Wednesday, September 25, 2013

Orangtua Tegas: Yay or Nay?



 
Hola!
Lama sekali saya nggak mengisi blog pribadi ini karena sekarang setiap selo lebih prefer untuk mengisi blog Letters to Aubrey with Rubella. Kangen juga rasanya pada blog ini karena blog ini sudah menemani saya sejak saya masih kuliah. It's been years ago.

Kali ini saya ingin sekali berbincang sedikit tentang dunia parenting. Saya masih baru menjadi ibu. Saya masih butuh banyak belajar, banyak membaca, dan banyak 'mencuri' ilmu dari teman-teman lainnya yang sudah lebih berpengalaman. Itu, saya sadar betul.

Belakangan ini saya sedikit terusik dengan komentar-komentar "Kok kamu tega banget sama Ubii?" atau "Sama anak sendiri kok tega ya, aku sih nggak mungkin bisa tega kayak kamu" dan lain-lain.

Friday, September 20, 2013

Mulai Dari Diri Sendiri Untuk Kemudian Membentuk Seorang Pemimpin Kecil





#LombaBlogNUB
#LombaBlogNUB

“Siapa yang tidak bangga jika si kecil bernyanyi dengan percaya diri dalam pesta ulang tahun temannya? Siapa yang tidak senang melihat ananda dengan semangat mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru? Siapa yang tidak takjub mendengar aneka pertanyaan yang meluncur deras dari mulut buyung dan upik? Siapa yang tidak terharu ketika anak kita membantu teman yang terjatuh dari sepeda?”

Saya rasa jawaban yang sama akan diberikan oleh setiap ibu; mereka semua pasti bangga jika melihat  buah hatinya melakukan itu semua dan menunjukkan karakter seorang pemimpin. Saya pun sangat mengamini agar kelak anak saya bisa jadi seorang pemimpin kecil.

Karakter-karakter apa saja sih yang dibutuhkan supaya anak bisa menjadi seorang pemimpin? I’m sure every mother has her own answers. But, in my humble opinion, untuk menjadi seorang pemimpin kecil seorang anak harus memiliki karakter berani, aktif, ingin tau, peka, mau berkorban, percaya diri, dan ringan tangan untuk membantu sesama. Namun kemudian saya mencoba bertanya mundur, “Sebelum jadi pemimpin, anak harus ngapain? Kan anak tidak serta merta lahir dengan karakter itu.” Jadi saya sampai pada sebuah jawaban yaitu, sebelum menjadi seorang pemimpin kecil anak sebaiknya memiliki daya juang tinggi dan keinginan untuk terus belajar.


Buat saya pribadi mungkin hal itu tidak akan mudah. Mungkin saya harus menyiapkan banyak hal supaya Ubii berani menjadi seorang pemimpin kecil. Anak saya, Aubrey Naiym Kayacinta, atau lebih akrab dipanggil Ubii, lahir dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) karena saya terinfeksi virus Rubella di trimester pertama kehamilan saya. CRS membuat Ubii memiliki gangguan jantung, gangguan pendengaran, dan gangguan motorik. Gangguan jantung membuat berat badan Ubii sukar naik sehingga di usianya kini yang menginjak 15 bulan, ia masih 7 kg saja. Gangguan pendengaran mengharuskan Ubii memakai alat bantu dengar (ABD). Gangguan motorik membuat Ubii mengalami keterlambatan motorik sehingga di usianya kini ia baru bisa balik badan (tengkurap) saja. Orang –orang yang melihat badan Ubii yang kecil, motoriknya yang amat terlambat, dan telinganya yang dipasangi alat bantu dengar akan bilang bahwa ia anak dengan kebutuhan khusus. Buat saya, Ubii memang tidak biasa, ia tidak seperti anak normal dan biasa yang beruntung lainnya. Ia luar biasa. Itulah yang saya harapkan dari Ubii, bahwa ia kelak dapat menujukkan ketidak biasaannya dalam arti yang baik. 


