Saturday, August 14, 2010

Satu Hari Sebelum Hari (yang seharusnya) Bahagia

Besok adalah hari yang semestinya menjadi hari kita. Hari di mana kita merayakan bahagia kita. Tapi, satu hari sebelum hari yang semestinya menjadi hari di mana kita merayakan bahagia kita, aku lagi-lagi tersadar bahwa satu hari lagi kita tak akan punya bahagia. Kata pisah yang tak terucap dua bulan di belakang lah yang membuat kita batal punya bahagia. Aku sadar betulan tentang itu, cinta. Tapi dan tapi, aku masih saja dengan bodoh meratapi pahitnya. Ini sakit, ini pahit, dan sayangnya ini nyata. Bahkan, pahitnya tampak dan terasa beribu kali jauh lebih nyata dari cerita-cerita sebelumnya. Orang bilang aku idiot karena aku masih saja menunggu kamu yang selalu datang untuk luka. Mereka bilang aku kasihan sebab aku selalu mengharap kamu yang punya mulut terbiasa untuk mengucap dusta. Tapi, tapi, dan tapi, cinta itu memang buta. Buta yang seluruhnya, karena otak, hati, rasa, jiwa, dan segala milikku ikut-ikutan buta.

Besok adalah hari yang semestinya menjadi hari kita. Hari di mana kita mengucap bahwa kita bahagia. Namun, hari ini, tepat satu hari sebelum hari bahagia kita, aku sendirian saja. Sendiri dalam tawa yang aku paksa-paksa. Sendiri dalam sepi yang tersembunyi dalam riang gembira bersama mereka. Aku selalu larut dalam tawa dan dunia serta isinya. Namun dan namun, ternyata sepuluh ribu tawa pun tak cukup bikin aku bahagia karena bahagiaku adalah di kamu saja. Seharusnya ini terdengar indah bukan, cinta? Namun, namun, dan namun, ini sama sekali tak terdengar indahnya karena kamu yang selalu hanya memandang ini semua sebelah mata. Namun dan namun lagi, kamu yang selalu memandang sebelah mata tetap tak akan buat aku berhenti cinta.

Besok adalah hari yang semestinya menjadi hari kita. Hari di mana kita saling berbisik kata cinta dan bahagia. Besok tak akan mungkin menjadi hari kita. Besok kita tak akan mungkin punya bahagia bersama. Besok kita tak akan diijinkan Tuhan untuk bilang kita bahagia. Besok kamu tak akan mungkin bilang kamu bahagia. Besok kamu tak akan pernah bilang cinta. Besok tak akan jadi milik kamu dan kita. Besok hanya akan tetap jadi milikku, cinta. Besok aku tak kan juga mungkin bilang aku merdeka dan berbahagia sudah tentu karena kamu tak lagi ada. 
Besok aku hanya akan punya rasa dan bilang kata bahwa aku masi cinta, dengan apa adanya, dengan naifnya, dengan bodohnya, dengan semua dan segala yang aku punya.




:)
August 14, 2010
one day before August 15 two years ago when I said "I do"
one day before August 15 now, I still say "I do"

Friday, August 13, 2010

Growing Older Together


The word 'friend' lexically means "somebody who trusts and is fond of another". I take that as a simple definition of the word 'friend'. Nonetheless, when I think deeper about what 'friend' means, I've got more understanding about it (at least in my own opinion).

Buat saya pribadi, seorang sahabat adalah seseorang yang bisa menerima saya apa adanya saya. Saya tak akan perlu punya wajah atau karakter ganda di depan mereka. Saya tak perlu kawatir tentang bagaimana mereka melihat dan menilai saya karena saya yakin dan percaya mereka bisa melihat apa yang orang lain tak mampu tangkap dari saya.

Buat saya pribadi, sahabat adalah mereka yang berusaha ada saat saya butuh waktu dan telinga untuk secuil cerita duka ataupun bahagia. Mereka tak perlu janji ketinggian bahwa mereka akan selalu ada. Entah bagaimana, mereka selalu mampu meyakinkan saya bahwa mereka ada dan nyata. Dan itu cuma-cuma.

Buat saya pribadi, sesosok sahabat adalah mereka yang juga bersedia berkata "Aku percaya" pada saya sehingga mereka pun juga tak perlu berpura-pura menjadi orang yang sama sekali bukan mereka di depan saya dan tak perlu malu bercerita tentang duka lara dan riang gembiranya pada saya.

Buat saya pribadi, figur seorang sahabat sama sekali tak perlu mendekati kata sempurna. Mereka tak diwajibkan untuk selalu mengucap kata 'Setuju' akan perkataan dan tingkah laku saya, karena tentu kami akan punya barang satu atau dua hal yang beda. Tapi, saya percaya mereka berdiri cukup untuk memberi pandangan bukannya untuk sebuah penghakiman.

Buat saya pribadi, sahabat-sahabat saya adalah mereka yang sudi menghabiskan waktu untuk tertawa dan berduka bersama, mereka yang dengan cuma-cuma mau repot-repot memunculkan tawa di wajah saya ketika saya putus asa, mereka yang tanpa berusaha pun selalu bisa membuat saya cinta mati pada mereka, dan mereka yang membuat saya paham akan arti mengerti dan dimengerti.



Buat saya pribadi, sahabat adalah mereka:


ma
pupu
gndut
kieky
nick
mas surya
lenny
ucup



Buat saya pribadi, mereka tak cuma akan singgah, berhenti, dan lantas pergi, tapi mereka akan tinggal dan selalu menjadi teman hidup saya.




hari ke tiga belas bulan delapan tahun dua ribu sepuluh 
04.46




Thursday, August 12, 2010

Yang Biasa Saja untuk Bahagia

Mulai malam ini aku akan berhenti mempunyai gambaran tentang sesuatu yang nyaris mencapai kesempurnaan.
Aku mau berhenti berupaya bila ada firasat semua akan berakhir percuma dan sia-sia.
Aku mau menghentikan semua khayal yang muluk dan berlebihan tentang sepotong rasa.
Mulai kini aku mau yang biasa saja.
Aku akan berhenti menuntut dan meminta.
Tentunya, aku juga akan berhenti memberi semua yang aku punya jika ada yang meminta.
Aku tak akan lagi bermimpi tentang sifat dan rupa.
Aku mau yang biasa.
Aku mau menerima asal dia hadir jika aku sangat butuh dia untuk ada;
ada untuk sekedar memasang telinga, ada untuk siap buat satu atau dua potong cerita, ada untuk tertawa bersama, ada untuk mendengar tangis sarat luka, ada buat mengobati perih yang menganga, ada untuk tidak mengekang namun sekedar memberitahu tentang apa yang sewajarnya, ada untuk menemani dalam kemampuan dan ketidakmampuan seorang manusia.
Aku mau itu saja.
Apa itu ketinggian?
Apa itu keterlaluan?
Tidak, bukan?
Jadi, sekali lagi aku mau mencoba untuk berharap yang biasa saja.
Yang penting aku bahagia.