengar orang bilang anakmu cacat, kurang, anggaplah anakmu luar biasa dalam artian positif. Supaya mereka bisa luar biasa dalam makna yang benar-benar positif, jadilah ibu yang luar biasa buat mereka."

***


'Gigih Membesarkan Anak yang Terpapar Virus Rubella' di Kompasiana[dot]com

Credit

Halo halo halo. Wuih, hari ini saya sedang bersemangat blogging. Hehehe. Blog post kali ini masih bercerita tentang kemunculan saya di media. Huehehe. Semoga belum pada bosan *senyum manis*

Kemunculan di Kompasiana[dot]com ini lagi-lagi dibukakan jalannya oleh event Press Briefing #TitikBalik Manulife yang diselenggarakan di Kota Kasablanka 5 Desember 2013 silam. Berbeda dengan Mbak Anna dari Kompas[dot]com yang mengirimkan beberapa pertanyaan untuk saya jawab via email, penulis artikel ini, Mas Harja Saputra, nggak melakukan itu. Mas Harja menuliskan artikel ini hanya dari cerita saya yang saya ikutkan dalam kampanye #TitikBalik dan dari beberapa jawaban yang saya berikan atas pertanyaan MC acara tersebut, Mbak Desy Novianti.

Meski begitu, saya pribadi menyukai artikel yang ditulis oleh Mas Harja ini. Mas Harja nggak hanya menulis tentang saya dan bagaimana perjuangan kami menghadapi Congenital Rubella Syndrome pada Ubii, tapi juga memberikan fakta mengenai virus Rubella menurut WHO. Tentu ini adalah nilai tambah bagi sebuah artikel, at least for me. Jadi pembaca juga dapat mendapatkan informasi seputar virus Rubella secara objektif dari sudut pandang medis, nggak hanya dari saya sebagai ibu yang bersentuhan langsung dengan Rubella. Selain itu, Mas Harja juga melengkapi artikel ini dengan beberapa foto yang apik. Apik karena saya terlihat nggak gendut-gendut amat. Hahaha. No, that was a joke. Saya suka cara Mas Harja menampilkan foto saya; dari angle maupun dari caranya meng-highlight foto tulisan saya. Saya nggak tahu apa istilahnya dalam fotografi, tapi fotonya bisa dilihat di akhir blog post ini. :)

Dari segi koreksi, Mas Harja juga saya acungi jempol. Awalnya Mas Harja menulis panggilan saya adalah Meli. Saya geli aja sih membacanya. Rasanya aneh membayangkan nama panggilan saya Meli. Hehehe. Kemudian saya iseng memberi komentar di bawah tulisan Mas Harja. Saya bilang kalau panggilan saya adalah Grace. Nggak sampai setengah jam, Mas Harja mention saya di Twitter untuk memberitahukan bahwa nama saya sudah dikoreksi. Padahal saya nggak berharap sampai sejauh itu loh. Sungguh. Thanks anyway, Mas Harja! :)

Ada yang ingin membaca artikel Mas Harja dengan judul 'Gigih Membesarkan Anak yang Terpapar Virus Rubella' itu? Monggo :)

***

"Gusti mboten sare", Tuhan tidak tidur, kasih sayang-Nya senantiasa menaungi seluruh alam semesta ini, tidak terkecuali bagi ciptaan-Nya, manusia.

Hal ini yang dirasakan seorang Gracie Melia Christanto (Grace), baginya hidup berjalan begitu sempurna mengalir tanpa halangan yang berarti. Mimpi untuk menjadi seseorang yang bisa berguna bagi banyak orang telah terwujud, menjadi english trainer untuk pekerja tambang pada sebuah perusahaan besar, juga impian tentang cinta, mencintai dan dicintai, kemudian membentuk sebuah keluarga yang bahagia telah ada dalam genggamannya. Lalu selesai?


Ternyata semua itu belum selesai. "Berguna bagi banyak orang" ia temukan bukan ketika dia bekerja pada perusahaan besar, bukan juga ketika dia mengabdi mengajarkan bahasa Inggris kepada para pekerja tambang. "Berguna" itu ketika hidup mengantarkannya pada sebuah titik-balik, buah cintanya terkasih, Aubrey Naiym Kayacinta (Ubii) didiagnosa mengidap penyakit Congenital Rubella Syndrome (CRS).

Jika sebuah titik balik pada banyak kisah-kisah inspiratif yang terjadi di seluruh dunia ini acapkali berujung manis, bagi seorang Gracie Melia Christanto semuanya terbalik 180 derajat. Buah hatinya Ubii, mengalami penyakit jantung bawaan, kehilangan pendengaran, dan gangguan sistem motorik baik yang halus maupun kasar, hingga masalah berat badan. Semua penyakit ini akibat terpapar virus rubella.


Virus rubella, menurut WHO dalam Fact sheet N°367 bukanlah sebuah virus yang berbahaya jika menyerang, virus ini hanya menyebabkan demam pada bayi dan anak-anak, namun lain halnya jika virus ini menyerang ibu hamil muda, "When a woman is infected with the rubella virus early in pregnancy, she has a 90% chance of passing the virus on to her fetus. This can cause miscarriage, stillbirth or severe birth defects known as CRS (congenital rubella syndrome). Children with CRS can suffer hearing impairments, eye and heart defects and other lifelong disabilities, including autism, diabetes mellitus and thyroid dysfunction."