Ada dua kesadaran besar yang saya dapat sehubungan dengan kondisi Ubii dan harapan saya supaya ia bisa menjadi seorang pemimpin kecil. Firstly, untuk jadi anak dan pemimpin kecil yang berangkat dari kondisi tidak biasa (anyway saya menyebutnya luar biasa, ia membutuhkan ibu yang luar biasa pula. That’s what I intend to be, for her. Bagaimana bisa Ubii menjadi seorang anak dan pemimpin kecil yang aktif, percaya diri, dan tidak minder atas keadaannya jika ibunya sendiri meragukannya hanya karena ia tidak dilahirkan seperti anak-anak sehat lainnya? Anak adalah peniru yang ulung. Jika saya terlihat malu atas keadaannya atau mudah jatuh karena cemoohan orang tentang Ubii, kemungkinan besar Ubii juga akan seperti itu. Maka dari itu, saya yakin bahwa saya harus berbenah diri terlebih dulu. Sebagai langkah awal, saya mau menerima keadaannya dengan ikhlas. Saya mau meyakini bahwa tiap anak dilahirkan special dengan maksud baik dari Tuhan. Saya mau meyakini bahwa keterbatasan Ubii bukan suatu halangan untuk menjadikan ia seseorang yang besar. Saya mau menebalkan hati dan telinga supaya saya tidak mudah jatuh hanya karena ejekan orang atas keadaan putri saya. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan buat saya karena tatapan iba, komentar miring, atau ejekan sering muncul terutama saat saya mengajak Ubii ke tempat umum. Biasanya orang-orang melihat dengan pandangan iba atau aneg pada Ubii. Orang-orang lain yang lebih berani biasanya menanyakan kenapa Ubii kecil, kenapa Ubii tidak seaktif anak lain, atau kenapa Ubii memakai sesuatu di telinganya. Orang-orang yang lebih usil bahkan sampai berani terang-terangan mengejek kondisi Ubii. Jadi, ceritanya suati sore saya mengajak Ubii belanja bulanan di sebuah swalayan yang sangat ramai. Ada seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya berjalan berpapasan dengan kami di lorong makanan ringan. Ibu itu dengan jelas menunjuk Ubii sambil berkata pada anaknya, “Tuh lihat dek, ada anak cacat.” Hal-hal seperti itulah yang kadang terasa sulit buat saya. Dulu saya akan langsung terdiam, sedih, dan jadi bête seharian. Supaya saya jadi ibu yang kuat untuk Ubii, inilah langkah nyata yang saya ambil adalah: rutin membawa Ubii ke tempat umum seperti swalayan, rumah makan, laundry, atau pasar. Tujuannya adalah untuk membiasakan diri saya jika Ubii diperhatikan dengan tatapan aneh dan iba serta membiasakan diri Ubii untuk dirinya diperhatikan orang. So far, ini berhasil. Saya jadi makin terbiasa, kebal, dan akhirnya kuat. Semakin ke sini, pola pikir saya menjadi, “Ya memang, Ubii berbeda. Tidak semua orang memahami itu. Tidak semua orang punya cukup empati. Tapi, apa itu akan membuat saya dan Ubii tidak punya empati kelak? TIDAK. Tapi, apa itu akan menutup kemungkinan Ubii untuk jadi pemimpin kecil yang pandai dan berani? TIDAK, asal kami selalu tough dan mau berjuang bersama. Titik.”

Secondly, Ubii harus berjuang keras supaya ia bisa punya karakter seorang pemimpin. Saya sadar betul, it won’t be that easy. But nothing’s impossible, isn’t it? Ubii akan terbekali dengan sifat memaafkan dan tegar, berangkat dari pengalamannya karena ia luar biasa. Tapi tentu sifat itu saja tidak cukup. Jadi inilah rencana-rencana saya untuk menjadikannya seorang pemimpin kecil:

  1. Mengajarkannya menjadi anak yang kenal Tuhan. Menurut saya itu penting supaya Ubii kelak punya pegangan di saat ia jatuh.
  2. Mengejar ketinggalan motoriknya. Ubii harus punya badan yang sehat dan lincah untuk jadi pemimpin yang aktif. Jadi keterlambatan motoriknya harus dikejar. Caranya yaitu dengan fisioterapi rutin tiga kali dalam seminggu. Di rumah pun saya selalu mengurut titik-titik syarafnya setiap selesai mandi seperti yang diajarkan oleh terapisnya supaya perkembangan motorik Ubii makin baik. 
  3. Melatih pendengarannya. Saat ini usia Ubii 15 bulan, tapi Ubii baru memakai alat bantu dengar tanggal 6 Juli lalu. Jadi saat ini usia mendengar Ubii 2 bulan. Untuk membuat Ubii bisa mendengar dan nantinya berkomunikasi seperti anak normal lainnya, saya harus rutin dan telaten melatih pendengarannya. Saya harus sabar karena Ubii mengalami masa sunyi selama setahun lebih. Jadi saya harus mulai dari awal untuk mengenalkan proses mendengar padanya. Awalnya dimulai dari sadar suara, mengenali suara, dan merespon suara. Realisasinya adalah dengan rutin memberikan latihan pendengaran yang bisa saya download dari website. Saat ini latihan kami baru meliputi memperdengarkan ketukan pintu, memperdengarkan musik sambil menari, memanggil namanya sambil bersembunyi, dan mengenalkan vocal dasar. Untuk ke depannya (seiring dengan membaiknya kognitif dan motorik Ubii), saya sudah menyiapkan rencana latihan yang ditemani dengan benda menarik seperti puzzle, buku cerita bergambar, piano suara hewan, dan flashcards.
  4. Mengajarkan Ubii untuk bersyukur atas keadaannya dan berempati terhadap sesama. Realisasinya adalah dengan rutin mengunjungi panti asuhan atau rumah sakit khusus anak berkebutuhan khusus supaya Ubii melihat bahwa masih banyak anak lain yang harus berjuang untuk hidup. 
  5. Mendekatkannya pada alam. Realisasinya adalah dengan membawanya piknik ke tempat terbuka dan ke kebun binatang. Saya berharap Ubii tidak takut pada binatang dan bisa menirukan suara dan gerak-gerik binatang. Jadi saya rasa ide ke kebun binatang akan menyenangkan buat kami dan membuat Ubii jadi pemimpin kecil yang pemberani. 
  6.  Membiasakannya merapikan tempat tidur dan piring kotornya sendiri. Mungkin ini dinilai sepele, tapi saya meyakini bahwa semua kebiasaan baik diawali dari rumah dan keluarga. Jadi saya berharap dengan ini, Ubii bisa menjadi pemimpin kecil yang mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
  7. Membiasakannya menabung. Saya ingin Ubii bisa belajar mengatur uangnya sejak ia kecil. Jadi saya ingin memberikannya uang saku secara rutin dan sebuah celengan. Harapan saya ialah Ubii bisa belajar menyisihkan uangnya dan membeli barang yang ia inginkan dengan jerih payahnya sendiri. Saya ingin mengajarkan bahwa untuk mendapat sesuatu, ia harus berusaha sehingga kelak ia bisa menjadi pemimpin kecil yang gigih berusaha. Semua angpao Ubii dari sejak ia lahir entah itu dari Natal, Lebaran, atau Imlek, selalu saya masukkan ke celengan Ubii. Rencananya uang angpao itu akan saya berikan padanya sebagai ‘modal’ nya untuk belajar menyimpan uang kelak.
  8. Membiasakannya makan di meja makan tanpa ditemani gadget apapun. Hal yang sama berlaku untuk saya dan suami juga. Tujuannya supaya di saat makan kami bisa punya waktu bebas untuk bercerita dan bercanda. Saya meyakini bahwa Ubii tidak akan bisa menjadi pemimpin kecil yang peka jika ia sibuk di dunia maya.
  9. Memberikan permainan-permainan sebagai sarana untuk memberikan informasi baru. Jadi rencananya saya akan membuat banyak flashcards untuk sarana belajar sambil bermain untuk Ubii. Contohnya: saya akan memberikan 3 flashcards binatang dan mendorongnya untuk menyebutkan hal-hal yang ia tau tentang binatang-binatang tersebut. Di akhir permainan saya akan menambahkan informasi yang belum ia tau. Contoh lainnya: saya akan menempelkan flashcards bertuliskan kata bahasa Inggris misalnya lamp, door, dan table. Lalu saya akan memberikan petunjuk ‘Terang, dinyalakan saat malam hari’ sehingga ia bisa menebak bahwa lamp adalah lampu. Tujuannya adalah untuk mengajarkannya hal-hal baru tanpa membuatnya merasa ‘terpaksa’ belajar. Harapan saya, lewat permainan, Ubii bisa memahami bukan sekedar menghafalkan dan ia bisa menikmati waktu belajarnya sehingga ia bisa menjadi pemimpin kecil yang aktif mencari tau. 
  10. Membiasakannya membaca satu cerita per hari. Kebetulan saya dan suami sangat suka membaca. Kami benar-benar merasakan bahwa membaca itu asyik dan bisa memberikan kami banyak hal baru. Harapan saya Ubii bisa menjadi pemimpin kecil yang penuh rasa ingin tau karena ia gemar membaca.

Jadi untuk menjadikannya seorang anak kecil dengan karakter pemimpin, saya akan memulai dari diri saya sendiri; bagaimana supaya saya menjadi ibu yang lebih ‘nrimo’, iklhas, tegar, sabar, telaten, dan selalu mau belajar hal mengasyikkan dalam mengajari Ubii. Kemudian saya akan melatih Ubii untuk mengejar ketinggalannya dalam aspek motorik dan pendengaran, membekali Ubii dengan pengetahuan yang diselingi bermain supaya ia tidak jenuh, namun tidak lupa untuk mengajarkannya menjadi anak yang bisa bersyukur karena hidup ini indah. 


Calon Pemimpin Kecilku :)


Love,

Grace

Urban Mama