Kondisi yang sangat berat dan mengguncang bagi siapapun yang mengalami, sebuah titik balik yang tidak akan dipilih oleh siapapun juga jika bisa memilih.


Namun inilah hidup, dan seorang Gracie Melia Christanto sudah ditetapkan untuk menjalaninya. Tuhan tahu ia pasti bisa serta mampu menjalankannya.


Adilkah Semua Ini?

Mengundurkan diri dari pekerjaan adalah suatu hal yang pertama diambilnya, fokus akan pengobatan sang buah hati menjadi sebuah prioritas utama. Ketika ia mengalami itu, satu kata yang terlontar bernada protes "Kenapa Tuhan begitu jahat pada saya??"


Sedih dan juga frustasi, sedih menghadapi semua ini, dan frustasi tidak terbiasa diam di rumah. Namun tanpa dia sadari alam ini begitu bijak menyapanya dalam kesedihan, perlahan pikirannya mulai terbuka.


"Kalau saya lemah siapa lagi yang mampu menahan beban semua ini", ujar Grace.


Menulis adalah senjata utama dalam mengusir semua rasa emosi-emosi yang mengendap, dari sini barulah dia sadari ternyata banyak sekali kondisi-kondisi persis seperti yang dia alami. Semangat berbagi, semangat saling menguatkan, semangat saling membantu telah hidup dalam dirinya. Hingga sampai tulisan-tulisan itu dibaca oleh produser TV nasional dan mengundangnya untuk menjadi narasumber, hanya satu tujuannya sekarang yaitu, keinginan untuk memberikan sebuah kesadaran akan bahaya CRS bagi banyak orang, apa yang harus dilakukan para wanita sebelum hamil.


Rumah Ramah Rubella kemudian berdiri berdasarkan sebuah gagasan dia bersama dua orang temannya, sebuah komunitas yang saling berbagi informasi tentang dampak dan cara-cara menghadapi penyakit CRS ini, dan tentu saja menggerakkan donator bagi para penderita CRS yang kurang mampu, mengingat biaya pengobatan masih tergolong mahal.


Inilah kisah titik balik bagi seorang Gracie Melia Christanto, ketika impiannya "berguna bagi banyak orang" telah menetapkan dia berada pada jalan ini. Ia juga dinobatkan sebagai salah seorang Pemenang "Kisah Titik Balik Terinspiratif" yang diadakan oleh Manulife bersama 2 orang lainnya yang mempunyai cerita tak kalah menarik, Kamis (5/12), di Mall Kota Casablanca.


Kampanye Titik-Balik

Kampanye kisah inspiratif yang bertema titik-balik (turning point) ini merupakan program edukasi dari dan untuk masyarakat yang diadakan oleh Manulife sejak bulan September 2013. Ada 1.118 kisah titik-balik yang merupakan kisah nyata masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.


Melalui kampanye Titik Balik, Manulife Indonesia menemukan dua hal utama yang paling diperjuangkan oleh masyarakat:


"Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang paling diyakini dapat meningkatkan taraf hidup di masa depan," ujar Nelly Husnayati, Vice President Director & Chief Agency, Employee Benefits & Sharia Officer, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.


"Itu sebabnya, pendidikan dan kesehatan menjadi sumber inspirasi luar biasa bagi masyarakat untuk bangkit dari apapun tantangan dan rintangan hidup yang dihadapi".


Menurut Alexander Sriewijono, psikolog UI yang ikut berpatisipasi dalam kampanye, ia menuturkan pada saat talkshow bahwa kisah titik-balik adalah cerita yang memberikan semangat saat semuanya berbalik arah. Lebih dari 1.000 kisah Titik Balik yang terkumpul merefleksikan semangat masyarakat yang luar biasa untuk maju.

"Kumpulan kisah Titik Balik ini sangat powerful untuk menyemangati kita. Belajar dari kisah-kisah nyata ini, kita harus yakin bahwa apapun tantangan yang dihadapi, tiap orang mampu meraih masa depan yang lebih baik asalkan disertai niat yang lurus, kesungguhan dan perjuangan yang konsisten", ujar Alex.


Kisah-kisah ini bukan sekedar penghias memori, bernostalgia dengannya, atau hanya sarana untuk mengeluh, dan mengasihani diri sendiri. Kisah inspiratif adalah kisah yang dapat lebih menggugah rasa empati, kita seperti mendengarnya dari seorang kawan kita sendiri yang sedang "curhat". Kita bisa merasakan atmosfir kesedihan, kita bisa merasakan emosi dan kegalauan yang mendalam.

"Bahkan saya mungkin tidak akan kuat. Air mata saya ini menetes kalau mbak Grace meneruskan ceritanya. Hati saya begitu nelangsa begitu mendengar kalimat, "Kenapa Tuhan jahat sama saya?", tambah Alex.**


 ***